ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
📚┃Materi :Jejak Ikhlas #3 (Daurah Camp SAFR)
🎙┃Pemateri : Ustadz Gigih Surya Nugraha, S.H. Hafidzahullah
🗓┃Hari & Tanggal : Ahad, 24 Muharram 1447 H | 20 Juli 2025 M
🕌┃Tempat : Kemuning Resort - Tawangmangu, Karanganyar.
🎞┃Recording Kajian: Muslim Solo Channel
١- باب الإِخلاصِ وإحضار النيَّة في جميع الأعمال والأقوال والأحوال البارزة والخفيَّة
Bab 1. Menghadirkan Niat Dalam Semua Perbuatan Dan Perkataan Yang Terang-terangan Maupun Tersembunyi.
وَعَنْ أَبِي مُوْسَى عَبْدِ اللهِ بْنِ قَيْسٍ الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّجُلِ يُقَاتِلُ شَجَاعَةً، وَيُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ رِيَاءً، أَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « مَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيْلِ اللهِ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abu Musa, Abdullah bin Qais Al-Asy'ari radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seseorang yang berperang untuk menunjukkan keberanian, berperang dengan semangat fanatisme dan orang yang berperang kerana riya; “Siapakah di antara mereka yang berperang di jalan Allah?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berperang dengan tujuan untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia berperang pada di jalan Allah.”
[Shahih Al-Bukhari no. 7458. Muslim no. 1904]
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berperang dengan tujuan untuk meninggikan kalimat Allah.” Ini menunjukkan pentingnya memurnikan niat semata-mata kerana Allah Ta'ala. Kerana alasan inilah, Imam An-Nawawi rahimahullah mencantumkan hadits ini.
Maka, banyak ibadah yang jenisnya sama, tetapi nilainya beda-beda tergantung niatnya masing-masing, yaitu untuk meninggikan kalimat Allah (ikhlas).
- Amal shalih yang diperhitungkan berdasarkan niat yang shalih (benar).
- Keutamaan jihad terwujud bagi bagi orang yang berperang di jalan Allah ﷻ dengan tujuan meninggikan Kalimat Allah ﷻ.
- Wajib mendahulukan ilmu di atas amal. Seperti dalam hadits, sahabat bertanya kaidah niat dalam berjihad.
- Celaan terhadap ketamakan terhadap dunia.
*****
وَعَنْ أَبِيْ بَكْرَةَ نُفَيعِ بْنِ الْحَارِثِ الثَّقَفِيِّ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُوْلُ فِي النَّارِ » قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ، قَالَ: « إِنَّهُ كَانَ حَرِيْصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abu Bakrah, Nufa'i bin Al-Harits Ats-Tsaqafi radhiyallahu anhu, bahwasanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila dua orang muslim bertemu (berhadapan untuk saling membunuh) dengan membawa pedangnya masing-masing, maka orang yang membunuh dan orang yang terbunuh masuk neraka.”
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, orang yang membunuh sudah pasti berada di neraka tetapi mengapa orang yang terbunuh juga masuk ke neraka?”
Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Dia juga mempunyai keinginan keras untuk membunuh temannya.”
[Shahih Al-Bukhari no 647 dan Muslim no. 649]
Dalam hadits ini, Abu Bakrah menggunakan kalimat persetujuan, bahwa ia setuju apabila pembunuh masuk neraka, akan tetapi apa dosa orang yang terbunuh sehingga dia harus masuk neraka? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Karena dia mempunyai keinginan keras untuk membunuh temannya (lawannya).”
Dan orang-orang yang mempunyai niat buruk dan sudah dilakukan, maka akan dicatat sebagai sebuah keburukan.
Dan jangan menganggap enteng betapa pedihnya siksa neraka, apalagi dibuat candaan.
- Jangan melihat dari tampilan luar seseorang, karena yang menjadi patokan adalah hatinya di sisi Allah ﷻ.
- Tercelanya perseteruan antara kaum muslimin. Bahkan berdebatpun akan mengurangi keberkahan. Hal ini saat Allah ﷻ mencabut mengenai kapan lailatul qadar, karena perdebatan dua sahabat Nabi ﷺ.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma mengabarkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya (dizalimi).” (HR. Bukhari, 2262 & Muslim)
Maka, janganlah suka ribut diantara sesama muslim, diantara suami isteri dan lainnya, karena akan mengurangi keberkahan.
- Dalil bahwasanya orang-orang muslim berpotensi masuk neraka, tetapi tidak kekal, setelah bersih baru dimasukkan ke surga. Maka, ada istilah Jahannamiyyun, yaitu orang-orang yang masuk surga setelah dibakar di neraka jahannam. Na'udzubillahmindalik.
*****
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « صَلاَةُ الرَّجُلِ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِي سُوقِهِ وَبَيْتِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً، وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ، لَا يَنْهَزُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ، لَمْ يَخْطُ خُطْوَةً إِلَّا رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ، وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ، فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي الصَّلَاةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِيَ تَحْبِسُهُ، وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيْهِ يَقُولُونَ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، اَللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ، مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ، مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Shalat seseorang dengan berjamaah itu pahalanya melebihi pahala shalat yang dikerjakannya sendirian di pasar atau di rumahnya, dengan pahala dua puluh derajat lebih (yakni antara 25 sampai 29 derajat). Yang demikian itu dikeranakan apabila ia berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian datang ke masjid hanya untuk mengerjakan shalat dan tidak ada yang membangkitkannya kecuali hanya shalat, dia tidak melangkah satu langkah pun kecuali pastilah akan ditinggikan satu derajat dan dihapus satu kesalahannya sampai dia masuk ke masjid. Apabila dia masuk ke masjid, dia mendapatkan pahala shalat selama shalat itulah yang menahannya, dan para malaikat akan mendoakan kepada salah seorang di antara kalian, selama dia masih berada di tempat duduknya bekas dia shalat, dengan berkata, “Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu kepadanya, ampunilah dia dan terimalah taubatnya.” Selama dia tidak menyakiti (kepada malaikat atau manusia, baik dengan perbuatan/ perkataan) atau berhadats.”
[Shahih Al-Bukhari no. 647. Muslim no. 649, 272]
Syahid atau poin nilai keikhlasan adalah ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ yaitu kemudian datang ke masjid hanya untuk mengerjakan shalat, tidak ada tendensi yang lain saat ke masjid.
Firman Allah Ta'ala,
“Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu.” (QS. An-Nisâ: 4: 102)
Allah Ta'ala mewajibkan shalat berjemaah dalam keadaan takut. Apabila dalam keadaan takut Allah mewajibkan shalat berjamaah, lebih-lebih jika dalam kondisi aman.
- Shalat di masjid pahalanya lebih besar daripada sholat di rumah, dan boleh sholat di rumah kalau ada udzur.
- Anjuran menunggu waktu diantara dua shalat, misalnya datang majelis ilmu, niat i'tikaf, sekaligus pahala menunggu shalat.
- Diantara tugas malaikat adalah mendo'akan orang mukmin dan memohonkan ampun bagi mereka.
*****
وَعَنْ أَبِيْ الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَِّلِبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِيْمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ، تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ: « إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ: فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمَائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَهٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abul 'Abbas, Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib radhiyallahu anhuma bahwasanya, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meriwayatkan dari Rabb-nya Tabaraka wa Ta'ala -Hadits ini disebut Hadits Qudsi- Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta'ala menulis setiap kebaikan dan kejelekan.” Kemudian Rasulullah menjelaskan, “Barangsiapa berniat melakukan sebuah kebaikan namun dia tidak melaksanakannya, maka Allah Ta'ala telah menulis satu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya, tetapi apabila dia melaksanakannya, maka Allah Ta'ala akan menulis sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat kebaikan, atau dilipatgandakan lebih dari itu. Dan, barangsiapa yang berniat melakukan kejahatan namun dia tidak melakukannya, maka Allah Ta'ala menulis satu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya, tetapi apabila perbuatan itu jadi dia lakukan, maka Allah Ta'ala menulis untuknya satu dosa kejahatan.”
[Shahih Al-Bukhari no. 6291. Muslim no. 131]
Sesungguhnya kemurahan Allah Ta'ala sangat luas. Niat yang terbesit dalam hati seseorang dicatat sebagai satu kebaikan, karena hati mempunyai keinginan, kadang baik dan kadang buruk. Apabila dia ingin melakukan kebaikan ditulis untuknya satu kebaikan, apabila dia mengerjakannya, Allah Ta'ala menulis kebaikan untuknya sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih banyak lagi.
Perbedaan besar dan kecilnya balasan pahala ini didasarkan kepada kualitas keikhlasan dan mutaba'ah (mengikuti sunnah Rasulullah) dalam melakukan sesuatu amal ibadah.
Semakin benar ittiba' (mengikuti sunnah Rasulullah) ketika melakukan ibadah, maka semakin sempurna ibadah yang dia lakukan dan semakin besar pahalanya.
- Rahmat Allah ﷻ sangat luas, hingga niat berbuat baik sudah dicatat oleh Allah ﷻ, sementara niat buruk baru dicatat jika sudah dilakukan. Dan pahala kebaikan dilipatgandakan 10 sampai 700, bahkan lebih.
- Jika niat buruk gagal karena ada sesuatu yang menghalangi (faktor eksternal) maka, ini sudah dicatat satu keburukan karena sudah ada tekad hati untuk melakukannya.
- Ilmu Allah ﷻ luas, apa yang telah terjadi, sedang terjadi, apa yang akan terjadi, dan Allah ﷻ tahu apa yang tidak terjadi tetapi kalau terjadi seperti apa.
- Dampak buruk dari keburukan. Dan ini dicatat oleh malaikat agar menjadi hujjah kelak di akhirat.
*****
وَعَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ الله بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: « انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَاهُمُ الْمَبِيتُ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمْ الْغَارَ، فَقَالُوا: إِنَّهُ لَا يُنْجِيكُمْ مِنَ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوَا اللهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ.
فَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: اَللَّهُمَّ كَانَ لِى أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ وَكُنْتُ لَا أَغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلًا وَلَا مَالًا، فَنَأَى بِي طَلَبُ الشَّجَرِ يَوْمًا فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا، فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُو قَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِميْنِ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُوْقِظَهُمَا وَأَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلًا أَوْ مَالًا، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدِىَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمَىَّ فَاسْتَيْقظَا فَشَربَا غَبُوقَهُمَا. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّامَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا لَا يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهُ. وَفَالَ الْآ خَرُ: اَللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَتْ لِيَ بْنَةُ عَمٍّ كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيَّ » وَفِي رَوَايَةٍ: « كُنْتُ أُحِبُّهَا كَأَشدِّ مَا يُحِبُّ الرِّجَالُ النِّسَاءِ، فَأَرَدْتُهَا عَلَى نَفْسِهَا فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ فَجَاءَتْنِى فَأَعْطَيْتُهَِا عشْرِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّىَ بَيْنِى وَبَيْنَ نَفْسِهَا ففَعَلَتْ، حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا » وَفِي رِوَايَةٍ: « فَلَمَّا قَعَدْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا، قَالَتْ: اتَّقِ اللهَ وَلَا تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ، فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهِىَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِي أَعْطَيْتُهَا، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعْلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ، فَانْفَرَجَتْ الصَّخْرَةُ غَيْرَ أَنَّهُمْ لَا يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهَا. وَقَالَ التَّالِتُ: اَللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَءَ فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَ هُمْ غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِي لَهُ وَذَهَبَ فَثَمّرْتُ أَجْرَهُ حَتَى كَثُرَتْ مِنْهُ الْأَمْوَالُ فَجَاءَنِى بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ أَدِّ إِلَيَّ أَجْرِي، فَقُلْتُ: كَلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ: مِنَ الْإِ بِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيقِ فَقَالَ: بَا عَيْدَ اللهِ لَا تَسْتَهْزِىُٔ بِي، فَقُلْتُ: لَا أَسْتَهْزِىُٔ بِكَ، فَأَخَذَهُ كُلَّهُ فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا، اَللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ، فَانْفَرَجَتْ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوا يَمْشُونَ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu anhu, dia mengatakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dahulu, ada tiga orang yang hidup sebelum kalian. Suatu ketika mereka melakukan perjalanan hingga mereka mendapati gua yang dapat digunakan untuk menginap. Mereka pun memasuki gua tersebut.
Tiba-tiba ada sebuah batu besar dari atas bukit menggelinding dan menutupi pintu gua sehingga mereka tidak bisa keluar.
Salah seorang daripada mereka berkata, “Sungguh tidak ada yang dapat menyelamatkan kita dari bahaya ini, kecuali bila kita berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amal-amal shalih yang pernah kita lakukan.”
Kemudian salah seorang di antara mereka berdoa, “Ya Allah, aku mempunyai orang tua yang sudah renta (udzur). Kebiasaanku adalah mendahulukan memberi minum susu kepada keduanya, sebelum aku memberikan minuman itu kepada anak, istri dan budakku (hamba sahaya). Suatu hari, aku terlambat pulang kerana mencari pohon (kayu), namun keduanya sudah tidur dan aku enggan untuk membangunkannya, tetapi aku terus memerah susu untuk persediaan minum keduanya. Walaupun demikian, aku tidak memberikan susu itu kepada keluarga mahupun kepada budakku sebelum kedua orang tuaku meminumnya. Dan aku menunggunya sehingga terbit fajar. Ketika keduanya bangun, aku berikan susu itu untuk diminum, padahal semalaman anakku menangis terisak-isak minta susu sambil memegang kakiku. Ya Allah, jika aku berbuat itu kerana mengharapkan ridha-Mu, geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Seketika bergeserlah sedikit batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu.
Orang kedua memanjatkan doanya, “Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai saudara sepupu yang sangat aku cintai.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Aku sangat mencintainya sebagaimana orang laki-laki mencintai seorang perempuan, aku ingin berbuat zina dengannya, tetapi dia menolaknya. Beberapa tahun kemudian, dia tertimpa kesulitan. Dia datang untuk meminta bantuanku, dan aku berikan kepadanya seratus dua puluh dinar dengan syarat menyerahkan dirinya bila-bila saja aku menginginkan (zina).”
Pada riwayat lain disebutkan, “Ketika aku berada di antara kedua kakinya, dia berkata, “Takutlah kamu kepada Allah. Janganlah kamu patahkan cincin (maksud jangan menyetubuhiku) kecuali dengan jalan yang benar (perkahwinan yang sah).” Mendengar yang demikian, aku meninggalkannya dan merelakan emas yang aku berikan, padahal dia orang yang sangat aku cintai. Ya Allah, jika perbuatan itu kerana mengharapkan ridha-Mu, geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu.
Orang yang ketiga memanjatkan doanya, “Ya Allah, aku mengambil pekerja dan mereka semuanya telah aku berikan upahnya masing-masing, kecuali ada seorang yang tidak mengambil upahnya dan dia meninggalkanku. Kemudian upahnya itu aku kembangkan hingga menjadi banyak. Selang beberapa tahun dia datang menemuiku seraya berkata, “Wahai hamba Allah, berikan upahku.” Aku berkata, “Semua yang kamu lihat, baik unta, sapi, kambing mahupun budak yang mengembalakannya semuanya adalah gajimu.” Dia berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah kamu mempermainkanku.” Aku menjawab, “Aku tidak mempermainkanmu.” Kemudian dia pun mengambil semuanya dan tidak meninggalkannya sedikit pun. Ya Allah, jika perbuatan itu kerana mengharapkan ridha-Mu, singkirkanlah batu yang menutupi pintu gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu dan mereka pun bisa keluar meninggalkan gua itu dan melanjutkan perjalanan mereka.”
[Shahih Al-Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743]
Hadits ini merupakan salah satu tanda kebesaran Allah, kerana Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, jika Allah berkehendak, tentulah batu itu sudah bergeser sejak awal. Akan tetapi, Allah menginginkan agar batu itu tetap menutupi gua itu hingga setiap orang di antara mereka berdoa dan bertawasul dengan amal shalih mereka.
- Kemuliaan berbakti kepada orangtua merupakan salah satu amal shalih, yang dengannya, Allah mengampunkan dosa-dosa besar dan menghilangkan dosa kezhaliman.
- Kemuliaan menahan diri dari melakukan zina. Jika seseorang mampu menahan diri dari zina, padahal dia bisa melakukannya, maka hal itu termasuk amal yang mulia.
- Bolehnya bertawasul dengan amalan shaleh.
- Berdo'alah dengan ikhlas yakin, khusnudzon dan tawakkal kepada-Nya.
- Do'a mereka dikabulkan karena keikhlasan mereka.
- Adanya karomah yang hanya diberikan kepada wali-wali Allah.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم