Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Syaikh rahimahullah berkata tatkala menerangkan hadist tentang kisah Ashabul Ukhdud" (orang-orang yang membuat parit), ketika menyebutkan faidah-faidah yang terdapat dalam kisah tersebut, 'bahwasanya seseorang dibenaran mengorbankan dirinya untuk kepentingan otang banyak, karena pemuda
ini memberitahukan kepada raja cara membunuhnya yaitu dengan mengambil anak panah milik pemuda itu" [1]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : 'Karena hal ini merupakan jihad fi sabilillah, yang menyebabkan orang banyak beriman, sedangkan pemuda tadi tidak rugi karena ia telah mati, dan memang ia akan mati cepat atau lambat"
Adapun perbuatan sebagian orang yang mengorbankan diri, dengan jalan membawa bom kemudian ia datang kepada kaum kuffar lalu meledakkannya merupakan bentuk bunuh diri -semoga Allah melindungi kita-. Barangsiapa yang melakukan bunuh diri maka ia kekal di Neraka Jahannam selamanya seperti telah isinyalir oleh sebuah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam [2], karena orang tersebut melakukan bunuh diri bukan untuk kemaslahatan agama Islam.
Sebab jika ia membunuh dirinya serta membunuh sepuluh, seratus atau dua ratus orang, hal itu tidak mendatangkan manfaat bagi Islam dan tidak ada
orang yang mau masuk Islam, berbeda dengan kisah pemuda tadi. Bahkan boleh adi hal ini akan memunculkan kemarahan di hati para musuh sehingga mereka membinasakan kaum muslimin dengan sekuat tenaga.
Di bulan al-Muharrom, ada sebuah ibadah yang begitu mulia, yang telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu utama setelah ibadah di bulan Ramadhan, yaitu puasa pada hari Asyuro.
KAPAN HARI ASYURO ITU?
Ulama menjelaskan bahwa hari Asyuro adalah sebuah hari pada bulan al-Muharrom, yakni hari ke sepuluh dari bulan tersebut. Ini merupakan pendapat mayoritas para sahabat, tabi’in, dan ulama setelahnya.
Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berpendapat bahwa hari Asyuro adalah hari kesembilannya. Namun hal ini diluruskan oleh al-Baihaqi rahimahullah bahwa yang dimaksud oleh Ibnu Abbas adalah puasanya, yakni pada tanggal kesembilan dengan ditambah hari kesepuluhnya. (Asyuro, Syaikh Ali al-Halabi, hal. 12)
SEJARAH PUASA ASYURO
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke kota Madinah dan mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari Asyuro. Beliau bertanya kepada mereka: “Hari apa ini sehingga kalian berpuasa?” mereka menjawab: “Ini hari agung, pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Musa berpuasa padanya sebagai rasa syukur (kepada Allah), maka kamipun ikut berpuasa.” Nabi bersabda: “Kami (kaum muslimin) lebih berhak dan lebih utama dengan nabi Musa dari pada kalian.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Jika terjadi perbedaan dalam menentukan tanggal 9 Dzulhijjah, antara pemerintah Indonesia dengan Saudi, mana yang harus diikuti? Kami bingung dalam menentukan kapan puasa arafah?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini,
Pertama, puasa arafah mengikuti wuquf di arafah.
Ini merupakan pendapat Lajnah Daimah (Komite Fatwa dan Penelitian Ilmiyah) Arab Saudi. Mereka berdalil dengan pengertian hari arafah, bahwa hari arafah adalah hari dimana para jamaah haji wukuf di Arafah. Tanpa memandang tanggal berapa posisi hari ini berada.
Dalam salah satu fatwanya tentang perbedaan tanggal antara tanggal 9 Dzulhijjah di luar negeri dengan hari wukuf di arafah di Saudi, Lajnah Daimah menjelaskan,
يوم عرفة هو اليوم الذي يقف الناس فيه بعرفة، وصومه مشروع لغير من تلبس بالحج، فإذا أردت أن تصوم فإنك تصوم هذا اليوم، وإن صمت يوماً قبله فلا بأس
Hari arafah adalah hari dimana kaum muslimin melakukan wukuf di Arafah. Puasa arafah dianjurkan, bagi orang yang tidak melakukan haji. Karena itu, jika anda ingin puasa arafah, maka anda bisa melakukan puasa di hari itu (hari wukuf). Dan jika anda puasa sehari sebelumnya, tidak masalah. (Fatawa Lajnah Daimah, no. 4052)
Selengkapnya: Kapan Puasa Arafah jika terjadi Perbedaan Tanggal?
1. Do’a mendengar azan:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّة وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang membaca do’a ketika mendengar azan:
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّة وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ
“Allahumma Robba haadzihid da’watit taammati wash-sholaatill qooimah, Aati Muhammadanil wasiilata wal fadhiilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda-nillladzi wa’adtahu.”
“Ya Allah Pemilik seruan yang sempurna ini dan sholat yang ditegakkan, anugerahkanlah kepada Nabi Muhammad; wasilah (kedudukan yang tinggi di surga) dan keutamaan (melebihi seluruh makhluk), dan bangkitkanlah beliau dalam kedudukan terpuji yang telah Engkau janjikan.”
Maka ia (yang membacanya) berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” [HR. Al-Bukhari]
Berikut kami sampaikan fatwa Syaikh ‘Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz selaku Ketua Umum Dewan Pengurus Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Pembimbingan Kerajaan Saudi Arabia (Ro’is Al ‘Aam Li-idarot Al Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’ wad Da’wah wal Irsyad) mengenai Zakat Fithri dengan uang. Semoga bermanfaat.
Alhamdulillahi robbil ‘alamin wa shollallahu wa sallam ‘ala ‘abdihi wa rosulihi Muhammad wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in
Wa ba’du : Beberapa saudara kami pernah menanyakan kepada kami mengenai hukum membayar zakat fithri dengan uang.
Jawaban :
Tidak ragu lagi bagi setiap muslim yang diberi pengetahuan bahwa rukun Islam yang paling penting dari agama yang hanif (lurus) ini adalah syahadat ‘Laa ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasulullah’. Konsekuensi dari syahadat laa ilaha illallah ini adalah seseorang harus menyembah Allah semata. Konsekuensi dari syahadat ‘Muhammad adalah Rasul-Nya’ yaitu seseorang hendaklah menyembah Allah hanya dengan menggunakan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Telah kita ketahui bersama) bahwa zakat fithri adalah ibadah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Dan hukum asal ibadah adalah tauqifi (harus berlandaskan dalil). Oleh karena itu, setiap orang hanya dibolehkan melaksanakan suatu ibadah dengan menggunakan syari’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah telah mengatakan mengenai Nabi-Nya ini,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm [53] : 3-4)