Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Madrasah Ramadhan - Tarbiyah Sunnah
🎙️ Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
📌 Masjid Umar bin Khathab Ma'had Tarbiyah Sunnah Bandung Barat
🗓️ Bandung, 28 Ramadhan 1446 / 28 Maret 2025



Kitab Miftah Daris Sa'adah: Poin ke-81 
Karya Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah

Poin#81: Keutamaan ilmu itu diketahui dari mengetahui lawannya. Bagian-4

Allah ﷻ berfirman,

وَعَادًا وَثَمُودَا۟ وَقَد تَّبَيَّنَ لَكُم مِّن مَّسَٰكِنِهِمْ ۖ وَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ أَعْمَٰلَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ ٱلسَّبِيلِ وَكَانُوا۟ مُسْتَبْصِرِينَ

"Dan juga kaum 'Ad dan Tsamud; sesungguhnya telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Dan setan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam." (al-'Ankabut : 38)

Ini menunjukkan bahwa ucapan mereka (kaum Ad) dalam firman Allah surah al-Huud ayat 53,

قَالُوا۟ يَٰهُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِىٓ ءَالِهَتِنَا عَن قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ

"Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu," adalah karena pengingkaran dan pembangkangan mereka, atau ketidakpercayaan mereka terhadap ayat-ayat-Nya.

Allah ﷻ telah menjelaskan bahwa Kaum Tsamud telah kafir walaupun mereka benar-benar mengetahui kebenaran tersebut. Karena itu Allah ﷻ berfirman,

وَءَاتَيْنَا ثَمُودَ ٱلنَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا۟ بِهَا ۚ

"Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu." (al-lsraa: 59)

Artinya, unta tersebut sebagai bukti yang nyata (dapat dilihat). Dan ini seperti firman Allah, "Dan Kami jadikan tanda siang itu terang." (al-lsraa": 12) Maksudnya, bercahaya.

Arti sebenarnya dari lafal mubshirah adalah bahwa ayat itu akan menyebabkan orang yang melihatnya dapat melihat dengan jelas. Maka, ayat tersebut pasti membuat orang yang melihatnya karena la adalah penjelas. Kata, melihatnya.

Seperti dalam firman Allah ﷻ, artinya dia "Maka, melihatlah olehnya (Musa) dari kejauhan." (al-Qashash: 11)

بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا۟ بِهِۦ

"(Samiri berkata) Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya." (Thaahaa: 96) 

Adapun kata “absharahu” memiliki dua makna.
- Pertama: membuat seseorang melihat sesuatu, seperti ayat siang dan ayat Tsamud di atas.
- Kedua, melihat sesuatu (roahu ), seperti ucapan Anda “abshortu zaidun, saya melihat Zaid'.

Dan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Syuraih al-Adawi bahwa ia berkata kepada seseorang, “Saya beritahukan kepadamu perkataan Rasulullah ﷺ pada hari Fath Makkah yang saya dengar dengan kedua telinga saya dan saya pahami dengan hati, serta kedua mata saya melihat sendiri, beliau ketika mengatakannya (wa abshortu 'ainaii)".

Dan firman Allah ﷻ:

فَتَوَلَّ عَنْهُمْ حَتَّىٰ حِينٍ. وَأَبْصِرْهُمْ فَسَوْفَ يُبْصِرُونَ

Maka berpalinglah kamu (Muhammad) dari mereka sampai suatu ketika. Dan lihatlah mereka, maka kelak mereka akan melihat (azab itu). (Ash-shafaat ayat 174-175).

Dikatakan bahwa maknanya adalah terangkanlah kepada mereka tentang hal-hal yang telah ditetapkan atas mereka tentang tawanan, perang, dan azab di akhirat. Maka, mereka akan melihatmu dan apa yang telah ditetapkan bagimu berupa kemenangan, kekuatan, dan balasan baik dari Allah. Maksudnya, ayat ini adalah objek yang dilihat dan didekatkan kepada mereka sehingga seakan-akan berada di depan kedua mata mereka. Intinya, ayat ini mengharuskan mereka melihat dengan hati.

Tetapi mereka lebih memilih kesesatan dan kekafiran, padahal mereka mengetahui dan meyakini kebenaran tersebut.

Karena itulah, Allah menyebutkan kisah orang-orang tersebut di antara kisah umat-umat lainnya dalam surah wasy-syams wadhu-dhuhaha, karena di dalam surah tersebut Allah menyebutkan terbaginya jiwa manusia kepada jiwa yang suci, bijak, dan mendapat petunjuk, serta jiwa yang jahat, sesat, dan sengsara. Dalam ayat tersebut juga disebutkan dua hal pokok, yaitu ketetapan qadar dan ketetapan syara'.

Allah ﷻ berfirman,

فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ ۝٨

"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (asy-Syams: 8)

Ini adalah ketetapan qadar dan qadha' Allah. Kemudian Allah berfirman,

قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ ۝٩ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ ۝١٠

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (asy-Syams: 9-10)

Ini adalah perintah dan agama-Nya. Allah telah memberikan petunjuk kepada Kaum Tsamud tetapi mereka lebih memilih kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk.

Maka, Allah menyebutkan kisah mereka untuk menjelaskan akibat bagi orang yang lebih memilih kejahatan atas ketakwaan, dan kekekjian atas kesucian. Allah lebih mengetahui atas apa yang Dia kehendaki.

Kelompok kedua ini mengatakan bahwa cukup sebagai bukti atas pendapat mereka informasi Allah ﷻ tentang ucapan orang-orang kafir setelah melihat azab dan hari kiamat serta menyaksikan apa yang diberitakan para rasul,

يٰلَيْتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِاٰيٰتِ رَبِّنَا وَنَكُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ۝٢٧  بَلْ بَدَا لَهُمْ مَّا كَانُوْا يُخْفُوْنَ مِنْ قَبْلُۗ وَلَوْ رُدُّوْا لَعَادُوْا لِمَا نُهُوْا عَنْهُ وَاِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ

"Kiranya kami dikembalikan ke dunia dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan Kami, serta menjadi orang-orang yang beriman," (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan) tetapi sebenarnya telah nyata kepada mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu sembunyikan. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Sesungguhnya mereka itu adalah pendustapendusta belaka." (al-An'aam: 27-28)

Pengetahuan apa lagi yang lebih jelas dari pengetahuan seseorang yang telah menyaksikan hari kiamat dan segala kejadiannya serta merasakan azab akhirat. Akan tetapi, jika dia dikembalikan ke dunia, dia tetap akan memilih jalan yang sesat dan enggan mengikuti petunjuk, tanpa mengambil manfaat dari apa yang ia lihat dan saksikan.

Allah ﷻ berfirman,

۞ وَلَوْ اَنَّنَا نَزَّلْنَآ اِلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتٰى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَّا كَانُوْا لِيُؤْمِنُوْٓا اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُوْنَ ۝١١١

"Kalau Kami turunkan malaikat kepada mereka dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka serta Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (al-An'aam: 111)

Apakah setelah para malaikat turun secara terang-terangan, orang-orang yang telah mati berbicara dan bersaksi akan kebenaran Rasulullah, serta segala sesuatu di dunia dikumpulkan di hadapan mereka dengan menunjukkan kebenaran-Nya maka mereka tetap tidak beriman, tidak tunduk kepada kebenaran, dan tidak membenarkan Rasul? Apabila kita lihat kembali sejarah Rasulullah ﷺ bersama kaumnya dan orangorang Yahudi, maka akan kita ketahui bahwa mereka sangat yakin kepada kebenaran beliau dan kebenaran apa yang beliau sampaikan. Akan tetapi, mereka tetap memilih kesesatan dan enggan untuk beriman.

Al-Mussawwir bin Makhramah Radhiyallahu’anhu berkata kepada Abu Jahl, pamannya, "Apakah engkau pernah menuduh Muhammad berdusta sebelum dia menyampaikan seruannya?" Abu Jahl berkata, "Semoga Allah melaknatnya. Demi Allah, ketika Muhammad masih belia dia dijuluki al-amiin (terpercaya). Kami sama sekali tidak pernah melihat ia berbohong, dan setelah ia dewasa tentu dia tidak mungkin berbohong atas nama Allah!" Lalu Al-Mussawwir berkata, "Wahai pamanku, kalau begitu mengapa engkau tidak mengikutinya?" Abu Jahl menjawab, "Wahai anak saudaraku, kita memperebutkan kemuliaan dengan Bani Hasyim! Mereka memberikan makan dan minum kepada orang-orang yang membutuhkannya, kita juga melakukannya. Mereka menolong orang lemah, kita juga melakukannya. Ketika kami sama-sama mendapat kemuliaan, mereka berkata, 'Dari kami ada seorang Nabi, kapan kalian bisa menyusul?"'

🏷️ Kisah ini tidak benar, karena al-Musawwir bin Makhramah Radhiyallahu’anhu lahir di Mekkah dua tahun setelah hijrah Nabi ﷺ, dan dia tidak bertemu dengan Abu Jahl. Abu Jahl sendiri terbunuh dalam perang Badar yang terjadi pada tahun dua Hijriyah, jadi tidak mungkin al-Musawwir berjumpa dan berbicara dengannya.

Seperti Umayyah bin Abi ash-Shalth yang dari hari ke hari menunggu kehadiran Nabi Muhammad ﷺ  ., ia juga tahu tentang kenabian beliau sebelum beliau diangkat sebagai nabi. Namun, setelah Abu Sufyan memberitahunya dan dia meyakini kebenarannya dia berkata, "Saya sama sekali tidak beriman dengan seorang nabi selain dari bani Tsaqif." Kisahnya bersama Abu Sufyan ini perjalanan cukup terkenal. Heraklius juga yang meyakini dan tidak meragukan bahwa Muhammad adalah seorang rasul Allah. Tapi dia lebih memilih kesesatan dan kekafiran demi mempertahankan kekuasaannya.

(Kisah Heraklius diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahihnya (1/31). 

Tatkala orang Yahudi bertanya kepada Rasulullah ﷺ. tentang sembilan tandatanda yang nyata, beliau menjelaskannya kepada mereka lalu mereka mencium tangan beliau dan berkata, "Kami bersaksi bahwa engkau adalah seorang Nabi." Kemudian Rasulullah ﷺ berkata kepada mereka, "Lalu apa yang menghalangi kalian untuk mengikutiku?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya Daud alaihissalam berdoa supaya senantiasa ada nabi dari keturunannya. Kami khawatir jika kami mengikutimu, maka orang-orang Yahudi itu akan membunuh kami."

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (5/2733), ia berkata ini adalah hadits hasan shahih, juga diriwayatkan IbnuMajah (2/3705) dengan isnad lemah (dha'if). 

Orang-orang Yahudi tersebut telah meyakini kebenaran kenabian dan mereka menyatakan hal itu, tetapi mereka tetap memilih kekafiran dan kesesatan. Mereka tidak menjadi orang-orang muslim dengan kesaksian tersebut.

- Ada yang berpendapat bahwa orang kafir tidak menjadi muslim jika ia hanya bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah tanpa bersaksi akan keesaan Allah.

- Ada juga yang berpendapat bahwa dengan kesaksian bahwa Muhammad adalah Rasulullah maka, dia telah menjadi muslim.

- Ada juga yang berpendapat bahwa apabila kekafirannya karena mendustakan Rasul seperti orang Yahudi, maka dengan bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah dia menjadi muslim. Apabila kekafirannya karena kemusyrikan seperti orang-orang Nashrani dan orang-orang musyrik, maka dia tidak menjadi muslim kecuali dengan bersaksi akan ketauhidan Allah.

Ketiga pendapat ini ada dalam mazhab imam Ahmad bin Hambal dan yang lainnya.

🏷️ Berdasarkan hal ini, maka orang-orang Yahudi yang menyatakan kerasulan Nabi Muhammad ﷺ tidak diakui sebagai muslim. Karena sekedar pengakuan akan kebenaran risalah beliau tidak otomatis membuat seseorang menjadi muslim kecuali dengan mentaati dan mengikuti beliau.

Sehingga seseorang yang berkata, "Saya tahu bahwa dia adalah seorang nabi, tapi saya tidak mengikutinya dan tidak ikut agamanya," maka dia adalah orang yang paling kafir, sebagaimana nasib orang-orang yang telah disebutkan di atas.

Dan merupakan kesepakatan para sahabat, tabi'in dan golongan ahli sunnah bahwa iman tidak cukup hanya dengan ucapan dan tidak pula hanya dengan pengetahuan hati. Akan tetapi, keimanan harus disertai dengan perbuatan hati, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, serta patuh kepada agama-Nya dan taat mengikuti Rasul-Nya.

Ini berbeda dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa keimanan adalah cukup dengan pengetahuan dan pengakuan hati. (Ini adalah pendapat golongan al-Jahmiyah dalam masalah iman.)

Dan pembahasan terdahulu cukup untuk membatalkan pendapat ini. Orang yang berpendapat bahwa keimanan cukup sekedar meyakini kebenaran Rasulullah dengan segala apa yang beliau bawa, meskipun tidak mengikutinya bahkan memusuhi dan memeranginya, maka itu mau tidak mau membawa kepada kesimpulan bahwa mereka itu adalah orang-orang mukmin.

Suatu kesimpulan yang menjadi konsekwensi pendapat ini. Karena itu, orang-orang yang berpendapat demikian terpaksa menjawab bantahan-bantahan atas mereka dengan jawaban yang memalukan bagi orang berakal untuk menyebutkannya. Seperti pendapat sebagian mereka bahwa sebenarnya kata-kata iblis kepada Allah hanya main-main dan dia tidak mengakui adanya Allah. Iblis juga tidak mengakui bahwa Allah adalah Tuhan dan Penciptanya, karena iblis tidak pernah tahu tentang hal itu.

🏷️ Ini adalah jawaban golongan Jahmiyah ketika dikatakan kepada mereka bahwa Iblis mengetahui Tuhannya dan dia bersumpah atas nama keagungan Tuhan dan dia meminta kepada Tuhannya supaya umurnya dipanjangkan sampai hari kiamat. Jawaban mereka atas itu adalah bahwa iblis mengolok-olokkan Allah ﷻ saat dia mengucapkan perkataan ini dan dia tidak pernah mengenal Tuhan! Mereka mengucapkan kata-kata kosong ini karena apabila mereka mengakui pengetahuan iblis akan Allah, maka mereka terpaksa menerima dengan ucapan mereka itu bahwa iblis beriman. Karena itulah mereka menjawab dengan ucapan serampangan seperti ini yang membuat bayi dalam kandungan tertawa.

Demikian juga Fir'aun dan kaumnya, mereka tidak mengetahui akan kebenaran Nabi Musa alaihissalam dan tidak meyakini adanya Pencipta.

Pendapat ini tentu merupakan kesalahan yang sangat memalukan. Kami berlindung kepada Allah agar tidak terjatuh dalam kesalahan seperti ini dan tidak membelanya serta tidak mengikutinya.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم