Di zaman sekarang ini, banyak wanita, kaum Muslimah, yang kehilangan suri tauladan. Betapa banyak diantara kita yang menjadikan orang-orang fasik sebagai contoh dalam kehidupan, atau paling tidak yang paling sering kita baca dan dengar kisahnya, menyebut mereka sebagai bintang. Padahal dari kisah-kisah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, ada banyak tokoh wanita yang patut dijadikan suri tauladan. Merekalah bintang yang sesungguhnya.
Dimana posisi kita dibandingkan dengan Masyitha, wanita tukang sisir puteri Fir’aun, yang tetap teguh menyaksikan anak-anaknya satu persatu dimasak ke dalam minyak panas untuk membuat dirinya berpaling dari tauhid kepada Allah, hingga akhirnya dia dan bayinya beserta seluruh anaknya mati dalam siksaan Fir’aun itu? Pada saat ini, kita hanya sekedar mendengarkan cemoohan orang-orang bodoh dan benci terhadap ajaran Islam, yang mengatakan bahwa mengenakan Jilbab adalah tanda keterbelakangan, kita menjadi malu dan rela menaggalkan hijab dan membuka aurat, padahal kita juga menginginkan surga!
Dimana posisi kita dibandingkan dengan Asiah, sang Ratu isteri Fir’aun, yang rela meninggalkan kedudukannya sebagai wanita utama di dunia, di kerjaan seseorang yang paling berkuasa saat itu, dengan tabah menjalani siksaan yang begitu pedih untuk memeprtahankan aqidahnya, hanya berharap kepada Allah untuk menjadikannya pemilik rumah di Surga. Sedangkan kita pada saat ini, hanya sekedar menampakkan agama dan menjalankan sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam pun kita malu, dan bahkan mencemooh orang-orang yang teguh di atas sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Padahal kita juga mengharapkan Surga!
Berikut adalah hasil rekaman tabligh akbar:
Materi 1: | {audio}http://dc224.4shared.com/img/322786627/981325b7/dlink__2Fdownload_2F322786627_2F981325b7_3Ftsid_3D20100622-121007-10930a3e/preview.mp3{/audio} |
Materi 2: | {audio}http://dc224.4shared.com/img/322797720/826994f6/dlink__2Fdownload_2F322797720_2F826994f6_3Ftsid_3D20100622-121203-13ecb188/preview.mp3{/audio} |
Tanya Jawab: | {audio}http://dc221.4shared.com/img/322722664/a0a43eff/dlink__2Fdownload_2F322722664_2Fa0a43eff_3Ftsid_3D20100622-121410-2faf9be3/preview.mp3{/audio} |
Sumber: almakassari.com
Ringkasan Transkrip Audio:
Minhajul Anbiya fi Tazkiyaun Nufus
Oleh: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
---------------------------------------------------
Pendahuluan
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tazkiyatun nafsi atau tazkiyatun nufus. Ketahuilah bahwasanya tazkiyatun nafsi atau tazkiyatun nufus memberisihkan jiwa, hati dan batin seseorang, ini merupakan hal yang amat penting, merupakan hal yang menjadi misi para nabi dan misi para rasul ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus mereka ke muka bumi ini. Diantara misi mereka adalah untuk mengajak manusia membersihkan jiwa-jiwa mereka, hati-hati mereka, dari kesyirikan kepada tauhid, dari kemunafikan kepada keikhlasan. Dari kekufuran kepada iman, dari bid’ah kepada sunnah dan seterusnya. Maka dari itu banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang tazkiyatun nufus, bahwa misi para rasul alaihimus shalatu was salam, adalah untuk mensucikan jiwa manusia. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang juga akan dibahas secara panjang lebar pada bab-bab, pada pembicaraan yang akan datang, adalah surah Al-Jumu’ah ayat 2.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (QS Al-Jumu’ah [62] : 2)
Nah, ayat ini adalah serbagai bukti terkabulnya doa nabiyullah Ibrahim as tatkala dia memohon kepada Allah azza wa jala dengan doanya
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqarah [2] : 129)
Kemudian ayat berikutnya yang disebutkan dalam Al-Qur’anul Karim tentang mensucikan jiwa yaitu firman Allah dalam surat Al-Imran ayat yang ke 164, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al-Imran [3] : 164)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala, tatkala menerangkan firman Allah وَيُزَكِّيهِمْ – mensucikan jiwa-jiwa mereka – beliau mengatakan: “Rasul itu memerintahkan mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah mereka dari kemungkaran, agar menjadi suci jiwa-jiwa mereka, dan agar menjadi bersih dari noda-noda kotoran yang dahulunya mereka tercemar dengan kotoran-kotoran dan noda-noda itu, tatkala mereka dalam keadaan kesyirikan dan kejahilan mereka.”
Selengkapnya: Audio Kajian: Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus