Menu Al-Qur'an

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (Al-Hijr: 9).
Baca Al-Qur'an Digital Mushaf Kuno Tafsir Al-Qur'an Tajwid Murotal Juz 30 Download

بسم الله الرحمن الرحيم

📚 ┃Al-Mukhtaṣar fī Tafsīr Al-Qur`ān Al-Karīm
🎙┃ Ustadz Abdul Fattach, S.Pd.i حفظه الله تعالى - Staff Pengajar Ponpes Al-Madinah Surakarta
🗓┃Pertemuan 3: Kamis, 6 November 2025 / 15 Jumadil Awwal 1446 H
🕰┃ Ba'da Isya [19:30-20:30]
🕌┃ Masjid Ponpes Joglo Qur'an - Boyolali



Muraja'ah Tadabbur Surat Al-Ma'arij

Tidak ada bosan-bosannya. Marilah kita senantiasa meningkatkan rasa syukur kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Atas limpahan ni'mat yang telah Allah subhanahu wa ta'ala berikan kepada kita, sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk melaksanakan kewajiban kita sebagai seorang muslim, yaitu kewajiban untuk thalabul ilmi. Rasulullah ﷺ bersabda, Tolabul ilmi faridwatun ala kulli muslim

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Muslim).

Karena ini adalah kewajiban, maka sungguh di sana ada pahala yang sangat besar yang akan kita dapatkan ketika kita menunikannya. Perlu kita ketahui bahwasannya amalan wajib, meskipun sedikit, meskipun sebentar, meskipun kecil, ini gak bisa dikalahkan dengan amalan sunnah sebanyak apapun. Duduknya sekarang di majlis ilmu, meskipun hanyalah untuk mempelajari satu ayat dari kitabullah, ini gak bisa dikalahkan dengan amalan sunnah sebanyak apapun.

Sehingga amalan sunnah, meskipun sebanyak apapun, tidak bisa mengalahkan amalan wajib. Sehingga hendaklah kita terus bersemangat di dalam menunikan kewajiban kita. Salah satunya adalah kewajiban untuk thalabul ilmi.

Kewajiban untuk belajar ilmu karena dengannya Allah akan memberikan pahala yang sangat besar dari amalan tersebut. Dengan seorang hadir di majlis ilmu, maka sungguh di sana akan menjadikan sebuah petunjuk. Dengan seorang hadir di majlis ilmu, maka berarti dia telah berusaha untuk mencari teman-teman yang shaleh, yang di yaumul kiamah kelak, teman-teman yang shaleh ini akan menjadi syafa’at.

Sehingga Hasan al-Basri rahimahullahu ta'ala berkata,

استكثروا من الأصدقاء المؤمنين فإن لهم شفاعة يوم القيامة

”Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat.” (Ma’alimut Tanzil 4/268)

Karena sejujurnya mereka itu memiliki syafaat di yaumul kiamah kelak. Sehingga hadir di majlis ilmu, ini salah satu upaya kita untuk memperbanyak teman-teman yang beriman. Untuk memperbanyak teman-teman yang shaleh, yang diharapkan nanti di yaumul kiamah kelak, teman-teman tersebut akan memberikan syafaat kepada kita itu.

Ma'asyarakal muslimina wal muslimah. Kita lanjutkan kembali kajian kita dari kajian Tadabur Al-Quran.

Kemarin kita masih membahas di Surat Al-Ma'arij, ayat yang ke-19 sampai ayat yang ke-35. Sedikit kita mengulang kembali dari pelajaran yang bisa kita petik dari ayat tersebut.

  • Tabiat manusia: ambisius, suka berkeluh kesah dan bakhil.

Sudah kita sampaikan beberapa fa'idah dari ayat tersebut. Di antaranya adalah sifat asli manusia, yaitu memiliki sifat ambisius, suka berkeluh kesah dan juga bakhil. Ini tabiat manusia.

Dia memiliki keinginan yang besar. Kalau itu terkait dengan urusan akhirat maka ini suatu hal yang terpuji. Memang kita harus ambisi untuk bisa meraih kebaikan akhirat. Kita harus bersemangat untuk melakukan perkara yang bermanfaat. Yang nanti kita akan merasakan manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat. Harus semangat.

Tapi kalau ambisi dalam urusan duniawi maka ini adalah perkara yang tercela. Sekaligus ini merupakan celaaan dari sifat-sifat tersebut.

  • Keutamaan shalat ini akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Sehingga Allah perkecualikan mereka dari orang-orang yang sesat. Disini menunjukkan shalat ini akan mencegah seorang dari berambisi dalam urusan duniawi.

Shalat ini akan mencegah seorang dari suka berkeluh kesah. Shalat ini akan bisa mencegah seseorang dari sifat bakhil. Dan yang semisal dengannya dari kemoungkaran-kemungkaran yang ada dan kejelekan-kejelekan yang ada.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).

Kemudian shalat itu harus kita lakukan secara kontinyu. Jangan bolong-bolong. Jangan seenaknya. Jangan semaunya. Tapi kita harus paksakan diri kita untuk terus-menerus melakukan shalat. Sehingga dikatakan, shalat itu bukan hanya sekedar pas lagi mau saja karena ini kewajiban. Mau tidak mau harus kita paksakan. Ikhlas tidak ikhlas harus kita upayakan. Jangan sampai seorang beralasan daripada saya gak ikhlas. Mendingan saya gak usah shalat saja. Ini keliru.

Kemudian juga dari ayat yang kita sampaikan di pertemuan sebelumnya:

  • Keutamaan sifat dermawan.

Orang yang dermawan itu. Mereka itu dikatakan dalam ayat yang ke 24-25 dalam surat Al-Ma’aarij:

وَٱلَّذِينَ فِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ

 24. dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,

لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ

25. bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),

Di sini ada pelajaran dengan keutamaan. Yaitu sifat dermawan. Dan juga sekaligus disitu disebutkan, salah satu diantara orang yang berhak untuk mendapatkan sedekah dengan harta kita itu adalah orang yang membutuhkan: Orang-orang yang fakir dan orang-orang yang miskin. Baik mereka meminta ataukah tidak meminta. Kalau memang mereka adalah orang yang fakir atau Orang yang miskin, maka mereka berhak untuk mendapatkan sedekah.

  • Sifat orang yang beriman:

Yang Allah akan masukkan ke dalam syurga. Dengan kemuliaan yang ada di dalamnya adalah: Orang-orang yang takut dengan Rabb mereka. Takut dengan adab Allah karena adanya keimanan dengan hari pembalasan.

وَٱلَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ ٱلدِّينِ

26. dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,

1. Rasa takut kepada Allah.

Dengan adanya rasa takut dengan Allah, akan mencegah seorang dari melakukan perbuatan dosa, perbuatan kemaksiatan. Karena dia takut, sehingga rasa takut dengan adzab Allah, akan menahan seorang dari berbuat maksiat.

وَٱلَّذِينَ هُم مِّنْ عَذَابِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ

27. dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.

إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ 

28. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).

2. Larangan untuk merasa aman dari adzab Allah.

Kita semua tidak boleh merasa aman dari adab Allah. Betapa banyak kekurangan kita dalam melanggar hak-hak Allah. Sehingga jangan pernah kita merasa aman dan selalu khawatir dengan sebab kekurangan dan kemaksiatan kita.

3. Orang-orang yang menjaga kemaluan mereka.

وَٱلَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَٰفِظُونَ

29. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,

Salah satu sifat penghuni surga yaitu dengan cara menutup aurat mereka, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Berusaha ditutup. Aurat ini sesuatu yang tidak boleh dilihat oleh orang lain.

  • Aurat laki-laki : Yang wajib untuk ditutup adalah bagian pusat sampai lutut. Adapun yang selebihnya itu afdal.
  • Aurat perempuan: Seluruh anggota tubuhnya selain wajah dan telapak tangan (Ini dalam shalat).

Adapun di luar shalat nanti dilihat:

  • Kalau sesama kaum wanita. Ini masih boleh melihat bagian-bagian lengan dan yang semisal dengannya. Yang penting bukan bagian dada sampai bagian lutut.
  • Di hadapan kaum laki-laki yang masih mahram, seperti ayah atau saudara laki-laki. Yang wajib ditutup adalah dari bagian dada hingga bagian lutut.

Jadi masuk diantara kemaluan yang dijaga adalah aurat. Allah menyebutkan sifat orang-orang yang beriman yang Allah masukan ke dalam syurga adalah mereka orang-orang yang menjaga kemaluan mereka, kecuali kepada istri-istri mereka atau budak-budak perempuan mereka.

Sehingga istri ini antara suami dengan istri ini sudah tidak ada batasan aurat. Boleh melihat bagian manapun, karena Allah mengibaratkan istri itu sebagaimana tempat bercocok tanam.

إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

30. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Budak-budak perempuan yang kalian miliki. Ini maksudnya adalah Tawanan perang yang telah dilimpahkan oleh amirul mu'minin kepada seorang prajurit. Maka ini dibaratkan sebagaimana istri. Mereka halal, sebagaimana seorang ayah ketika menyerahkan anak perempuannya kepada seorang laki-laki dengan akad nikah. Seketika itu pula, kewajiban semua dipikul oleh laki-laki. Ayah sudah berlepas diri.

فَمَنِ ٱبْتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْعَادُونَ

31. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Allah menyatakan, Barang siapa yang mencari dan selain daripada itu. Maksudnya:

1. Dengan melakukan perzinaan.  Bukan dengan istri syahnya atau juga bukan dengan budak perempuannya.

2. Atau lebih parah daripada perzinaan adalah hubungan dengan sesama jenis: Homo ataukah mungkin lesbi. Ini termasuk diantara perkara yang terlarang.

Sebagian orang menganggap ini biasa, padahal hubungan sesama jenis justru lebih parah dosanya daripada perzinaan.

3. Istimna. Jadi bersenang-senang dengan tangan. Untuk laki-laki disebut dengan onani. Atau perempuan masturbasi.  Ini juga termasuk dari perbuatan yang melampaui batas. Dilarang di dalam agama.

Maka seorang yang beriman, yang Allah janjikan syurga bagi mereka adalah orang yang menjaga kemaluannya, kehormatannya dan harga dirinya.

Kemudian Allah menyatakan di ayat yang ke 32:

وَٱلَّذِينَ هُمْ لِأَمَٰنَٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَٰعُونَ

32. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.

Yakni menjaga amanah-amanah dan janji mereka. Ini adalah sifat-sifat orang-orang yang beriman. Adapun orang yang tidak menjaga amanah ataupun janjinya, maka mereka ini termasuk di antara orang-orang munafik. Rasululah katakan dari Abu Hurairah,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ

“Tanda-tanda munafik ada tiga: jika berbicara berbohong, jika berkomitmen tidak menepati, dan jika dipercaya (diamanahi) berkhianat.” (HR Bukhari dan Muslim).

وَٱلَّذِينَ هُم بِشَهَٰدَٰتِهِمْ قَآئِمُونَ

33. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.

Maksudnya Orang-orang yang senantiasa menegakkan persaksian mereka, sesuai dengan cara yang dituntut. Yaitu tidak dipengaruhi hubungan kekerabatan dan tidak pula permusuhan. Seorang yang menegakkan persaksian adalah orang yang bersaksi sesuai dengan apa adanya.

Seandainya Kerabat memang salah, ya kita katakan salah. Musuh, kalau memang benar, kita katakan benar. Jangan sampai karena dia adalah musuh kita, kemudian kita persaksikan supaya memberatkan hukuman mereka. Ini tidak boleh. Sebagaimana pula ketika yang terdakwa ini adalah saudara kita, kerabat kita, tidak boleh kita memberikan persaksian palsu supaya mereka akan bebas hukuman.

Ini makna menegakkan persaksian. Janganlah kebencian dengan suatu kaum membuat kita tidak bersikap adil. Tidak adil dalam menetapkan hukum. Dan ini sifat yang lain dari sifat-sifat orang yang beriman yang Allah janjikan syurga bagi mereka.

Kemudian selanjutnya di ayat yang ke-34, Allah menyatakan,

وَٱلَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

34. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.

Yang dimaksud dengan menjaga shalat itu adalah menjaga shalat dengan:

1. Tepat pada waktunya.
2. Memiliki thaharah suci dari najis maupun suci dari hadath.
3. Thumakninah. Tidak ada sesuatu pun yang menyebukkan dia dari shalatnya.

Ini sifat yang lainnya dari sifat orang-orang yang beriman yang Allah janjikan bagi mereka syurga, yaitu orang yang menjaga shalat.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَافَظَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ: رُكُوْعِـهِنَّ، وَسُجُوْدِهِنَّ، وَمَوَاقِيْتِهِنَّ ، وَعَلِمَ أَنَّهُنَّ حَقٌّ مِنْ عِنْدِ اللهِ؛ دَخَلَ الْـجَنَّةَ ، أَوْ قَالَ : وَجَبَتْ لَهُ الْـجَنَّـةُ ، أَوْ قَالَ : حَرُمَ عَلَى النَّارِ

Barangsiapa menjaga shalat lima waktu: ruku’nya, sujudnya (dengan thuma’ninah), pada waktu-waktunya, kemudian ia mengetahui bahwa perintah ini benar-benar datangnya dari Allâh, maka ia akan masuk surga,” atau Beliau bersabda, “Wajib atasnya surga,” atau Beliau bersabda, “Ia diharamkan masuk neraka.” [HR. Ahmad (IV/267) dengan sanad jayyid dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 3494, 3495)]

Maka yang dimaksud menjaga shalat adalah dengan memenuhi syaratnya, rukun-rukunnya, dan memenuhi penyempurna-penyempurnanya. Seperti menunaikan shalat sunnah sebagai penyempurna.

Syarat ini ada dua kategori:

1. Syarat wajib : Muslim, baligh dan berakal.
2. Syarat sah: suci dari najis (baik itu badan, pakaian maupun tempatnya) , suci dari hadath (baik itu kecil maupun besar), menutup aurat, masuk waktu shalat, dan menghadap ke arah kiblat.

Rukun shalat ini terbagi menjadi tiga kategori:

1. Qalbiyah (hati): Yaitu Niat, niat itu tempatnya di dalam hati.

Semua madhab sepakat, niat itu tempatnya di dalam hati. Tapi, terkait dengan apakah dianjurkan untuk melafatkan niat, ini ada perbedaan pendapat di kalangan madhab syafi'iyah. Sebagian mereka mengatakan tidak perlu, karena niat itu tempatnya hati, tidak perlu dilafatkan dan sebagian mereka mengatakan dianjurkan untuk melafatkan niat sebagai bentuk membantu untuk menghadirkan hati sebelum seorang memulai amalan tertentu. Ini pendapat sebagian madhab syafi'iyah.

Sehingga ketika mereka melafalkan niat, ini justru menunjukkan kehati-hatian mereka. Katakanlah kalau kita berpendapat, saya tidak pernah melafatkan niat, jangan mencela mereka orang-orang yang melafalkan. Karena ini usaha mereka, supaya mereka bisa menghadirkan hati sebelum masuk dalam suatu ibadah, kecuali kalau mereka melakukan lafat niat itu setelah takbir. Ini adalah kesalahan yang wajib diingkari.

2. Rukun qauliyah (lisan atau ucapan): Rukun Qauliyah ada lima.

  1. Takbiratul Ihram: Mengucapkan "Allahu akbar" untuk memulai shalat. Dan mengangkat tangan hukumnya sunnah. Dan Takbir selainnya [intiqal] hukumnya wajib, maka bisa diganti dengan sujud syahwi jika terluput.
  2. Membaca Al-Fatihah: Surah Al-Fatihah wajib dibaca di setiap rakaat shalat.
  3. Membaca tasyahud akhir: Membaca bacaan tasyahud di akhir shalat. Adapun tasyahud awal adalah wajib dan bukan rukun, maka bisa diganti dengan sujud syahwi.
  4. Selawat Nabi dalam tasyahud akhir: Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad setelah tasyahud akhir.
  5. Salam pertama: Mengucapkan salam untuk mengakhiri shalat.

Dan ini bahkan sebagai ulama, dari kalangan madzab syafi'i, mereka lebih berhati-hati dalam masalah Fatihah. Sebagaimana mereka menganggap kalau fatihahnya tidak syah, atau fatihahnya tidak benar, sholatnya tidak syah. Demikian pula kalau salamnya tidak benar, sholatnya juga tidak syah.

Contoh, seorang yang mengucap salam itu harus dipastikan ada alif lam ta'rifnya: Assalamu’alaikum.  Sama dengan takbir pun pastikan, Allaahu akbar.

3. Rukun fi’liyah (perbuatan).

  1. Berdiri bagi yang mampu: Jika tidak mampu dengan duduk.
  2. Rukuk
  3. Tumakninah (tenang) saat rukuk
  4. I'tidal [bangkit dari ruku’]
  5. Tumakninah saat i'tidal
  6. Sujud [Dua kali]
  7. Tumakninah saat sujud [Dua kali]
  8. Duduk di antara dua sujud
  9. Tumakninah saat duduk di antara dua sujud
  10. Duduk tasyahud akhir
  11. Tartib (berurutan) 

Totalnya, baik itu yang qalbiyah, yang fi’liyah, maupun yang qauliyah, ini ada 17 [Termasuk dua sujud dan tumakninah saat sujud]. Ini yang harus kita perhatikan baik-baik, 17 ini pastikan terpenuhi dalam sholat kita.

4. Kewajiban-kewajiban Shalat

Kewajiban shalat ada delapan, berikut ini:

  1. Takbir selain dari takbiratul ihram
  2. Ucapan ‘Samia’llahu liman hamidah bagi imam dan orang yang shalat sendirian.
  3. Ucapan ‘Rabbana Walakal Hamdu’
  4. Ucapan ‘Subhana Robbiyal Adhim’ sekali dalam rukuk
  5. Ucapan ‘Subhana Robbiyal A’la sekali dalam sujud
  6. Ucapan ‘Robbig firli diantara dua sujud
  7. Tasyahud pertama
  8. Duduk untuk tasyahud pertama

Selain yang disebutkan di atas, termasuk dalam sunnah-sunnah shalat. Seperti: Membaca iftitah, membaca aamiin, bacaan surat setelah Al-Fatihah dan lainya.

Inilah makna menjaga sholat: ketika terpenuhi padanya, syaratnya, rukunnya, dan penyempurnanya. Maka, ketika seorang meunaikan sholat dengan apa yang kita sebutkan tadi, maka dikatakan:

أُو۟لَٰٓئِكَ فِى جَنَّٰتٍ مُّكْرَمُونَ

35. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.

Semoga Allah ta’aala memasukan kita dan keluarga kita serta kaum muslimin kedalam surga-Nya kelak. Aamiin.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم