Ketika berbuka puasa sebenarnya terdapat berbagai amalan yang membawa kebaikan dan keberkahan. Namun seringkali kita melalaikannya, lebih disibukkan dengan hal lainnya. Hal yang utama yang sering dilupakan adalah do'a. Secara lebih lengkapnya, mari kita lihat tulisan berikut seputar sunnah-sunnah ketika berbuka puasa:
Pertama: Menyegerakan berbuka puasa.
Yang dimaksud menyegerakan berbuka puasa, bukan berarti kita berbuka sebelum waktunya. Namun yang dimaksud adalah ketika matahari telah tenggelam atau ditandai dengan dikumandangkannya adzan Maghrib, maka segeralah berbuka. Dan tidak perlu sampai selesai adzan atau selesai shalat Maghrib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098)
Dalam hadits yang lain disebutkan,
“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.” (HR. Ibnu Hibban 8/277 dan Ibnu Khuzaimah 3/275, sanad shahih). Inilah yang ditiru oleh Rafidhah (Syi’ah), mereka meniru Yahudi dan Nashrani dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka. (Lihat Shifat Shoum Nabi, 63)
Sesungguhnya kita akan menyambut tamu yang mulia, yang hilang dan tidak datang kepada kita melainkan sekali saja dalam setahun. Ia (tamu yang) jarang mengunjungi kita, hingga kita sangat merindu padanya. Tamu yang membuat hati berdebar-debar karena begitu cinta padanya. Leher-leherpun melongok untuk melihatnya, (demikian juga) mata mengamat-amati untuk melihat hilalnya, dan jiwa-jiwa yang beriman beribadah kepada Rabbnya pada saat itu.
Tamu yang mulia dan diberkahi ini telah diketahui dengan pasti oleh orang beriman, karena merekalah yang menunaikan haknya dan mengagungkannya dengan pengagungan yang semestinya, serta memuliakan utusannya secara jujur dan adil.
Sesungguhnya Allah mengangkat derajat tamu ini dalam Al Qur'an dan melalui lisan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam , kemudian Allah menjadikan kebaikan seluruhnya ada padanya, baik di awalnya, tengahnya ataupun akhirnya. Allah berfirman :
"Bulan Ramadhan bulan yang didalamnya diturunkan Al qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil)" (QS Al-Baqarah :185)
At Tauhid edisi VI/32
Para pembaca At Tauhid yang semoga selalu mendapatkan limpahan barokah dari Allah. Tidak terasa tinggal menghitung hari lagi kita akan menginjak bulan Ramadhan. Melanjutkan edisi ramadhan sebelumnya, saat ini At Tauhid akan mengangkat tema amalan keliru di bulan Ramadhan. Selain itu, kami akan menyebutkan beberapa hadits lemah dan palsu yang sering tersebar di tengah-tengah kaum muslimin berkaitan dengan bulan Ramadhan. Pembahasan ini sengaja kami angkat agar dapat meluruskan berbagai kekeliruan yang selama ini terjadi. Karena sungguh amalan tanpa petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, itu hanya sia-sia belaka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada tuntunan dari kami, maka amalannya tertolak.” (HR. Muslim)
1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan
Tidaklah tepat ada yang meyakini bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.
2. Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan
Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!
3. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.”[1]
Benarkah perhiasan emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya? Pertanyaan seperti ini bisa jadi masih acap muncul di tengah masyarakat. Bagaimana pula dengan perhiasan yang menggunakan bahan selain emas dan perak? Simak kajian berikut!
Wanita identik dengan berhias dan mengenakan perhiasan. Karenanya dalam Kalamullah yang mulia dinyatakan:
أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ
“Apakah patut (menjadi anak Allah) orang (wanita) yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan, sedangkan dia tidak dapat memberi alasan yang jelas dalam pertengkaran?” (Az-Zukhruf: 18)
Ayat yang mulia di atas menunjukkan, secara tabiat wanita memang senang berhias guna menutupi kurangnya kecantikan/ keindahannya. Sehingga ia menggunakan perhiasan dari luar sejak kanak-kanak untuk melengkapi dan menutupi kekurangannya. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/135, Taisir Al-Karimirir Rahman, hal. 764)
“Ya Akhi…tolong doakan saya ya…doain saya moga sukses…” kata seorang ikhwan yang ingin mengikuti ujian kepada temannya. Ada pula seseorang yang mengatakan kepada temannya, “Wahai saudaraku … doain ya … moga kampung kita senantiasa diberkahi oleh Allah”.
Penggalan cerita di atas adalah fenomena yang sekarang ini banyak kita dapatkan di sekeliling kita. Seringkali seseorang meminta dari temannya untuk mendoakan kemaslahatan bagi dirinya atau bagi semua orang secara umum. Hal ini sebenarnya sebuah kewajaran, karena seseorang itu memiliki banyak kebutuhan, baik kebutuhan jasmani yang harus dia penuhi untuk melangsungkan hidupnya atau menyempurnakan hidupnya di dunia ini, atau kebutuhan yang bersifat rohani seperti ibadah yang di antaranya adalah berdoa kepada Allah.
Namun, terkadang seseorang berlebihan dalam meminta doa dari orang lain, sehingga dia merendahkan dirinya sendiri, menganggap dirinya banyak berlumuran dosa sehingga tidak berani berdoa secara langsung kepada Allah, sehingga mendorong mereka untuk meminta temanya atau gurunya agar mendoakan kemaslahatan bagi dirinya yang menyebabkan dirinya bergantung kepada selain Allah, hingga hampir-hampir dia tidak pernah mendoakan dirinya sendiri atau malah menjadikan orang yang dimintai doa sombong dan takabur karena telah dipercaya oleh orang banyak untuk memberikan doa.
Oleh karenanya, sudah seyogianya kita melihat fenomena ini dari kacamata hukum islam. Bagaimana islam memandang meminta doa dari orang lain. Apakah meminta doa dari orang lain itu disyariatkan? Apakah islam membolehkannya atau tidak?
Syekh Shalih Ali Syekh menyatakan, “Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini (meminta doa dari orang lain) bahwa amalan ini tidak disyariatkan, artinya tidak diwajibkan, tidak pula disunnahkan”. (As’ilah wal Fawaid, Maktabah Syamilah)