Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam
Suami adalah Pemimpin
Suami adalah Pemimpin

Ibarat kata pepatah, bahtera yang memiliki dua nakoda pasti akan karam. Demikian juga dengan bahtera rumah tangga. Agar bahtera dan segenap orang yang menumpanginya selamat sampai tujuan maka tidak boleh ada dua nakoda dalam satu bahtera.

Dan ingatlah bahwa nakoda bagi bahtera rumah tangga adalah suami. Engkaulah pemimpin dalam rumah tangga.

Allah ﷻ berfirman:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ 

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa': 34)

وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ

Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Seorang lelaki adalah pemimpin atas keluarganya da ia akan ditanya tentang mereka.” (Hadits riwayat Al-Bukhari dalam Shahihnya (893) dan Muslim (4828).

Makna kepemimpinan yang dimaksud disini adalah kepemimpinan dalam tanggung jawab. Lelaki adalah pemimpin pertama dalam urusan rumah tangga, ia ibarat nahkoda kapal atau panglima dalam rumah tangga.

Dan sebuah kesalahan fatal apabila suami menyerahkan kepemimpinan ini kepada istri. Sebab Rasulullah ﷺ telah bersabda:

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً

Tidak akan beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada wanita.” (Hadits riwayat Al-Bukhari (4425) dari Abu Bakrah)

Oleh karena itu, suami dan istri harus memahami peran dan kedudukannya masing-masing. Istri harus memahami perannya dan suami juga harus memahami perannya. Suami bertanggung jawab menyukseskan mahligai rumah tangganya yang diibaratkan seperti sebuah perusahaan, yang mana kedua belah pihak telah menanamkan modal berharga yaitu hidup mati mereka berdua. Keduanya sama-sama bercita-cita dapat meraup laba yang tertinggi. Sungguh sebuah laba yang mulia, itulah laba Maknawi. Yaitu lahirnya generasi anak-anak yang shalih, yang diasuh oleh ayah dan ibu yang berbahagia dan taat kepada Allah. Keluarga muslim yang mampu membangun masyarakat, kemudian dari situ meraih kesuksesan besar yaitu surga. Hendaknya mereka berdua melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Menunaikan amanah yang telah Allah titipkan kepadanya.

Dalam membina kehidupan rumah tangga ini pemimpin harus bertindak sebagai pemimpin dan bawahan harus berlaku sebagai bawahan.

Rasulullah ﷺ telah bersabda:

إذا خرج ثلاثة في سفر فَلْيُؤَمِّرُوا أحدهم

“Jika kamu berjumlah tiga orang maka tunjuklah salah seorang menjadi amir (pemimpin)” (Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari hadits 'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu’anhu dan diHasankan oleh Al-'iraqi dalam Takhrij alihyaa').

Jadilah Seorang Pemimpin Yang Bijak Dan Penuh Kasih Sayang

Yaitu pemimpin rumah tangga yang jauh dari sifat diktator, otoriter, serakah dan mau menang sendiri. Tidak kasar dan pantang menyia-nyiakan kewajiban. Dia tidak menuntut hak lebih banyak dari yang semestinya. Bahkan lebih dari itu, ia lapang dada apabila hak yang semestinya ia dapatkan ternyata berkurang dari yang seharusnya.

Seorang pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang lapang menerima kritikan dan bersedia memperbaiki kesalahan. Inilah sifat ksatria sejati.

Jauhilah sifat pengecut dan kekanak-kanakan. pengecut adalah suami yang tidak siap menerima kritik dan enggan memperbaiki diri. Suami kekanak-kanakan yang menonjolkan sikap egois, pantang mengakui kesalahan dan enggan menyampaikan kata maaf.

Pentingnya Kerja Sama dan Tolong-menolong

Saudaraku, para suami yang mulia...

Istrimu adalah mitra kerjamu, maka perlakukanlah ia sebagai sahabat tercinta, bukan pembantu ataupun budak sahaya.

Rendahkanlah dirimu dan buang kesombongan. Ketahuilah, rendah diri tidak mengurangi kewibawaanmu bahkan akan menambah kemuliaan, kehormatan, dan harga dirimu.

Hidupkanlah sikap tolong-menolong di antara kalian atas dasar kebenaran dan keikhlasan, dalam kebaikan dan ketaqwaan.

Ketahuilah, ada beberapa urusan yang menjadi tanggung jawab suami secara khusus. Namun demikian, istri tidak dilarang untuk membantu menunaikannya, asalkan tidak melalaikan kewajiban utamanya.

Ada pula urusan yang menjadi tanggung jawab istri secara khusus. Namun demikian, suami juga tidak dilarang ikut membantunya sepanjang tidak mengganggu kewajiban utamanya.

Tanggung jawab istri adalah melayani suami dan mengatur urusan internal rumah tangga. Dan alangkah bahagia seorang istri apabila suami berupaya untuk membantu meringankan bebannya. Demikianlah yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.

Al-Aswad berkata, “Saya bertanya kepada “Aisyah Radhiyallahu’anha, “Apa yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ untuk keluarganya? la menjawab, Beliau selalu membantu urusan rumah tangga dan apabila datang waktu shalat, beliau bergegas menunaikannya.” (Hadits riwayat Al-Bukhari).

Alangkah indahnya saat-saat itu bagi istri, saat di mana suami ada di sisinya sembari membantu menunaikan tugas-tugas kesehariannya dengan sepenuh lapang dada dan hati tulus ikhlas.

Sebaliknya, betapa menyebalkan saat-saat di mana ia sendirian memeras keringat untuk menunaikan tugas yang begitu berat. Pekerjaan seakan tak kunjung berakhir, setiap selesai pekerjaan yang satu, di hadapannya telah menanti pekerjaan yang lain. Keringat bercucuran dan nafas pun terengah-engah, sementara sang suami duduk santai atau tiduran sambil sesekali berteriak, “Sudah selesai atau belum?” Kalaupun ia mendekati dan memandangnya, sekedar untuk mencela dan menuduhnya serba kurang?!

Sekalipun bantuan itu sepele namun itu sangat besar nilainya. Istrimu akan semakin merasakan kepemimpinan dan kemampuanmu, serta keberadaanmu sebagai pemegang kendali keluarga. Bantuan adalah bukti kasih sayang, dan akan mendatangkan kebahagian. Pepatah mengatakan, “Pemimpin umat adalah pelayannya.”

Musyawarah

Wahai suami yang shalih...

Berusahalah untuk selalu bermusyawarah dengan istrimu, karena hal itu mengandung kebaikan yang melimpah ruah dan membangun kebahagiaan di antara kalian berdua.

Dengan musyawarah akan tercipta ketenangan hati istrimu dan iapun merasa di hargai. Ketika engkau menempatkannya pada kedudukan yang sepadan, niscaya akan semakin hangat hubungan cinta kasih kalian berdua. Musyawarah menjadikan istrimu merasa ikut memiliki tanggung jawab sehingga akan menumbuhkan kemampuannya berpikir dan mengatur urusan yang lebih besar. Rasulullah adalah sosok suami yang senantiasa menghargai pendapat istrinya. Tidak ada sedikitpun sikap meremehkan atau menihilkannya. Simaklah kisah yang tercatat dalam sejarah Islam ini, yaitu kisah perjanjian Hudaibiyah:

Setelah Nabi ﷺ merampungkan penulisan perjanjian, beliau berkata kepada para sahabat, “Bangkit dan sembelihlah hewan qurban kalian dan cukurlah rambut kalian” Namun demi Allah tidak ada satu orangpun yang bangkit hingga beliau mengulangi perintahnya tiga kali. Ketika beliau melihat tidak ada seorangpun dari mereka yang bangkit beliau masuk menemui Ummu Salamah Radhiyallahu’anha dan menceritakan kepadanya tentang sikap orang-orang tersebut. Maka Ummu Salamah Radhiyallahu’anha berkata, “Wahai Nabiyullah, maukah engkau mereka melakukannya? Keluarlah kemudian jangan bicara kepada seorangpun dari mereka hingga engkau menyembelih hewan kurbanmu dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambutmu.” Maka Nabi ﷺ pun keluar tanpa berbicara kepada siapapun dari mereka hingga beliau melakukan usulan Ummu Salamah tadi. Beliau menyembelih hewan kurban dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambut beliau. Ketika orang orang menyaksikannya merekapun segera bangkit dan menyembelih hewan kurban mereka dan sebagian diantara mereka mencukur rambut sebagian yang lain sampai-sampai sebagian dari mereka hampir membunuh yang lain secara tidak sengaja.” (HR Bukhari).

Apabila beliau, seorang nabi pilihan tidak merasa hina bermusyawarah dan melaksanakan pendapat istrinya apakah layak bagimu, para suami merasa hina melakukannya?! Wahai sudaraku...

Hindarilah sikap dan tingkah laku mencurigakan dan penuh teka-teki di hadapan istrimu. Libatkan ia dalam setiap urusanmu dan biarkanlah ia mengetahuinya, dalam batas-batas yang memungkinkan. Bila ada sesuatu yang harus dirahasiakan, kemaslah dengan sesuatu yang dapat menggantikannya untuk menghilangkan perasaan diasingkan Dengan demikian engkau akan tetap memperoleh kepercayaan dan kasih sayang darinya, selain itu engkau akan tetap dapat mewujudkan kebahagiannya. Kembali renungkan dan camkanlah, kemudian amalkan petunjuk Rasulullah ﷺ sebagai sebaik-baik suami dan sebaik-baik pemimpin.

Berlaku Adil

Yaitu bagi suami yang memiliki istri lebih dari satu.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كانت له امرأتان فَمَالَ إلى إحْداهُما جاء يومَ القيامةِ وشِقُّهُ مَاِئلٌ

Barangsiapa memiliki dua istri lalui ia condong kepada salah satu dari keduanya maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam kondisi separuh badannya timpang”

Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (2133), At-Tirmidzi (1141), An-Nasaa'i (VII/63), Ibnu Majah (1969), Ahmad (11/147 dan 471) dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu.

Haram baginya berlaku aniaya dengan mengistimewakan satu istri dan menyia-nyiakan yang lainnya. Ini adalah kezhaliman yang nyata. Ingatlah! kezhaliman adalah “kegelapan” pada hari kiamat. Dan keadaan paling buruk bagi seorang istri adalah ketika ia dizhalimi oleh suaminya. Sebab kezhaliman datang dari orang yang paling dicintainya.

Ingatlah, doa orang yang dizhalimi mustajab, tak ada hijab antara ia dengan Rabbul 'alamin. Maka hendaknya Suami bertakwa kepada Allah dalam memperlakukan istrinya dan takutlah terhadap doa seperti ini.

Adil yang maksud yaitu dalam masalah nafkah, tempat tinggal dan perlakuan yang baik. Inilah yang dianjurkan dan mungkin dilaksanakan. Sebab dalam hal cinta dan kecenderungan kepada masing-masing istri, tentu sulit dibagi dalam hitungan angka yang sama. Namun, demikia, hendaknya suami tetap mengusahakannya. Allah ﷻ berfirman:

وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوْٓا اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَاۤءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۗوَاِنْ تُصْلِحُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (OS. An-Nisaa': 129)

Sebagaimana yang sudah dimaklumi bahwa Rasulullah ﷺ menikahi sembilan wanita yang kemudian dikenal dengan sebutan Ummahatul Mu'minin. Alangkah mulia dan tinggi kedudukan tersebut! Rasulullah ﷺ menikahi seorang wanita yang berusia senja, berstatus janda, wanita yang lemah, hanya “Aisyah Radhiyallahu’anha saja yang bertatus gadis di antara seluruh istri-istri beliau.

Beliau adalah contoh terbaik dalam hal berlaku adil kepada para istri, dalam hal pembagian giliran ataupun urusan lainnya. “Aisyah Radhiyallahu’anha menuturkan, “Setiap kali Rasulullah ﷺ hendak melakukan lawatan, beliau selalu mengundi para istri. Bagi yang terpilih akan menyertai beliau dalam lawatan tersebut. Beliau membagi giliran bagi setiap istri masing-masing sehari semalam.” (HR Muslim dari Aisyah Radhiyallahu’anha).

Ketegasan Bukan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)

Saudaraku...

Sebagai pemimpin, engkau perlu memiliki ketegasan, agar kehidupan rumah tangga dapat berjalan dengan baik, sebagaimana seorang penguasa harus memiliki ketegasan dalam menjalankan roda pemerintahannya. Tanpa ketegasan, bisa jadi anggota keluarga akan meremehkan aturan-aturan dan norma dalam keluarga. Sehingga hilanglah hikmah disyari'atkannya kepemimpinan dalam rumah tangga. Keberadaan suami dan ayah menjadi tak berarti dan tak akan terwujud tanggung jawab yang telah diamanatkan kepadanya.

Namun ingat, ketegasan yang dilakukan suami selaku kepala keluarga harus melihat kepada manfaat dan permasalahan yang terjadi. Jadikanlah ketegasan itu sebagai obat dalam mencegah munculnya nusyuz (pembangkangan) dan pelanggaran syari'at dalam rumah tangga. Dan bukan sebaliknya, ketegasan direalisasikan dalam bentuk kekerasan.

Para suami yang shalih...

Kekerasan dalam rumah tangga adalah ibarat badai yang membuat porak-poranda, gunung berapi yang menggelegak, gempa yang meruntuhkan, api yang menghanguskan dan air bah yang menghanyutkan.

Kekerasan rumah tangga menghantam keluarga langsung dari lubuknya, membelit tanpa ampun, meluluh lantakkan segala simpati tanpa belas kasihan, dan menenggelamkan korban-korban dalam hiruk-pikuk kecemasan dan kesedihan. Rumah-rumah menjadi seperti penjara yang mencekik, kuburan yang sunyi, dan padang pasir yang membinasakan. Sebab rumah-rumah tersebut adalah benteng yang dirobohkan dari dalam. Bagian luarnya saja yang memperlihatkan keindahan, kesempurnaan dan kasih sayang namun bagian dalamnya menyimpan duka lara, kepedihan dan kesedihan. Seperti perkataan Abul 'Aliyah:

Engkau melihat berbagai rupa dan pengalaman... Yang membuat para penglihatnya berdecak kagum...

Padahal di balik itu semua yang ada hanya kerusakan...

Dalam rumah yang diselumuti dengan kekerasan, seorang suami berubah menjadi algojo dan seorang ayah menjadi sipir rumah tahanan. Istri dan anak-anak menjadi sasaran kekesalan dan korban penderitaan.

Kehidupan buruk macam apa yang lebih celaka dari kehidupan seperti ini? Ketenangan seperti apa dalam rumah yang dikuasai oleh kekerasan serta kebengisan, dan yang dihuni oleh orang orang yang bengis dan kejam?

Kebahagiaan seperti apa dalam keluarga yang anggotanya saling bertikai dan bertengkar, dulunya saling bertatap muka lalu saling membelakangi?

Kenikmatan macam apa dalam hidup yang hanya berisi duka cita, kesedihan dan linangan air mata?

Hubungan seperti apa yang dijalin dengan orang yang tidak memiliki kasih sayang? Ikatan seperti apa yang terjalin dengan orang yang tidak memiliki kelembutan? Atau hubungan seperti apa yang terjalin dengan orang yang tidak mengetahui nikmatnya memberikan maaf, saling tenggang rasa, kelembutan dan keramahan?

Sesungguhnya itu adalah kehidupan di mana orang yang menjalaninya, lebih mirip disebut sebagai tahanan seumur hidup, yang dibebani dengan berbagai kewajiban yang menyiksa di antara cakar dan taring binatang buas yang kejam! Begitulah nasib orang-orang malang yang menjadi korban kekerasan rumah tangga.

Mereka adalah orang-orang malang yang berjalan di muka bumi, orang-orang merana yang menderita dengan hidup yang menyedihkan, dan orang-orang sengsara yang mengenyam penderitaan dan meneguk pahitnya kehidupan. Karena kesedihan yang mereka kenyam berasal dari orang-orang yang mereka kasihi, dan luka yang mereka alami adalah ulah karib kerabat mereka sendiri.

Kejahatan yang dilakukan orang asing memang sebuah bencana. Namun kejahatan yang dilakukan oleh kerabat lebih besar petakanya.

Padahal Rasulullah ﷺ telah bersabda:

المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ , و المهاجِرَ مَنْ هَجَرَ مَا نهَى اللهُ عَنْهُ

“Muslim sejati adalah yang kaum muslimin lainnya selamat dari lidah dan tangannya. Dan yang disebut muhajir yaitu orang yang meninggalkan semua larangan Allah" (Hadits riwayat Al-Bukhari (1/10).

Beliau juga bersabda:

أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا، وخياركم خياركم لنسائهم

"Orang mu' min yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang terbaik di antara kalian ialah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya.” (Hadits riwayat At-Tirmidzi (1162) dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah (284).

Dalam hadits yang lain beliau bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.” (Hadits riwayat At-Tirmidzi (3895) dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jaami' (3314).

Jadi, betapa malang...

Istri yang seharusnya disayangi, diperhatikan, dikasihani dan diperlakukan dengan lemah-lembut malah ditindas, disakiti hatinya, dijatuhkan kemuliannya, diusik ketenangannya, dihilangkan kebahagiannya dan dizhalimi haknya dengan serangkaian tindak kekerasan yang tiada terkira serta melampaui batas khayal di segala kondisinya.

Di antara bentuk-bentuk KDRT adalah:

  • Menghentikan pemberian nafkahnya.
  • Memukul tanpa hak atau memukul yang menyebabkan cedera.
  • Memisahkannya di selain tempat tidur.
  • Tidak menggaulinya.
  • Kekerasan dalam melakukan hubungan intim.
  • Tidak bersikap adil di antara para istri.
  • Melontarkan tuduhan keji dan zina kepada istri.
  • Memaksanya untuk memenuhi kebutuhan biologis terlarang.
  • Berbicara kasar dan ketus.
  • Menghina dan melecehkan nasabnya.
  • Berburuk sangka tanpa hak.

Ini hanyalah beberapa contoh KDRT, dan masih banyak lagi yang lainnya. Seorang suami yang shalih tentu akan menjauhi semua itu. Sebab selalu tertanam dalam hatinya wasiat Rasulullah ﷺ:

اِتَّقُوا اللهَ فِـي النِّسَـاءِ، فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَـانَةِ اللهِ، وَاسْـتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ

“Bertakwalah kalian kepada Allah dalam memperlakukan wanita. Sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” (HR Muslim 3009).

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

Buku: Surat Terbuka untuk Para Suami
Penulis: Abu Ihsan al-Atsari & Ummu Ihsan Choiriyah Hafidzahumallah
Pustaka Darul Ilmi
Cetakan Kedua 2010

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم