Saudaraku,...
Allah ﷻ menetapkan talak sebagai solusi dan jalan keluar bagi sepasang suami istri yang telah sampai kepada perasaan benar-benar tidak sanggup lagi menjalani kehidupan rumah tangga bersama. Maka sebagai ganti daripada mereka terus hidup bersama sementara mereka menduga tidak bisa menegakkan hukum-hukum Allah lagi, Allah ﷻ memberikan kelonggaran kepada mereka untuk bercerai dan berpisah. Agar masing-masing pihak mencari hunian baru dan pengalaman yang baru pula. Boleh jadi mereka akan mendapatkan kasih sayang dan ketenangan yang telah hilang dari mereka.
Allah ﷻ berfirman, "Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa' : 130)
Adapun bila talak menjadi cemeti siksaan di tangan seorang suami terhadap istrinya, maka ini merupakan hal yang tidak logis dan tidak bisa diterima. Ketika terjadi sebuah problema biasa atau timbul pertengkaran dalam rumah tangga, suami langsung mengancam akan menjatuhkan talak. Akibatnya si istri hidup dalam kekalutan, tidak bisa tidur, tegang, ketakutan, terguncang dan kebingungan.
Sikap ini tercela, tidak bisa diterima oleh tabiat alami manusia dan orang-orang yang memiliki perilaku baik pasti akan menjauhinya. Allah ﷻ telah menetapkan kebaikan dalam segala hal. Apabila kamu menyembelih, maka lakukanlah dengan cara yang baik! Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menuliskan kebaikan atas segala sesuatu. Apabila kamu membunuh maka perbaikilah cara membunuh. Apabila kamu menyembelih perbaikilah cara menyembelih. Hendaklah ia menajamkan mata pisaunya dan membuat nyaman hewan yang akan disembelihnya.” (Hadits riwayat Muslim (5167).
Rasulullah ﷺ pernah melewati seorang laki-laki yang meletakkan kakinya di atas muka seekor kambing sambil mengasah parangnya. Sedangkan kambing itu melihat perbuatannya tersebut. Maka Nabi ﷺ menegurnya, “Apakah kamu tidak bisa mengasahnya sebelum ini? Apakah kamu ingin membunuhnya berkali-kali?”
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabiir dan Al-Ausath, serta Hakim dalam Al-Mustadrak. Silakan lihat Shahiih at-Targhiib wa tarhiib (I/631) (1090) dan Ghaayat al-Maraam (I/41) (40)
Talak termasuk ayat Allah ﷻ yang agung, sekaligus merupakan hikmah dan hukum-Nya yang mulia. Maka ayat-ayat Allah tidak boleh dijadikan sebagai olokan, permainan, penyiksaan dan gangguan terhadap orang lain. Yang seharusnya dilakukan adalah merujuknya dengan cara yang baik atau menceraikan dengan cara yang baik pula.
Allah ﷻ berfirman:
“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula)! Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka! Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan! Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu yaitu Al-Kitab dan Al-Hikmah! Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertaqwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Bagarah: 231)
Rasulullah ﷺ pernah diberitahu tentang seorang laki-laki yang menjatuhkan talak kepada istrinya tiga kali sekaligus. Maka beliau bangkit dari duduknya dalam keadaan marah kemudian berkata, “Apakah Kitabullah hendak dipermainkan sedangkan aku masih berada di tengah-tengah kalian?” Sampai-sampai seorang sahabat bangkit lalu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah tidak aku bunuh saja dia?”
Diriwayatkan oleh An-Nasaa'i. Silahkan melihat Hidaayah Ar-Ruwaat (III/312) (3227), Ar-Raudhah an-Nadiyyah (II/47) dan Ghaayat al-Maraam (I/164) (261).
Seorang laki-laki datang menemui Ibnu “Abbas dan berkata, “Sesungguhnya aku telah menjatuhkan talak kepada istriku sebanyak seratus kali talak sekaligus. Bagaimana pendapatmu mengenai masalahku ini?” Ibnu “Abbas menjawab, “talak yang benar darimu sebanyak tiga kali. Sedangkan yang sembilan puluh tujuh lainnya, engkau telah menjadikannya sebagai olokan terhadap ayat-ayat Allah.” (Hidaayah ar-Ruwaat (III/313) (3228) dan Irwaa' al-Ghaliil (2056).
Di antara perkara agama yang haram dijadikan gurauan dan bahan canda adalah talak. Karena bila dilakukan dengan sungguh-sungguh, ia akan menjadi sungguh-sungguh. Dan kalipun dilakukan dengan main-main ia tetap menjadi sungguh-sungguh.
Rasulullah ﷺ telah bersabda:
“Ada tiga perkara bila dilakukan dengan sungguhsungguh, ia akan menjadi sungguh-sungguh. Dan apabila dilakukan dengan main-main, ia tetap menjadi sungguh-sungguh: Nikah, talak dan rujuk.“ (Shahiih Sunan at-Tirmidzi (I/348) (944) dan Shahiih Sunan Ibnu Majah (V/347)(1658).
Sering sekali seorang istri mengeluhkan suaminya yang senang - benar-benar senang menakut-nakutinya- akan ditalak dan mengancam akan meninggalkannya saat terjadi perselisihan dan pertengkaran. Hal itu mengakibatkan dadanya menjadi sempit.
Suami tercinta telah menganiaya hidupnya dengan pedang yang diacungkan ke atas kepala. Hingga seakan-akan dirinya berada di ngarai sebuah gunung yang sudah hampir tiba waktu baginya dilemparkan dari atas. Penderitaannya pun semakin bertambah ketika si istri tidak berasal dari daerah yang sama dengan suaminya, dan memiliki keturunan yang lemah. Apa yang harus ia lakukan?
Apakah ia harus mengeyam buah pahit bersama mereka, dan bersabar terhadap perkara yang ia tidak kuasa sabar menanggungnya. Atau kabur kembali ke negerinya dan meninggalkan anak-anak yang menjadi korban di belakangnya? Ini menjadi keputusan genting yang amat pahit dan menyakitkan. Dan kondisi seperti ini merupakan cita-cita tertinggi yang diharapkan oleh musuh nomor satu (iblis) pada rumah tangga muslim.
Oleh sebab itu, wahai para suami yang shalih,
Berlaku lemah-lembutlah terhadap istrimu! Karena sesungguhnya Allah ﷻ mensyari'atkan talak untuk rahmat, bukan siksa. Jangan lagi bermain api, dan menjadikan senjata di pinggang sebagai hiburan! Sungguh, itu semua bukan perbuatan orang-orang baik.
PENUTUP
Di akhir risalah ini, aku ingin mengingatkan diriku sendiri dan juga saudara-saudaraku sekalian,...
Sesungguhnya sebesar apapun keinginan kita untuk meraih kebahagiaan hidup rumah tangga dan sekeras apapun usaha yang kita lakukan untuk menggapainya, namun kita harus sadar bahwa tidak ada yang dapat memberikan itu semua kepada kita kecuali Allah ﷻ. Kita hanya mampu berusaha namun Dialah yang menentukan semuanya. Hendaklah kita sadar bahwa kita adalah insan yang lemah dan sangat butuh kepada-Nya. Dan Rasulullah ﷺ telah bersabda:
“Apabila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan apabila kamu meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah." (Hadits shahih riwayat At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, nomor 2516).
Karena itu di saat waktu-waktu yang mustajab hendaknya kita tidak melupakan doa kepada Allah, karena doa itu adalah ibadah.
Nabi ﷺ bersabda: “Doa adalah ibadah."
Kemudian Nabi ﷺ membaca: “Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina.” (QS: Al-Mu' min: 60) (Hadits Shahih riwayat At Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunah Abu Dawud, no. 1329).
Bahkan doa adalah seutama-utama ibadah.
Nabi ﷺ bersabda: “Ibadah yang paling utama adalah do'a?” (Dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah aSh-Shahihah, nomor 1579).
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
DAFTAR REFERENSI
- Al-Qur'anul Karim.
- Umdatut Tafsir 'anil Hafizh Ibni Katsir, karya Syaikh Ahmad Syakir.
- Mausu'ah lil Adabil Islamiyah, karya' Abdul 'Aziz bin Fat-hi as-Sayyid Nada.
- Al-Insyirah fii Aadaabin Nikah, karya Abu Ishaq al-Huwaini al-Atsari.
- Ithaaful Milaah fi Maa Yahtaajuhu 'Aqidun Nikah, karya Ahmad bin 'Abdillah as-Sulami.
- Kaifa Tus'id Zaujatak, karya M. 'Abdul Halim Hamid.
- Ziyaadatul Iman wa Nuqshanihi, karya 'Abdurrazzaq bin 'Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr.
- Al-Usrah bi Laa Masyaakil, karya Mazin bin 'Abdil Karim al-Fariih.
- Al-Unful Usari, karya Abu Hamzah “Abdul Lathif bin Hajis al-Ghamidi.
- Wanita Haidh tidak luput dari pahala, karya Abu Ihsan alAtsari.
- Kaifa Takhtaar Jauzatak wa Kaifa Takhtariina Jauzuka, karya Nida Abu Ahmad.
- Yaumun fi Baiti Rasulillah, karya Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim.
- Fat-hul Baari, karya Ibnu Hajar al-Asqalaani.
- Tafsir Al-Qur'an al-“Azhim, Ibnu Katsir.
Buku: Surat Terbuka untuk Para Suami
Penulis: Abu Ihsan al-Atsari & Ummu Ihsan Choiriyah Hafidzahumallah
Pustaka Darul Ilmi
Cetakan Kedua 2010
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم