1. Do’a mendengar azan:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّة وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang membaca do’a ketika mendengar azan:
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّة وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ
“Allahumma Robba haadzihid da’watit taammati wash-sholaatill qooimah, Aati Muhammadanil wasiilata wal fadhiilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda-nillladzi wa’adtahu.”
“Ya Allah Pemilik seruan yang sempurna ini dan sholat yang ditegakkan, anugerahkanlah kepada Nabi Muhammad; wasilah (kedudukan yang tinggi di surga) dan keutamaan (melebihi seluruh makhluk), dan bangkitkanlah beliau dalam kedudukan terpuji yang telah Engkau janjikan.”
Maka ia (yang membacanya) berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” [HR. Al-Bukhari]
2. Disunnahkan menjawab azan dan membaca shalawat sebelum membaca do’a di atas, berdasarkan hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ : إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَة فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَة حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma bahwasannya beliau pernah mendengar Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Jika kalian mendengarkan azan maka ucapkanlah seperti yang diucapkan mu’adzin, kemudian bershalawatlah atasku, karena sesungguhnya barangsiapa yang bershalawat atasku satu kali maka Allah ta’ala akan bershalawat atasnya sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah untukku kepada Allah, karena sesungguhnya wasilah itu adalah satu kedudukan (yang tinggi) di surga, yang tidak patut diberikan kecuali kepada seorang hamba Allah, dan aku berharap akulah hamba tersebut. Barangsiapa yang memohon wasilah untukku maka ia berhak mendapatkan syafa’atku.” [HR. Muslim]
3. Dalam menjawab azan hendaklah dijawab sesuai yang diucapkan oleh mu’adzin, termasuk menjawab ash-sholaatu khairun minan naum hendaklah dijawab seperti itu berdasarkan keumuman dalil di atas (hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma), kecuali hay’alataani (hayya ‘alas sholaah dan hayya ‘alal falaah) maka dijawab masing-masing dengan: Laa haula wa laa quwwata illa biLlah.
4. Asy-Syaikh Al-Muhaddits Al-Albani rahimahullah memperingatkan lima lafaz do’a ketika mendengar adzan yang dha’if:
Pertama: Tambahan dalam riwayat Al-Baihaqi:
[إنك لا تخلف الميعاد]
Innaka laa tukhliful mii’aad. Tambahan yang dha’if ini juga disebutkan dalam kitab Hisnul Muslim.
Kedua: Juga tambahan dalam riwayat Al-Baihaqi:
[اللهم إنى أسألك بحق هذه الدعوة]
Allahumma inni as-aluka bi haqqi haadzihid da’wah.
Ketiga: Tambahan pada salah satu cetakan kitab Syarhul Ma’ani:
[سيدنا محمد]
Sayyidina Muhammad.
Keempat: Tambahan dalam riwayat Ibnus Suni:
[والدرجة الرفيعة]
Wad-darojatar rofi’ah.
Kelima: Tambahan dalam riwayat Ar-Rafi’i pada Al-Muharror:
[يا أرحم الراحمي]
Yaa Arhaamar Raahimin.
Kelima lafazh do’a ini adalah tambahan-tambahan yang berasal dari hadits-hadits dha’if sehingga tidak bisa diamalkan [Lihat Al-Irwa’, 1/260-261]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم