بسم الله الرحمن الرحيم
📚 ┃Al-Mukhtaṣar fī Tafsīr Al-Qur`ān Al-Karīm
🎙┃ Ustadz Abdul Fattach, S.Pd.i حفظه الله تعالى - Staff Pengajar Ponpes Al-Madinah Surakarta
🗓┃Pertemuan 2: Kamis, 30 Oktober 2025 / 8 Jumadil Awwal 1446 H
🕰┃ Ba'da Isya [19:30-20:30]
🕌┃ Masjid Ponpes Joglo Qur'an - Boyolali
Tadabbur Surat Al-Ma'arij - Bagian 2
Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan hingga masih dipertemukan dalam majelis ilmu, semoga dengannya Allah ﷻ akan mengampuni dosa-dosa kita.
📖 Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Ma'arij:
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا
19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Tafsir: Sesungguhnya manusia itu diciptakan dalam kondisi sangat panik sekaligus tamak.
إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعًا
20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
Tafsir: Jika tertimpa musibah seperti sakit atau kefakiran ia banyak berkeluh kesah.
وَإِذَا مَسَّهُ ٱلْخَيْرُ مَنُوعًا
21. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir
Tafsir: Sebaliknya, jika mendapat apa yang menyenangkannya seperti kesuburan dan kekayaan ia sangat pelit untuk mengeluarkannya di jalan Allah,
إِلَّا ٱلْمُصَلِّينَ
22. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.
Tafsir: kecuali orang-orang yang mendirikan salat, mereka itu selamat dari sifat-sifat tercela tersebut.
ٱلَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ دَآئِمُونَ
23. yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.
Tafsir: Mereka itu orang-orang yang selalu mengerjakan salat, tidak lalai darinya, serta mendirikannya tepat pada waktunya yang telah ditentukan.
وَٱلَّذِينَ فِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ
24. dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
Tafsir: Mereka juga orang-orang yang di dalam hartanya terdapat bagian tertentu yang diwajibkan.
لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ
25. bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
Tafsir: Dia memberikannya kepada orang yang memintanya dan kepada orang yang tidak memintanya dari kalangan orang-orang kafir.
وَٱلَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ ٱلدِّينِ
26. dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
Tafsir: Mereka juga adalah orang-orang yang membenarkan hari Kiamat, yaitu hari ketika Allah membalas setiap orang dengan apa yang sesuai baginya,
وَٱلَّذِينَ هُم مِّنْ عَذَابِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ
27. dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
Tafsir: serta orang-orang yang takut terhadap azab Tuhan mereka, padahal mereka melakukan amal saleh.
إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ
28. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
Tafsir: Sesungguhnya azab Tuhan mereka itu sangat menakutkan, tidak ada satu pun orang berakal yang merasa aman darinya.
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَٰفِظُونَ
29. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
Tafsir: Termasuk yang selamat dari azab itu juga adalah orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dengan menutupinya dan menjauhkannya dari perbuatan nista,
إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
30. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Tafsir: Dia juga ingin menebusnya dengan istrinya dan saudaranya.
فَمَنِ ٱبْتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْعَادُونَ
31. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
Tafsir: Barang siapa yang mencari kenikmatan dengan selain istri-istri dan budak-budak wanita mereka tersebut maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas hukum-hukum Allah.
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِأَمَٰنَٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَٰعُونَ
32. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
Tafsir: Termasuk yang selamat dari azab itu juga adalah orang-orang yang menjaga apa yang diamanatkan kepada mereka berupa harta, rahasia, dan lain-lain, dan perjanjian yang mereka sepakati dengan manusia. Mereka tidak mengkhianati amanat yang diberikan kepada mereka dan tidak melanggar perjanjian yang mereka buat.
وَٱلَّذِينَ هُم بِشَهَٰدَٰتِهِمْ قَآئِمُونَ
33. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.
Tafsir: Mereka yang selamat itu juga adalah orang-orang yang menegakkan kesaksian sebagaimana mestinya, tidak terpengaruh dengan kedekatan atau permusuhan dalam bersaksi,
وَٱلَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
34. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
Tafsir: serta orang-orang yang memelihara salat mereka, dengan mendirikannya tepat pada waktunya dan melaksanakannya dengan taharah dan tumakninah, tidak ada sesuatu pun yang melalaikan mereka dalam salat.
أُو۟لَٰٓئِكَ فِى جَنَّٰتٍ مُّكْرَمُونَ
35. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.
Tafsir: Orang-orang yang mempunyai berbagai kriteria tersebut akan dimuliakan di dalam surga dengan apa yang mereka dapatkan berupa kenikmatan yang abadi dan bisa melihat kepada wajah Allah yang mulia.
فَمَالِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ قِبَلَكَ مُهْطِعِينَ
36. Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu,
Tafsir: Apa yang mendorong orang-orang musyrik dari kaummu yang berada di sekitarmu -wahai Rasul- untuk bersegera mendustakanmu?
- Pada ayat ke-16, makna هَلُوعًا bisa dimaknai ambisi yang sangat kuat, itulah sifat manusia. Baik ambisi dunia maupun ambisi akhirat.
- Ayat 16-21: Sifat dasar manusia yang dijelaskan dalam ayat-ayat ini adalah ambisius, suka berkeluh kesah dan tamak (kikir).
- Ayat 22-35: Kecuali bagi calon penghuni surga, yang memiliki ciri-ciri:
- orang-orang yang shalat dan menjaganya. Tidak lalai darinya, serta mendirikannya tepat pada waktunya yang telah ditentukan.
- Orang-orang yang memberikan sebagian hartanya kepada orang lain.
- Orang-orang yang membenarkan hari kiamat.
- Mereka takut amalan-amalannya tidak diterima (khauf dan khasyah).
- Menjaga aurat dan kemaluan kecuali dengan isterinya atau hamba sahaya.
- Orang yang menjaga amanah dan perjanjian.
- Orang yang menegakkan persaksian kepada siapapun (baik sahabat atau musuhnya).
Larangan Ambisi terhadap Dunia dan Anjuran Ambisi terhadap Akhirat
- Ambisi dalam urusan dunia sangat dianjurkan. Nabi ﷺ bersabda :
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah. (HR. Ahmad 9026 dan Muslim no. 6945).
- Manusia tidak pernah puas dengan harta, inilah ketidakpuasan manusia terhadap harta yang sering kita lihat. Itulah sifat dan watak orang zaman ini kecuali yang Allah beri taufik untuk menyikapi harta dengan benar. Ada yang menghabiskan waktunya hanya untuk urusan dunianya, sampai lupa melakukan ketaatan dan lalai akan kehidupan kekal di akhirat.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048).
Anjuran Berkeluh Kesah hanya Kepada Allah ﷻ
- Berkeluh kesah kepada manusia adalah tercela, tetapi baik jika kepada Allah ﷻ.
Salah satu contoh mengadu kepada Allah Ta’ala adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub ‘alaihis salaam. Beliau berkata dan tertulis dalam Al-Qur’an,
إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku” (QS. Yusuf: 86).
Ibnul Jauzi Rahimahullah menjelaskan bahwa mengeluh kepada makhluk adalah suatu hal yang dibenci. Beliau rahimahullah berkata,
وقد كان السَّلَفُ يكرهون الشَّكوَى إِلَى الخَلقِ. وَالشَّكوَى وَإِن كان فيها رَاحَةٌ إِلا أَنَّـهَا تَدُلُّ عَلَىٰ ضَـعـفٍ وَذُلٍّ. وَالصَّبرُ عنها دَلِيلٌ عَلَى قُـوَّةٍ وَعِزٍّ.
“Para salaf membenci mengeluh kepada makhluk, meski ketika mengeluh tersebut mendatangkan ketenangan. Hal tersebut menunjukkan lemahnya iman dan kerendahan. Bersabar atas musibah menunjukkan kuatnya iman dan kemuliaan seseorang” (Ats-Tsabaat ‘Inda Al-Mamat, hal. 55).
الله – صلى الله عليه وسلم: اتَّقُوا الظُّلْمَ ؛ فَإنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ . وَاتَّقُوا الشُّحَّ ؛ فَإِنَّ الشُّحَّ أهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ . حَمَلَهُمْ عَلَى أنْ سَفَكُوا دِمَاءهُمْ ، وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
Dari Jâbir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Berhati-hatilah kalian terhadap kezhaliman karena kezhaliman itu adalah kegelapan-kegelapan di hari Kiamat. Dan berhati-hatilah kalian terhadap sifat kikir karena kekikiran itulah yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Kekikiran itu mendorong mereka menumpahkan darah dan menghalalkan kehormatan mereka.”
- Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 2578), Ahmad (III/323), al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad (no. 483).
Rasulullah ﷺ bersabda tentang tiga perkara yang membinasakan (al-muhlikat) yang bisa merugikan dan bahkan membinasakan manusia pada hari akhir kelak.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ”
“Tiga perkara yang membinasakan: (1) kekikiran yang ditaati, (2) hawa nafsu yang diikuti, dan (3) kekaguman seseorang pada dirinya sendiri.“(HR. al-Bayhaqi dan ath-Thabrani).
Shalat mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar
Termasuk kemungkaran adalah ambisius, suka berkeluh kesah dan tamak (kikir).
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.[An-Nisâ’/4:103]
Maka, shalat harus dilakukan dengan kontinu dan terus menerus.
Karena dalam harta kita ada hak orang lain yang miskin. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hambaNya. [Al Isra’/17: 30].
Bolehnya memberikan sedekah kepada orang yang meminta atau tidak, sesuai dengan ayat 25:
لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ
25. bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
Jangan menghardik orang yang meminta. Surat Ad-Dhuha Ayat 10:
وَأَمَّا ٱلسَّآئِلَ فَلَا تَنْهَرْ
Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
Sedekah memiliki keutamaan sebagai penghapus dosa. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, no. 614, disahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Setiap manusia pasti memiliki dosa, baik yang disadari maupun tidak. Dengan sedekah, Allah ﷻ memberikan kesempatan untuk menghapus dosa-dosa tersebut. Maka, semakin sering seorang Muslim bersedekah, semakin besar pula peluangnya untuk mendapatkan ampunan Allah ﷻ. Bahkan, sedekah yang sedikit sekalipun tetap memiliki nilai yang sangat besar di sisi Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sedekah itu diterima oleh Allah, meskipun hanya sebutir kurma. Dan, jika seseorang tidak mampu memberikan sedekah, maka hendaklah dia mengucapkan kata-kata yang baik."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Orang yang takut kepada azab Allah ﷻ
Orang yang takut kepada azab Allah adalah orang yang berhati-hati dalam setiap perbuatan, menjaga diri dari maksiat, dan senantiasa menjalankan perintah Allah dengan penuh kesadaran. Mereka tidak hanya menahan diri dari larangan, tetapi juga bergegas melakukan kebaikan, beriman kepada kekuasaan Allah, dan tidak menyekutukan-Nya. Sifat ini mendorong mereka untuk bertakwa dan mengharapkan ampunan dan keselamatan dari Allah.
- Rasa takut kepada Allah (al-khauf) mendorong seseorang untuk berbuat baik dan menjauhi larangan.Namun, rasa takut tidak boleh berlebihan sampai menimbulkan keputusasaan. Ketakutan harus diimbangi dengan harapan (ar-roja') kepada Allah yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun agar tidak menimbulkan kecemasan yang berlebihan.
Larangan Merasa Aman dari Azab Allah ﷻ
Dalam hadits yang disebutkan oleh ‘Abdur Razaq dalam Mushonnafnya,
عن بن مسعود قال أكبر الكبائر الإشراك بالله والأمن من مكر الله والقنوط من رحمة الله واليأس من روح الله
“Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa di antara dosa besar yang terbesar adalah berbuat syirik pada Allah, merasa aman dari murka Allah dan merasa putus asa dan putus harapan dari ampunan Allah.” (HR. Abdurrozaq, 10: 460, dikeluarkan pula oleh Ath Thobroni. Lihat Kitab Tauhid dengan tahqiq Syaikh Abdul Qodir Al Arnauth, hal. 128).
Allah Ta’ala berfirman,
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 99).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa ayat di atas (yang kita kaji saat ini) menunjukkan bahwa seorang hamba hendaknya tidak merasa aman dengan iman yang ia miliki. Bahkan seharusnya ia selalu merasa takut akan kecacatan imannya nanti.
Orang-orang yang Menjaga Kemaluan
- Diawali dengan menjaga aurat yang akan menjaga kehormatannya.
- Menjaganya dari perzinaan da hubungan sesama jenis.
- Menjaganya dari istimna' (onani atau masturbasi)
Kecuali dengan jalan yang disyari’atkan seperti isteri atau hamba sahaya.
Dalam ayat di atas disebutkan pula mengenai halalnya hamba sahaya yang dimiliki oleh tuannya, artinya ia boleh disetubuhi layaknya istri. Bahkan para ulama tidak berselisih pendapat tentang bolehnya menyetubuhi hamba sahaya yang telah sah dimiliki, sekali pun tanpa melalui akad nikah. Ibnu Qudamah berkata, “Hamba sahaya memberikan manfaat dalam kepemilikan, termasuk di dalamnya adalah bolehnya disetubuhi (oleh tuannya).”
Dan dalam Islam sebab perbudakan hanya satu, yaitu orang kafir yang menjadi tawanan perang. Dan sangat wajar jika seorang tawanan perang dijadikan budak. Karena mereka sebelumnya musuh dan harus diberikan strata sosial yang rendah.
Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Ali Bassam rahimahullah berkata, “Islam menyatakan bahwa seluruh manusia adalah merdeka dan tidak bisa menjadi budak kecuali dengan satu sebab saja, yaitu orang kafir yang menjadi tawanan dalam pertempuran. Dan Panglima perang memiliki kewajiban memberikan perlakuan yang tepat terhadap para tawanan, bisa dijadikan budak, meminta tebusan atau melepaskan mereka tanpa tebusan. Itu semua dipilih dengan tetap melihat kemaslahatan umum.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم