Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. At-Tahrim: 8).
Manusia adalah makhluk yang tiada pernah luput dari salah dan dosa, karena memiliki nafsu yang selalu mengajaknya kepada keburukan, belum lagi adanya godaan setan yang tiada pernah berhenti hingga hari kiamat. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menzalimi para hamba-Nya. Dengan rahmat dan keadilan-Nya, Ia menjadikan taubat sebagai sarana bagi para hamba-Nya untuk mensucikan dosa. Ia buka pintu taubat selebar-lebarnya dan memerintahkan mereka untuk bertaubat kepada-Nya, hingga akhirnya menjadikan hamba-Nya yang terbaik adalah yang paling banyak bertaubat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setiap manusia adalah pendosa, dan sebaik-baik pendosa adalah yang selalu bertaubat.”(HR. Ibnu Majah, no. 4251).
Keutamaan Taubat
Selain melebur dosa, taubat merupakan amalan yang sangat agung, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat kepada-Nya dalam banyak ayat, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31).
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah dijamin surga dan telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang selalu bertaubat kepada-Nya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، تُوبُوا إِلَى اللَّهِ ، فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya setiap hari seratus kali.” (HR. Muslim, no. 2702).
Saudaraku, mari kita renungkan sejenak hadits tersebut. Jika keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja demikian, tentulah kita lebih layak dan patut untuk selalu bertaubat. Karena tidak ada yang menjamin kita masuk surga, tidak ada jaminan ampunan dosa, dan kita pun tidak mengetahui apakah ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala atau tidak.
Makna Taubat Nasuha
Banyak ungkapan para ulama tentang definisi taubat nasuha, intinya, bahwa taubat nasuha mencakup tiga unsur, yaitu:
- Taubat yang meliputi seluruh dosa, dimana tiada dosa pun melainkan dilakukan taubat terhadapnya.
- Terkumpulnya segenap kesungguhan dan kejujuran untuk segera melakukannya.
- Mensucikan segala kotoran dan aib yang bisa mengotori kemurnian taubat.
Maka taubat nasuha adalah kejujuran dalam bertaubat, keikhlasan dalam menjalankannya, dan taubat tersebut meliputi seluruh dosa yang dilakukan. (Lihat Bahjah An-Nazhirin, bab At-Taubah, 1/51 dan Ath-Thariq ila At-Taubah, hal. 26-27).
Syarat Taubat Nasuha
Para ulama telah menyebutkan bahwa taubat memiliki tiga syarat yang harus terpenuhi, jika salah satu darinya tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah. Ketiga syarat tersebut adalah:
- Berhenti dari maksiat yang dilakukan.
- Menyesali perbuatan maksiat tersebut.
- Bersungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya selamanya.
Jika dosa yang dilakukan berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ada empat syarat, yaitu tiga syarat tersebut ditambah dengan melepaskan diri dari hak saudaranya. Jika dosa yang dilakukan adalah mencuri atau semisalnya, maka ia harus mengembalikan barang curian kepada pemiliknya. Jika ia pernah menuduh berzina, menggunjing, atau semisalnya, maka ia harus meminta maaf kepada yang pernah ia sakiti. (Lihat Bahjah An-Nazhirin, bab At-Taubah, 1/49).
Waktu Diterimanya Taubat
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menerima taubat seorang hamba selama nyawa belum sampai di kerongkongan, sebagaimana hadits berikut:
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai kerongkongan.” (HR. At-Tirmidzi, no. 3537 dan Ahmad, no. 6160).
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka lebar-lebar pintu taubat, selama matahari belum terbit dari tempat tenggelamnya di ufuk barat sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
مَنْ تاَبَ قَبلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبهَِا، تَابَ اللهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari arah terbenamnya (barat), maka Allah akan menerima taubatnya.” (HR. Muslim, no. 2703).
Allah Subhanahu wa Ta’ala Sangat Gembira Dengan Taubat Hamba-Nya
Allah Subhanahu wa Ta’ala Sang Maha Pengampun, sangatlah gembira dengan taubat hamba yang telah berbuat maksiat, hal ini telah digambarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلَاةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ
“Sungguh, Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya ketika bertaubat kepada-Nya, dibandingkan gembiranya seorang di antara kalian yang kehilangan tunggangannya di padang sahara, sedangkan makanan dan minumannya ada pada tunggangannya tersebut. Maka ia putus asa, lalu mendatangi sebuah pohon dan berbaring di bawah bayang-bayangnya, ia telah berputus asa untuk menemukan kendaraannya. Dalam kondisi demikian, tiba-tiba ia dapati kendaraannya ada di sisinya, segera ia mengambil tali kekangnya seraya berkata karena saking gembiranya, ‘Ya Allah, Engkaulah hambaku dan akulah rabb-Mu’, ia salah mengucapkan karena sangat gembira.” (HR. Muslim, no. 2747).
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmat-Nya yang amat luas, dimana rahmat-Nya mendahului amarah-Nya, Ia menjanjikan ampunan bagi para hamba-Nya yang bertaubat, selama syarat taubat terpenuhi, dan melarang para hamba-Nya berputus asa dari rahmat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53).
Marilah kita menjadi seorang hamba yang senantiasa bertaubat dari segala dosa yang kita lakukan, agar kelak ketika kita menghadap kepada-Nya, kita berada dalam keadaan bersih dari dosa. Amin. Wallahu a’lam. (Abu Hasan Agus Dwiyanto, Lc - alsofwa.com).
Referensi :
- Kitab At-Taubah, Ibnu Abid Dunya.
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin, Salim bin ‘Ied Al-Hilali.
- Ath-Thariq ila At-Taubah, Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd.
- At-Taubah wa Ara’ Al-Ulama fiha, Laila binti Abdullah Hasan Al-Jufri, dll.