Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran : 97)
Banyak tradisi berkembang di masyarakat yang mengiringi orang yang hendak menunaikan ibadah haji. Sebagai ibadah yang membutuhkan pengorbanan besar, seyogyanya kita jangan sampai melakukan amalan yang bisa merusak ibadah haji ini. Yang pasti, ibadah haji harus dilakukan di atas niat yang tulus yaitu untuk mengharap balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dan dijalankan di atas tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rambu-rambu Penting dalam Beribadah Manusia adalah satu-satunya makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menyatakan diri siap memikul “amanat berat” yang tidak dimampui oleh makhluk-makhluk besar seperti langit, bumi, dan gunung-gunung. Padahal makhluk yang bernama manusia ini berjati diri zhalum (amat dzalim) dan jahul (amat bodoh). Amanat itu adalah menjalankan segala apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan dan menjauhi segala apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan (beribadah kepada-Nya). Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami telah tawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu karena khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (Al-Ahzab: 72)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat permasalahan amanat yang Dia amanatkan kepada para mukallafiin. Yaitu amanat menjalankan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang diharamkan, baik dalam keadaan tampak maupun tidak. Dia tawarkan amanat itu kepada makhluk-makhluk besar; langit, bumi dan gunung-gunung sebagai tawaran pilihan bukan keharusan, ‘Bila engkau menjalankan dan melaksanakannya niscaya bagimu pahala, dan bila tidak, niscaya kamu akan dihukum’. Maka makhluk-makhluk itu pun enggan untuk memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya, bukan karena menentang Rabb mereka dan bukan pula karena tidak butuh akan pahala-Nya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menawarkannya kepada manusia, maka ia pun siap menerima amanat itu dan memikulnya dengan segala kedzaliman dan kebodohan yang melekat pada dirinya. Maka amanat berat itu pun akhirnya berada di pundaknya.” (Taisirul Karimir Rahman, hal. 620)
Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana, tidaklah membiarkan manusia mengarungi kehidupannya dengan memikul amanat berat tanpa bimbingan Ilahi. Maka Dia pun mengutus para Rasul sebagai pembimbing mereka dan menurunkan Kitab Suci agar berpegang teguh dengannya serta mengambil petunjuk darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sungguh Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata, dan Kami turunkan bersama mereka Kitab Suci dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al-Hadid: 25)
Maka dari itu, jalan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala amatlah jelas dan terang, termasuk ibadah haji. Karena semuanya telah tercakup dalam Al-Qur`an dan Sunnah Nabi shallallah ‘alaihi wa sallam. Adapun rambu-rambu penting dalam beribadah yang dikandung Al-Qur`an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, semuanya bermuara pada dua perkara penting:
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. 2. Mengikuti tuntunan dan jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dua perkara tersebut merupakan pangkal kesuksesan dalam kehidupan di dunia dan juga di akhirat.
WAKTU MENYEMBELIH, MENGGANTINYA DENGAN MENYEDEKAHKAN NILAINYA (UANG), DAN SOLUSI MASALAH DAGING
Oleh Haiah Kibar Al-Ulama
Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam kepada orang yang tiada Nabi setelahnya. Amma ba'du.
Berdasarkan ketetapan dalam seminar ke-7 oleh Haiah Kibar Al-Ulama (Lembaga Ulama Besar) yang diselenggerakan di Thaif pada pertengahan pertama bulan Sya'ban 1395H, tentang memasukkan permasalahan "kurban tamattu dan qiran" pada jadwal kerja seminar ke-8 dan mempersiapkan kajian untuk hal tersebut, maka Lembaga dalam seminar ke-8 yang dilaksanakan di Riyadh pada pertengahan pertama bulan Rabi'ul Akhir 1396H, telah mencermati kajian yang dipersiapkan oleh Panitia Tetap Kajian Ilmiah dan Fatwa (Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta) tentang waktu dan tempat menyembelih kurban, hukum mengganti kurban dengan menyedekahkan nilainya (uang) dan solusi tentang masalah daging.
Dan setelah saling mengemukakan pendapat, maka dengan konsensus ditetapkan beberapa hal sebagai berikut.
[1]. Tidak boleh mengganti hewan kurban untuk haji tamattu' dan haji qiran dengan sedekah dengan uang yang senilainya, berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma yang melarang hal tersebut. Sebab yang dimaksudkan kurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih kurban seperti disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya" [Al-Hajj : 37]
Dan karena salah satu dari beberapa kaidah syari'ah adalah menutup berbagai (Sadduz Dzarai). Sedangkan mengganti dengan nilai (uang) akan mengarah kepada mempermainkan hukum Islam. Seperti seseorang akan mengeluarkan ongkos haji untuk digantikan orang lain karena sulitnya melaksanakan haji pada saat ini. Dan bahwa maslahat ada tiga macam ; maslahat yang dinilai berdasarkan ijma', maslahat yang ditiadakan berdasarkan ijma, dan maslahat yang dibebaskan (maslahat mursalah). Sedangkan membayar kurban dengan uang adalah maslahat yang ditiadakan karena bertentangan dengan berbagai dalil. Maka dia tidak boleh diberlakukan.
[2]. Mayoritas anggota masjlis menetapkan bahwa waktu menyembelih kurban adalah empat hari, yyitu hari Id dan tiga hari setelahnya, dan diperbolehkan menyembelih kurban pada malam hari pada hari-hari tasyriq berdasarkan firman Allah.
"Artinya : Supaya mereka menyaksikan berbagai manfa'at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan [1] atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak [2], Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian) lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran 3) yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar 4) mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)" [Al-Hajj : 28-29]