Sudahkah anda memiliki sebuah rumah ?
Atau sedang membangunnya ?
Atau anda masih tenggelam dalam impian indah utk mendirikan rumah ?
Hampir semua insan yang hidup di muka bumi ini berkeinginan memiliki tempat tinggal .
Dia bekerja memeras otak dan keringatnya demi mewujudkan cita-cita memmembangun sebuah rumah;
Tempat tinggal untuk dirinya bersama kelurga
Tempat berteduh dari hujan dan panas
Tempat memadu cinta dan kasih sayang bersama anak dan cucu.
Dan Alhamdulillah, sudah banyak yang memiliki rumah, namun biasanya kalau rumahnya belum bagus, dia berkeinginan untuk memperindah rumahnya
Dengan desain yang lebih indah dan elegant.
Lebih luas dan menarik dari luar dan dalam.
Dan Yang sudah memiliki rumah bagus nan mewah, kadangkala bila melihat rumah yang lebih indah, terbetik di hatinya untuk merenovasi rumahnya atau membangun rumah seperti yang dilihatnya.
Dia akan memilih lokasi yang lebih indah, lebih strategis, lebih aman dan lebih semuanya.
Kenapa tidak?
Emang tidak boleh?
Tentunya tidak apa-apa selama dari hasil yang halal dan sesuai dengan syari'at.
Namun, bila kita perhatikan dan renungkan, ternyata tidak sedikit dari manusia yang hidup di muka bumi ini, khususnya orang-orang miskin yang sampai mati belum sempat memiliki rumah.
Atau ada yang sudah menabung dari masa muda sampai tua, tapi belum juga tercapai rumah yang diimpikannya.
MUQODDIMAH
Ternyata ada sebagian kalangan yang melecehkan Sunnah “kunyah[1] ”. Penulis tahu hal ini ketika membaca komentar-komentar di situs kami. Menurut mereka: sok Arab, sok alim dan lainnya. Demikianlah sikap dan komentar sebagian kalangan tentang Sunnah ini. Bagaimanakah sebenarnya hakikat permasalahannya?! Insya Alloh pada kesempatan ini, akan kita bahas tentang jawabannya. Semoga Alloh subhanahu wa ta’aala selalu menambahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita.
DEFINISI KUNYAH
Kunyah adalah nama yang diawali dengan “Abu” atau “Ibnu” untuk laki-laki, seperti Abu Abdillah dan Ibnu Hajar. Sedangkan “Ummu” atau “Bintu” adalah untuk perempuan, seperti Ummu Aisyah dan bintu Malik.
Kunyah apabila bergabung dengan nama asli maka kunyah boleh diawalkan atau diakhirkan. Contoh Abu Hafsh Umar atau Bakr Abu Zaid. Namun yang lebih masyhur, kunyah diawalkan karena maksud dari kunyah adalah untuk menunjukkan kepada dzat bukan sebagai sifat.[2]
Kunyah secara umum merupakan suatu penghormatan dan kemuliaan.[3] Seorang peyair berkata:
أُكْنِيْهِ حِيْنَ أُنَادِيْهِ لِأُكْرِمَهُ
وَلاَ أُلَقِّبُهُ وَالسَّوْءَةُ اللَّقَبُ
Aku memanggilnya dengan kunyah sebagai penghormatan padanya
Dan saya tidak menggelarinya, karena gelar adalah jelek baginya.[4]
Namun terkadang kunyah juga bisa bermakna celaan seperti Abu Jahl, Abu Lahab dan lain sebagainya.[5]
Ada beberapa pertanyaan yang masuk seputar permasalahan muhrim, demikian para penanya menyebutnya, padahal yang mereka maksud adalah mahram. Perlu diluruskan bahwa muhrim dalam bahasa Arab adalah muhrimun, mimnya di-dhammah yang maknanya adalah orang yang berihram dalam pelaksanaan ibadah haji sebelum tahallul. Sedangkan mahram bahasa Arabnya adalah mahramun, mimnya di-fathah.
Mahram ini berasal dari kalangan wanita, yaitu orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). (Di sisi lain lelaki ini) boleh melakukan safar (perjalanan) bersamanya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram.
Mahram sendiri terbagi menjadi tiga kelompok, yakni mahram karena nasab (keturunan), mahram karena penyusuan, dan mahram mushaharah (kekeluargaan kerena pernikahan).
Kelompok pertama, yakni mahram karena keturunan, ada tujuh golongan: