Kategori Aqidah

Masalah-masalah ilmiyah yang berasal dari Allah dan RosulNya, yang wajib diyakini oleh setiap muslim
Kajian Bertema Aqidah

ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ

📚┃Materi :Jejak Ikhlas #1 (Daurah Camp SAFR)
🎙┃Pemateri : Ustadz Gigih Surya Nugraha, S.H. Hafidzahullah
🗓┃Hari & Tanggal : Sabtu, 23 Muharram 1447 H | 19 Juli 2025 M
🕌┃Tempat : Kemuning Resort - Tawangmangu, Karanganyar.
🎞┃Recording Kajian:  Muslim Solo Channel



Pentingnya Ikhlas dan Faedah-faedahnya

Setelah memuji Allâh dan bershalawat atas Nabi ﷺ, Ustadz mengawali kajian dengan menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan hingga bisa bertemu dalam Daurah di alam terbuka.

Pertemuan ini akan dimanfaatkan dengan mengupas hadits-hadits mengenai Ikhlas yang ada dalam kitab Riyadhus Shalihin, dimana Imam An-Nawawi Rahimahullah menempatkan Bab Ikhlas ini dalam bahasan awal kitab.

Ikhlas, Syarat Diterimanya Amalan

Kenapa kita harus ikhlas? Karena Allah ﷻ memerintahkan untuk itu. Terlalu banyak dalil yang berkenaan dengan ikhlas. Antara lain:

  • Surat Al-Bayyinah Ayat 5:

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus

  • Dalam surat Al Kahfi ayat 110:

فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.

Para ulama menjelaskan ayat-ayat ini dalam kaitannya dengan syarat-syarat amal. Yaitu ikhlas karena Allah ﷻ dan muttaba'ah yaitu mengikuti contoh Nabi ﷺ.

Jangan sampai Kita menghadap Allah ﷻ dalam keadaan amalan-amalan tidak diterima. Kita lihat contoh sahabat yang ingin beribadah melebihi kapasitas manusia pada umumnya, dan mereka pikir itu baik.

Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, tentang tiga orang sahabat yang bertekad untuk beribadah secara berlebihan:

  • Seorang sahabat: Berkata, "Saya akan shalat malam terus-menerus."
  • Seorang sahabat: Berkata, "Saya akan puasa terus-menerus tanpa berbuka."
  • Seorang sahabat: Berkata, "Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya."

Kemudian Rasulullah ﷺ mendatangi mereka dan bersabda, "Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa di antara kalian. Akan tetapi, aku berpuasa dan aku juga berbuka, aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku."

Begitulah amal yang hanya dilandasi pada semangat tanpa ilmu, hingga Rasulullah ﷺ mengoerksinya.

Demikian juga kebalikannya, seseorang yang berilmu, tetapi beramal tanpa keikhlasan, maka Allah ﷻ akan balas mereka dengan neraka.

Tiga orang yang pertama kali dimasukkan ke dalam neraka, berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, adalah: orang yang mati syahid, orang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, serta orang kaya yang dermawan. Namun, mereka dimasukkan ke neraka bukan karena perbuatan baiknya, melainkan karena niat yang salah, yaitu ingin dipuji atau dianggap hebat oleh orang lain, bukan karena Allah semata:

  • Orang yang menuntut ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al-Quran, namun bukan karena Allah, melainkan ingin disebut sebagai seorang yang alim dan qari' (pembaca Al-Quran).
  • Orang ini banyak bersedekah, namun bukan karena Allah, melainkan ingin disebut sebagai orang yang dermawan dan murah hati.
  • Orang ini gugur dalam peperangan, namun sebenarnya ia berperang bukan karena Allah, melainkan ingin disebut sebagai pemberani.

Jadi, amal baik yang dilakukan bukan karena Allah, melainkan karena ingin dipuji, justru akan menjadi penyebab masuknya seseorang ke dalam neraka.

Ikhlas itu Berat

Ikhlas adalah sesuatu yang sangat penting dan urgent! Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menegaskan,

من أخطر الأشياء وأهمها وهو الإخلاص :فلا تظن أنه سهل، بل إن الإخلاص من أشق الأشياء على النفوس

“Di antara perkara yang paling sulit dan penting adalah ikhlas. Maka jangan engkau sangka ikhlas itu mudah. Bahkan ikhlas merupakan salah satu perkara yang sangat berat bagi jiwa.” [Syarh al-Umdah al-Ahkam 24]

Maka, ada kisah dalam sejarah Islam yang menjelaskan berpalingnya niat dan keikhlasan, yaitu pada Perang Uhud yang terjadi pada tahun 3 H (625 M) di dekat Gunung Uhud, dekat Madinah.

Pertempuran ini melibatkan pasukan Muslim yang dipimpin oleh Nabi Muhammad ﷺ dan pasukan kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Meskipun pasukan Muslim awalnya unggul, kekalahan terjadi karena pelanggaran perintah Nabi ﷺ oleh sebagian pasukan, terutama pasukan pemanah, yang tergiur harta rampasan perang.

Hikmahnya adalah pentingnya ketaatan kepada pemimpin dan berpalingnya keikhlasan dan lalai karena urusan harta duniawi. Teriakan pemanah “Hai kaum, lihat ghanimah (harta rampasan perang)!” dan segala risiko yang terlihat, maka hal ini memberi pelajaran kepada kita untuk berhati-hati dari sikap ambisi terhadap dunia. Allah Ta’ala berfirman,

مِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلْءَاخِرَةَ

“Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.” (QS. Ali Imran: 152)

Sekaliber sahabat yang Allah ﷻ ridha kepada mereka, masih bisa terjatuh kepada ketidakikhlasan, apalagi kita yang jauh dari mereka para sahabat Radhiyallahu’anhum.

Kita ingin Menjadi Orang yang Mulia

Para sahabat sangat mulia karena ada sesuatu yang sangat mulia yang menetap di hati mereka, yaitu keikhlasan!

Al-Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ، لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ، فَوَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ! لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ.

‘Janganlah kalian mencela para Sahabatku, janganlah kalian mencela para Sahabatku, demi Rabb yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandai-nya salah satu di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya hal tersebut tidak akan dapat menyamai shadaqah satu mud saja dari salah satu di antara mereka, tidak juga setengahnya.’

[Shahiih Muslim, kitab Fadhaa-ilush Shahaabah, bab Tahriim Sabb ash-Shahaabah (IV/1967 no. 2541 (222))]

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ

“Yang mengikuti mayit sampai ke kubur ada tiga, dua akan kembali dan satu tetap bersamanya di kubur. Yang mengikutinya adalah keluarga, harta dan amalnya. Yang kembali adalah keluarga dan hartanya. Sedangkan yang tetap bersamanya di kubur adalah amalnya.” (HR. Bukhari, no. 6514; Muslim, no. 2960)

Itupun kalau amalan-amalannya ikhlas, kalau tidak? Tidak akan ada yang menemani kita. Na'udzubillahmindalik.

Menampakkan sedekah itu baik, namun menyembunyikannya lebih utama, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 271:

"إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ".

"Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Meskipun menampakkan sedekah adalah baik, menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir lebih utama karena lebih mendekati keikhlasan dan bisa menghindari riya' (pamer).

Maka, inilah kaidah beramal secara umum, jika kita mampu untuk menyembunyikannya, maka lakukanlah!

Kita lihat Kisah keikhlasan Ali Zainal Abidin (Cicit Nabi ﷺ) yang tercermin dalam kedermawanan dan kesabarannya. Ia dikenal sebagai sosok yang gemar bersedekah secara sembunyi-sembunyi, ia sering memikul makanan di malam hari dan membagikannya kepada fakir miskin di Madinah tanpa diketahui identitasnya. Hal ini dilakukan karena ia percaya bahwa sedekah sembunyi-sembunyi dapat meredam murka Allah.

Yunus bin Bakir, dari Muhammad bin Ishaq berkata,

كَانَ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ المدِيْنَةِ يَعِيْشُوْنَ، لاَ يَدْرُوْنَ مِنْ أَيْنَ كَانَ مَعَاشُهُمْ، فَلَمَّا مَاتَ عَلِيٌّ بْنُ الحُسَيْنِ، فَقَدُوا ذَلِكَ الَّذِي كَانُوْا يُؤْتُوْنَ بِاللَّيْلِ

“Dulu penduduk kota tersebut hidup dan tidak mengetahui dari mana asal jatah roti tersebut. Ketika ‘Ali bin Al-Husain meninggal dunia, mereka tidak mendapatkan jatah roti itu lagi yang biasa mereka dapatkan tiap malam.”

Jarir bin ‘Abdul Hamid, dari. ‘Amr bin Tsabit, ia berkata,

لماَّ مَاتَ عَلِيٌّ بْنُ الحُسَيْنِ، وَجَدُوا بِظَهْرِهِ أَثَرًا مِمَّا كَانَ يَنْقُلُ الجُرُبَ باِللَّيْلِ إِلَى مَنَازِلِ الاَرَامِلِ

“Ketika ‘Ali bin Al-Husain meninggal dunia, mereka mendapati di punggungnya itu ada bekas karena seringnya memikul kantong kulit pada malam hari ke rumah-rumah orang-orang yang susah.”

Faedah-faedah Keikhlasan

1. Keikhlasan dapat Membesarkan Amalan-amalan yang Kecil.

Perhatikan bahwa pahala amal itu bukan hanya tergantung pada banyaknya amal saja tetapi lebih bergantung pada niat dan keikhlasan seseorang. Amal yang besar bisa jadi kecil karena niat yang kurang ikhlas dan sebaliknya, amal yang kecil jadi besar karena niat yang sangat ikhlas.

Ibnul Mubarak berkata,

رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية

“Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar (pahalanya) karena sebab niat. Dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil (pahalanya) karena sebab niat.” (Al-Jami’ Ulum wal Hikam)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِى يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنَ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا

“Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang panasnya begitu terik. Anjing itu menngelilingi sumur tersebut sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Lalu wanita itu melepas sepatunya (lalu menimba air dengannya). Ia pun diampuni karena amalannya tersebut.” (HR. Muslim no. 2245).

Karena kita masuk surga karena rahmat dan keridhaan Allah ﷻ, maka carilah Ridha-Nya dengan melakukan amalan-amalan yang bisa meraih kecintaanNya.

Kita contoh sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu’anhu, Abu Bakar Al-Muzani berkomentar tentang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu,

مَا فَاقَ أَبُوْ بَكْرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – أَصْحَابَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِصَوْمٍ وَلاَ صَلاَةٍ ، وَلَكِنْ بِشَيْءٍ كَانَ فِي قَلْبِهِ ، قَالَ : الَّذِي كَانَ فِي قَلْبِهِ الحُبُّ للهِ – عَزَّ وَجَلَّ – ، وَالنَّصِيْحَةُ فِي خَلْقِهِ

“Tidaklah Abu Bakar itu melampaui para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (semata-mata) karena (banyaknya) mengerjakan puasa atau shalat, akan tetapi karena iman yang bersemayam di dalam hatinya.”

Mengomentari ucapan Al-Muzani tersebut, Ibnu ‘Aliyah mengatakan, “Sesuatu yang bersemayam di dalam hatinya adalah rasa cinta kepada Allah ‘azza wa jalla dan sikap nasihat (ingin terus memberi kebaikan) terhadap (sesama).” (Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam oleh Ibnu Rajab, 1:225).

2. Dengan Ikhlas akan membantu Meraih cita-cita.

Barangsiapa yang memiliki cita-cita yang mulia dan dia benar-benar tulus dan ikhlas kepada Allah, maka Allah akan mudahkan dia meraih cita-citanya.

Di antaranya disebutkan dalam satu hadits, ada seorang Arab badui datang menemui Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam kemudian dia beriman kepada Nabi dan mengikuti Nabi. Kemudian dia berkata:

أُهَاجِرُ مَعَكَ

“Ya Rasulullah, aku berhijrah bersamamu.”

Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mewasiatkan kepada sebagian sahabatnya untuk memperhatikan orang Arab Badui ini.

فَلَمَّا كَانَتْ غَزْوَةٌ

“Tatkala terjadi peperangan,”

غَنِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم شيئاً

“Maka Nabi mendapatkan ghanimah.”

فَقَسَمَ وَقَسَمَ لَهُ

“Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membagikan ghanimah tersebut kepada para mujahidin dan dia juga dapat bagian.”

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan kepada para sahabat bagian Arab Badui ini dari harta ghanimah.
Kebetulan,

وَكَانَ يَرْعَى ظَهْرَهُمْ

Orang Arab Badui ini menjaga bagian belakang, maka dia terlambat datang karena dia menjaga bagian belakang pasukan.

فَلَمَّا جَاءَ دَفَعُوهُ إِلَيْهِ فَقَالَ : مَا هَذَا؟

Tatkala dia datang, maka para sahabat memberikan jatah ghanimahnya kepada Arab Badui ini karena dia ikut perang. Maka dia berkata: “Apa ini?”

Para sahabat berkata:

قِسْمٌ قَسَمَهُ لَكَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم

“Ini bagianmu yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah memberikan jatahmu.”

فَأَخَذَهُ فَجَاءَ بِهِ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم

“Maka dia pun mengambil jatah ghanimahnya lantas dia datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Dan dia berkata:

مَا هَذَا؟

“Apa ini Ya Rasulullah?”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

قَسَمْتُهُ لَكَ

“Aku bagi untukmu, itu jatah ghanimahmu.”

Maka orang Arab Badui ini berkata:

مَا عَلَى هَذَا اتَّبَعْتُكَ

“Aku ikut engkau Ya Rasulullah, bukan untuk mendapatkan ghanimah ini.”

وَلَكِنِّي اتَّبَعْتُكَ عَلَى أَنْ أُرْمَى إِلَى هَا هُنَا – وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ بِسَهْمٍ –

“Tapi aku ikut engkau Ya Rasulullah, agar aku dipanah lewat sini -Yaitu dia memberi isyarat kepada lehernya-”
Yaitu maksudnya: “Aku ingin dipanah oleh anak panah dan masuk di kerongkonganku.”

فَأَمُوتَ فَأَدْخُلَ الْجَنَّةَ

“Lalu aku mati syahid, lalu aku masuk surga.”

Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata mengomentari perkataan Arab Badui ini:

إِنْ تَصْدُقِ اللَّهَ يَصْدُقْكَ

“Kalau kau tulus, kalau kau ikhlas di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah akan mewujudkan cita-citamu.”

فَلَبِثُوا قَلِيلاً ثُمَّ نَهَضُوا فِي قِتَالِ الْعَدُوِّ

“Kemudian para sahabat terdiam sebentar, kemudian mereka bangkit lagi untuk berperang melawan musuh.” Kemudian ternyata orang ini meninggal dalam peperangan, mati syahid. Orang ini diangkat oleh para sahabat, dibawa ke hadapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ternyata benar lehernya terkena anak panah sebagaimana yang diisyaratkan ke arah lehernya.

Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepada para sahabat:

أَهُوَ هُوَ

“Ini tadi Arab Badui yang tadi?”

Kata para sahabat:

“Iya benar Ya Rasulullah.” Maka Nabi berkata:

صَدَقَ اللَّهَ فَصَدَقَهُ

“Dia telah tulus kepada Allah, dia ikhlas kepada Allah, dia benar dihadapan Allah, maka Allah pun membenarkan keinginannya.”

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun mengkafankan orang ini dengan jubah Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun menyalatkannya. Inilah orang yang berniat tulus, maka niatnya dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hadits ini hadits riwayat Imam An-Nasa’i dan dishahihkan oleh Syaikh Albani Rahimahullaahu Ta’ala dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib nomor 1336.

Dan ini pelajaran bagi kita. Kalau kita punya cita-cita yang baik, maka tuluskan niat kita ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga Allah memudahkan kita untuk bisa mewujudkan cita-cita kita yang terbaik.

3. Dengan Ikhlas akan Selamat dari Fitnah

Kisah Nabi Yusuf Alaihissalam menunjukkan bahwa keikhlasan menjadi kunci selamat dari fitnah.

Nabi Yusuf Alaihissalam diuji dengan fitnah dari Zulaikha, istri seorang pembesar Mesir. Zulaikha berusaha menggoda dan menjebaknya untuk berzina. Namun, Nabi Yusuf menolak mentah-mentah godaan tersebut dan memilih penjara daripada mengikuti hawa nafsu.

Nabi Yusuf berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari tipu daya mereka dan memilih penjara daripada berbuat dosa. Doanya ini menunjukkan betapa besar ketakwaannya dan keyakinannya kepada Allah.

Allah kemudian menyelamatkan Nabi Yusuf dari fitnah tersebut dan memalingkan darinya keburukan dan perbuatan keji. Ini adalah bukti nyata bahwa keikhlasan dan ketakwaan akan mendatangkan pertolongan Allah.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala (setelah Allah menyebutkan kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha’ , tatkala Zulakha’ merayu Yusuf untuk melakukan tindakan asusila) :

كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Demikianlah Kami memalingkan Yusuf dari perbuatan munkar dan keji. Sesungguhnya, Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang ikhlas.” (QS. Yusuf: 24).

4. Orang yang Ikhlas akan Mendapatkan Syafa’at Nabi ﷺ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا

“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda: ”Setiap nabi ada doa yang dikabulkan, dan setiap nabi bersegera berdoa agar dikabulkan. Akan tetapi aku simpan doaku untuk dapat memberikan syafa’at kepada umatku pada hari Kiamat. Dan sesungguhnya, syafa’atku ini akan diperoleh, insya Allah, bagi orang yang mati dari umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun“.[HR Muslim, no.199].

Syafa’at, khusus diberikan untuk orang-orang yang beriman dan mati dalam keadaan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ … أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Dari Abu Hurairah, Dia bertanya,”Ya, Rasulullah. Siapakah orang yang paling bahagia dengan syafa’atmu pada hari Kiamat?” Rasul menjawab,” …… orang yang paling bahagia dengan syafa’atku adalah, orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah dengan ikhlas dari hatinya“.[HR Bukhari, no.99].

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kami akan coba sedikit membahas sekilas tentang kitab Riyadhus Shalihin pada Bab Ikhlas.

Riyadhus Shalihin adalah kitab yang paling laris untuk dibaca dan dipelajari setalah kitab Al-Qur'an di setiap kalangan, ini menunjukkan keberkahan kitab ini dan penulisnya Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawy ad-Dimasyqy (631-676 H) yang termasuk dalam jajaran ulama besar di abad ke-7 hijriah.

بسم الله الرحمن الرحيم

١- باب الإِخلاصِ وإحضار النيَّة في جميع الأعمال والأقوال والأحوال البارزة والخفيَّة

Bab 1. Menghadirkan Niat Dalam Semua Perbuatan Dan Perkataan Yang Terang-terangan Maupun Tersembunyi.

Judul ini mengindikasikan bolehnya beramal secara terang-terangan, asalkan mampu menjaga keikhlasan seperti telah dijelaskan sebelumnya sesuai dengan Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 217.

  • Allah ﷻ berfirman:

۞وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ۞

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata kerana (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”
(QS. Al-Bayyinah: 98: 5)

📃 Penjelasan:

Semua makhluk, baik dari ahli kitab maupun selain dari mereka, juga kaum muslimin, mereka tidak diperintahkan selain hanya untuk mereka beribadah hanya kepada Allah ﷻ ikhlas karena mengharap keridhoan-Nya, itulah agama yang sempurna, menegakkan tauhid dimuka bumi adalah tujuan dari penciptaan seluruh makhluk di muka bumi ini, bahkan semua Nabi dan Rasul walaupun syari’at yang mereka bawa berebeda satu sama lainnya akan tetapai tujuan mereka sama, yaitu untuk menegakkan tauhid di muka bumi, untuk mensatukan ibadaha hanya kepada Allah ﷻ , { خْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ } Ibadah yang terbebas dari kesyirikan.

Dan hanya Islam yang menyuruh beribadah kepada-Nya dengan keikhlasan, maka Allah ﷻ berfirman dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 19:

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَٰمُ ۗ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

*****

  • Allah ﷻ berfirman:

۞لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ۞

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.” (QS. Al-Hajj: 22: 37)

📃 Penjelasan:

Tidaklah sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah dari sembelihan-sembelihan itu sedikit pun. Akan tetapi, yang sampai kepadaNya adalah keikhlasan padaNya dan niat mencari Wajah Allah dengannya.

Karena dulu, orang-orang kafir menaruh darahdan daging sesembelihan mereka pada berhala-berhala mereka. Sementara umat Islam hanya mempersembahkan untuk Allah ﷻ.

*****

  • Allah ﷻ berfirman:

۞قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ۞

Katakanlah, “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu nyatakan, Allah Ta'ala pasti mengetahui.” (QS. Âli 'Imrân: 3: 29)

📃 Penjelasan:

Ayat ini dibawakan Imam Nawawi rahimahullah dalam bab keikhlasan karena Allah ﷻ tahu hati setiap hambaNya, maka apapun yang diniatkan tidak lepas dari pengawasan Allah ﷻ.

Sesungguhnya ilmu Allah meliputi semua yang ada di langit dan dibumi, dan Dia memiliki kekuasaan yang sempurna atas segala sesuatu.

Maka, nasihat Lukman kepada anaknya dijelaskan dalam Al-Qur’an,

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

(Luqmân berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [Luqmân/31:16].

Pada ayat ke-16, Luqmân menasihati putranya, bahwa sekecil apapun perbuatan seseorang, baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya. Perbuatan baik, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pun baik. Jika perbuatan tersebut buruk, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pun demikian.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
    image
    ‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini