Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Madrasah Ramadhan - Tarbiyah Sunnah
🎙️ Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
📌 Masjid Umar bin Khathab Ma'had Tarbiyah Sunnah Bandung Barat
🗓️ Bandung, 23 Ramadhan 1446 / 23 Maret 2025

Kitab Miftah Daris Sa'adah: Poin ke-63 sampai 65
Karya Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah

Poin #63: Allah ﷻ membanggakan orang yang berada di majelis ilmu di hadapan para malaikat.

Allah ﷻ membanggakan kepada para malaikat-Nya orangorang yang mengkaji ilmu dan mengingat-Nya serta memuji-Nya karena apa yang Dia karuniakan kepada mereka.

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Muhammad bin Basyar, dari Marhum bin Abdul-Aziz al-Aththar, dari Abu Na'amah dari Abu Utsman, dari Abu Sa'id al-Khudri,

خَرَجَ مُعَاوِيَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى حَلْقَةٍ فِي المسْجِدِ، فَقَالَ: مَا أَجْلَسَكُمْ؟ قَالُوا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ. قَالَ: آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلاَّ ذَاكَ؟ قَالُوْا: مَا أَجْلَسَنَا إِلاَّ ذَاكَ، قَالَ: أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُم تُهْمَةً لَكُمْ وَمَا كَانَ أَحَدٌ بِمَنْزِلَتِي مِنْ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَلَّ عَنْهُ حَدِيثاً مِنِّي: إِنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ:”مَا أَجْلَسَكُمْ؟ “قَالُوْا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ، وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَاهَدَانَا لِلإِسْلامِ، وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا. قَالَ:”آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلاَّ ذَاكَ؟ قَالُوْا: وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلاَّ ذَاكَ. قَالَ:”أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ، وَلِكنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيْلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّه يُبَاهِي بِكُمُ المَلاَئِكَةَ

Mu'awiyah keluar ke mesjid dan bertanya, "Mengapa kalian duduk di sini?" Mereka menjawab, "Kami duduk di sini mengingat Allah Azza wa Jalla." Muawiyah berkata lagi, "Demi Allah, benarkah hanya untuk itu kalian duduk di sini?" Mereka menjawab, "Demi Allah, tidak ada yang membuat kami duduk di sini kecuali mengingat-Nya." Muawiyah berkata lagi, "Ketahuilah, bukannya saya menyumpahi -kalian karena tidak percaya, tetapi Rasulullah pernah pergi menuju majelis para sahabat beliau seraya berkata, 'Apa yang membuat kalian duduk di sini?'

Para sahabat menjawab, 'Kami duduk di sini untuk mengingat Allah ﷻ dan memujiNya atas petunjuk-Nya kepada kami menuju Islam serta karena Dia mengutus Anda kepada kami.'

Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, 'Demi Allah, benarkah hanya untuk itu kalian duduk di sini.' Mereka menjawab, 'Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu.' Maka beliau bersabda, 'Saya menyumpahi kalian bukannya tidak percaya, tetapi Jibril telah mendatangiku dan mengabariku bahwa Allah ﷻ membanggakan kalian di hadapan para malaikat.'"

Diriwayatkan Muslim, at-Tirmidzi (3379) dan an-Nasa'i (VIII/249).

Imam Tirmidzi berkata, "Ini adalah hadits hasan gharib yang tidak saya ketahui kecuali dari jalur ini. Abu Na'amah as-Sa'adi namanya adalah Amru bin Isa, dan Abu Utsman an-Nahdi namanya adalah Abdurrahman bin Mai."

Catatan: Hadits gharib: Hadits yang hanya diriwayatkan oleh satu perawi.

Para sahabat kala itu duduk memuji Allah dengan mengingat sifat-Nya dan nikmat-Nya. Mereka mengingat kebaikan Islam dan mengingat karunia Allah yang sangat besar karena memberi mereka petunjuk kepada Islam dan dengan diutusnya Rasulullah ﷺ kepada mereka.

Pengetahuan tentang semua ini merupakan pengetahuan yang paling mulia dan tidak akan ada yang memperhatikannya kecuali orang-orang yang mendalam ilmunya. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, agama dan Rasul-Nya. Semuanya itu disukai, dimuliakan, dan mendatangkan rasa gembira. Wajarlah apabila orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang semua ini dibanggakan oleh Allah ﷻ kepada para malaikat.

Sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi ﷺ memberitahu seseorang yang suka membaca surah al-Ikhlash dan berkata, "Saya menyukainya karena ia merupakan sifat Yang Maha Pengasih Azza wa Jalla." Rasulullah berkata kepada orang itu, "Cintamu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga." (HR. Bukhari dan Muslim)

Catatan:
- Sunnah Takririyah: Perbuatan atau ucapan yang dilakukan sahabat Nabi ﷺ dan disetujui atau dibiarkan. Maka, statusnya menjadi sunnah.
- Karena banyak perbuatan sahabat yang diingkari Rasulullah ﷺ, seperti Rasulullah ﷺ membanting dan membuang cincin emas seorang sahabat yang dipakainya.
Contoh lainya Larangan berkata: “Masya Allah wa Syi’ta (Atas Kehendak Allah Dan Kehendakmu)” yang pernah diucapkan sahabat dan dilarang Nabi ﷺ.
- Hadits muallaq adalah hadits yang sanadnya terputus di awal, baik satu rawi atau lebih secara berurutan.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah bersabda kepada para sahabat agar memberitahukan orang yang suka membaca surah al-Ikhlash tersebut, "Beritahu dia, sesungguhnya Allah mencintainya." Ini menunjukkan bahwa orang yang mencintai sifat-sifat Allah ﷻ , maka Allah ﷻ mencintainya dan memasukkannya ke dalam surga.

Golongan Jahmiah adalah orang-orang yang paling tidak setuju akan sifat-sifat tersebut bagi Allah ﷻ. Mereka mencela orang yang menyebut, membaca, mengumpulkan, dan menghafal sifat-sifat Allah. Karena itulah, mereka dibenci dan dicerca umat dan para ulama. Allah ﷻ lebih marah dan murka kepada mereka sebagai balasan yang setimpal.

Al-Jahmiah adalah kelompok yang dinisbahkan kepada Jahm bin Shafwan as-Samarqandi. Dia yang menyatakan tidak adanya sifat-sifat Allah ﷻ. Lihat ath-Thahawiyah (hlm. 522) dan al-Farq baina al~Firaq karya al-Baghdadi (hlm. 211). 

Poin #64:Orang Berilmu adalah Perantara Sampainya Wahyu pada Umat

Sesungguhnya kedudukan yang paling tinggi di sisi Allah ﷻ adalah posisi kerasulan dan kenabian. Allah ﷻ memilih dari para malaikat dan dari manusia beberapa utusan. Sudah barang tentu mereka menjadi hamba paling mulia di sisi-Nya, karena mereka adalah perantara antara Dia dan hamba-hambaNya. Mereka menyampaikan risalah, memperkenalkan nama-nama-Nya, sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum-Nya, keridhaan-Nya, dan pahala serta siksaan kepada hamba-hamba-Nya. Allah ﷻ mengkhususkan mereka dengan wahyu dan kemurahan-Nya, serta memilih mereka untuk mengemban risalah-Nya kepada hamba-hamba. Juga menjadikan mereka sebagai makhluk yang paling bersih jiwanya, paling mulia akhlaknya, paling sempurna ilmu dan amalnya, paling indah parasnya, paling diterima oleh manusia. Allah membersihkan mereka dari sifat bodoh, tuli, cacat, dan dari segala sifat yang hina.

Allah ﷻ menjadikan derajat yang paling tinggi sesudah mereka derajat kekhalifahan dan penggantian mereka atas umat. Mereka menggantikan para rasul  dalam cara hidup, dalam menasehati umat, memberikan petunjuk kepada orang sesat, mengajar orang-orang bodoh, menolong orang yang dizalimi, memerintahkan umat melakukan kebaikan, dan melarang kemungkaran. Juga menyeru orang-orang yang menyambut ajakan menuju Allah dengan penuh kebijaksanaan, memberi nasehat dengan baik kepada orang-orang yang enggan dan lalai, serta mendebat mereka yang menentang tuntunan risalah. Inilah sikap para rasul dan para ahli waris para Nabi ﷺ.

Allah ﷻ berfirman,

ِقُلْ هَٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

"Katakanlah, 'Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah (argumentasi) yang nyata.' (Yusuf: 108)

Ada dua pendapat tentang makna ayat ini.
- Pertama, aku dan orang yang mengikutiku berada di atas bukti yang nyata dan saya mengajak kalian kepada Allah.
- Kedua, aku mengajak kepada Allah dengan bukti nyata (ilmu).

Namun kedua makna tersebut saling terkait, sebab tidak menjadi pengikut yang hakiki kecuali orang yang menyeru ke jalan Allah dengan argumentasi yang jelas sebagaimana yang dilakukan orang yang diikuti Muhammad ﷺ.

Mereka itu sungguh-sungguh penerus dan ahli waris para nabi bagi manusia. Mereka adalah orang-orang berilmu yang menunaikan, mengajarkan, dan menyampaikan apa yang dibawa Nabi ﷺ dengan penuh kesbaran. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan para pengikut nabi-nabi yang paling utama. Pemimpin dan imam mereka adalah ash-Shiddiq, Abu Bakar Radhiyallahu’anhu. Allah ﷻ berfirman,

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًا. ذَٰلِكَ ٱلْفَضْلُ مِنَ ٱللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ عَلِيمًا

Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersamasama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, ash-shiddiqiin (orang-orang yang keimanannya dijamin selamat), orang-orang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman baik yang sebaikbaiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah dan Allah cukup mengetahui." (an-Nisa': 69-70)

Dalam ayat ini Allah ﷻ menyebutkan tingkatan-tingkatan orang-orang yang berbahagia. Tingkatan tersebut ada empat, dan Allah memulai dengan mereka yang berada di tingkatan tertinggi. Keempat golongan inilah para penghuni surga: nabi-nabi, ash-shiddiqiin (orang-orang yang keimanannya dijamin selamat), orang-orang mati syahid, dan orang-orang saleh.

Semoga Allah ﷻ menjadikan kita termasuk dari golongan ini.

Catatan:

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Yasin Ayat 3-4:

إِنَّكَ لَمِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ. عَلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, (yang berada) diatas jalan yang lurus,

Inilah jalannya para Nabi dan Rasul seperti yang disebut dalam surat An-Nisa ayat 69.

Poin #65: Manusia dan Binatang terbedakan dengan Ilmu.

Manusia berbeda dengan binatang adalah karena keutamaan ilmu dan kemampuan berbicara. Selain karena kedua hal tersebut manusia, tidak ada bedanya dengan binatang. Bahkan, binatang melebihi manusia. Binatang lebih banyak makan, lebih kuat, lebih banyak jumlah dan keturunan serta lebih panjang umurnya. Apabila manusia tidak memiliki ilmu, maka yang ada pada dirinya adalah hal-hal yang sama-sama dimiliki oleh binatang, yaitu sifat kebinatangan semata.

Jika demikian adanya, maka dia tidak memiliki kelebihan lagi di atas binatang, bahkan bisa jadi lebih buruk lagi. Allah ﷻ berfirman tentang golongan ini,

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ.  وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لَأَسْمَعَهُمْ ۖ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ

Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun. Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).” (QS. Al-Anfaal: 22-23).

Artinya, di dalam diri mereka tidak ada tempat untuk menerima kebaikan, karena seandainya dalam diri mereka masih ada tempat untuk menerima kebaikan, pasti Allah ﷻ akan membuat mereka memahaminya. Maksud mendengar dalam ayat sini adalah mendengar dengan pemahaman. Sebab, mendengar suara semata sudah terjadi pada mereka dan inilah yang akan membuat mereka menerima siksa Allah. Allah ﷻ berfirman,

وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً ۚ صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

"Dan perumpamaan orang yang menyeru orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (al-Baqarah: 171)

Ada dua kemungkinan dalam makna ayat terakhir ini.

  • Pertama: perumpamaan orang yang menyeru orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang dan binatang itu hanya mendengar suara semata.
  • Kedua: perumpamaan orang-orang kafir ketika diseru adalah seperti binatang yang dipanggil, ia tidak mendengar kecuali suara panggilan saja.

Kedua pendapat tersebut adalah koheren, bahkan satu, meskipun makna kedua lebih dekat dengan lafal dan lebih tepat dalam maknanya. Berdasarkan hal ini, maka seruan bagi mereka hanya seperti suara panggilan bagi binatang, tanpa ada hasil lainnya yang lebih utama. Maka dalam diri orang-orang tersebut belum terwujud hakikat manusia yang membedakan mereka dari binatang. Dan yang dimaksud dengan pendengaran dalam ayat-ayat di atas adalah mengenali suara dan memahami maknanya, artinya menerima dan memenuhi panggilan itu.

Dalam Al-Qur'an ada tiga ayat yang berhubungan dengan hal ini.

1. Pertama, firman Allah ﷻ,

قَدْ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوْلَ ٱلَّتِى تُجَٰدِلُكَ فِى زَوْجِهَا وَتَشْتَكِىٓ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَآ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌۢ بَصِيرٌ

"Sesungguhnya Allah telah mendengarkan perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan halnya kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (al-Mujadalah: 1)

Ayat ini sangat tegas dalam menetapkan sifat mendengar bagi Allah ﷻ. Dalam ayat ini disebutkan bentuk madhi (lampau), mudhari' (sekarang dan mendatang) serta isim fa 'il (bentuk kata pelaku) dari kata mendengar, yaitu:

سَمِيْعٌ - يَسْمَعُ - سَمِعَ

Aisyah Radhiyallahu’anha pernah berkata, "Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya meliputi semua suara. Telah datang seorang wanita mengadu kepada Rasulullah ﷺ dan kala itu saya berada di samping rumah namun sebagian ucapannya tidak dapat saya dengar. Kemudian Allah ﷻ menurunkan ayat, 'Sesungguhnya Allah telah mendengarkan perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya.'

2. Kedua, mendengar dengan memahami. Allah ﷻ berfirman,

وَلَوْ عَلِمَ ٱللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لَّأَسْمَعَهُمْ ۖ

"Kalau Allah mengetahui kebaikan yang ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar." (al-Anfaal: 23)

Artinya, membuat mereka dapat memahami. Dan firman-Nya,

وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوا۟ وَّهُم مُّعْرِضُونَ

"Dan seandainya Allah menjadikan mereka mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari yang mereka dengar itu).'' (al-Anfaal: 23)

Hal ini karena di dalam hati mereka ada sifat sombong dan keengganan menerima kebenaran. Maka dalam diri mereka ada dua cacat.
- Pertama; mereka tidak memahami kebenaran karena kebodohannya.
- kedua; seandainya mereka paham, niscaya mereka enggan menerima kebenaran itu karena kesombongan mereka. Inilah puncak cacat dan kekurangan.

3. Ketiga, mendengar dengan yang menerima dan memenuhi panggilan, seperti dalam firman Allah ﷻ,

لَوْ خَرَجُوا۟ فِيكُم مَّا زَادُوكُمْ إِلَّا خَبَالًا وَلَأَوْضَعُوا۟ خِلَٰلَكُمْ يَبْغُونَكُمُ ٱلْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّٰعُونَ لَهُمْ ۗ

"Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka. Dan, tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu. Sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka." (at-Taubah: 47)

Artinya, menerima dan memenuhi ajakan. Di antaranya juga firman Allah ﷻ,

سَمَّٰعُونَ لِلْكَذِبِ

"Amat suka mendengar berita-berita bohong." (Al-Ma'idah : 41)

Artinya, mereka menerima dan memenuhinya. Juga seperti ucapan seseorang yang sedang menunaikan shalat,  سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ (mudah-mudahan Allah mendengarkan orang yang memujinya).

Artinya, mudah-mudahan Allah menjawab pujian dan doa orang yang memuji dan memohon kepada-Nya. Dan sabda Nabi ﷺ, "Jika imam berkata, 'Sami'al-Lahu liman hamidah', 'semoga Allah mendengar orang yang memujiNya', maka berkatalah, 'Rabbana' wa lakal-hamdu ('Tuhan kami, hanya kepada-Mu kami memuji'), niscaya Allah ﷻ mendengarnya." (HR Bukhari dan Muslim) Maksudnya, niscaya Allah akan menjawabnya.

Inti dari poin ini bahwa manusia apabila tidak memiliki ilmu yang memperbaiki kehidupan dunia dan akhiratnya, maka binatang lebih baik daripada dirinya. Karena di akhirat kelak binatang akan selamat dan tidak akan disiksa, tidak seperti manusia-manusia yang bodoh.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم