بسم الله الرحمن الرحيم
Ustadz Muhammad Yasir, Lc., M.H.حفظه الله تعالى
▪ Pembina Yayasan Riezda Islamic Center
▪ Dosen STDI Imam Syafi'i Jember
📖┃Daftar Isi:
- Jangan mendzalimi orang lain.
- Kedzaliman adalah Kegelapan di hari kiamat
- Riba adalah salah satu bentuk kedzaliman
- Berbagai Bentuk Kedzaliman
- 1. Orang yang mampu membayar hutang tapi tidak dibayar (Debitur).
- 2. Tidak mau menunda orang yang tidak mampu membayar hutang (kreditur)
- 3. Perkara di pengadilan yang dimenangkan oleh sesuatu yang bukan haknya.
- 4. Tidak menafkahi anak yang mengikuti isteri
- 5. Mengambil tanah orang lain.
- 6. Menjual barang gadai.
Rasulullah ﷺ jika keluar rumah, memandang ke langit dan berdo'a. Seperti diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata, "Tidaklah nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari rumahku samasekali kecuali beliau mengarahkan pandangan mata beliau ke langit, lalu beliau berdo'a,
اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أُعُوْذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلُ عَلَيَّ
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu (agar jangan sampai) aku tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, berbuat dzalim atau didzalimi, berbuat kebodohan atau dibodohi."
Diriwayatkan oleh Al Arba'ah, dan Al Albani rahimahullah menshahihkannya.
Dari do'a ini terkandung perlindungan untuk menzalimi atau didzalimi, meskipun pada hal tertentu kita melihat adanya musibah yang mampu menghapus dosa-dosa hingga bersih karena adanya musibah. Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي جَسَدِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ
“Cobaan akan selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya maupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.”[HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Shahih Sunan At-Tirmidzi, 2/565 no. 2399]
Syaikh Al-mubarakfuri rahimahullah menjelaskan,
وليس عليه سيئة لأنها زالت بسبب البلاء
“Tidak ada padanya dosa sama sekali karena hilang akibat ujian berupa musibah.”[Tuhfatul Ahwadzi 7/68]
Dan kita disunnahkan membaca do'a jika melihat orang terkena musibah. Dari Ibnu ‘Umar, dari bapaknya ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى صَاحِبَ بَلاَءٍ فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى عَافَانِى مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ وَفَضَّلَنِى عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاً إِلاَّ عُوفِىَ مِنْ ذَلِكَ الْبَلاَءِ كَائِنًا مَا كَانَ مَا عَاشَ
“Siapa saja yang melihat yang lain tertimpa musibah, lalu ia mengucapkan,
ᴀʟʜᴀᴍᴅᴜʟɪʟʟᴀʜɪʟʟᴀᴅᴢɪ ‘ᴀᴀꜰᴀᴀɴɪ ᴍɪᴍᴍᴀʙ ᴛᴀʟᴀᴀᴋᴀ ʙɪʜɪ, ᴡᴀ ꜰᴀᴅᴅʜᴀʟᴀɴɪɪ ‘ᴀʟᴀ ᴋᴀᴛꜱɪɪʀɪᴍ ᴍɪᴍᴍᴀɴ ᴋʜᴀʟᴀQᴀ ᴛᴀꜰᴅʜɪʟᴀᴀ
Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari musibah yang menimpamu dan benar-benar memuliakanku dari makhluk lainnya.
Kalau kalimat itu diucapkan, maka ia akan diselamatkan dari musibah tersebut, musibah apa pun itu semasa ia hidup.” (HR. Tirmidzi, no. 3431; Ibnu Majah, no. 3892
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan do'a ini hendaknya dibaca lirih di depan orang yang terkena musibah dunia seperti orang yang sakit. Karena bisa jadi akan menyakitinya. Tapi dalam hal musibah akhirat seperti kemaksiatan atau ahli bid'ah, boleh dibaca keras dengan tujuan untuk mentahdzir.
Jangan mendzalimi orang lain.
Dalam hadits Nabi ﷺ tatkala sahabat meminta harga dipatok karena inflasi, Nabi ﷺ berdoa agar tidak mendzalimi orang lain. Karena jika mematok harga karena inflasi yang disebabkan demand pasar, maka akan ada pihak yang terdzalimi.
Imam Ahmad bin Hambal, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu. Ia berkata,
غَلَا السِّعْرُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ سَعِّرْ لَنَا فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى رَبِّي وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَطْلُبُنِي بِمَظْلِمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ
“Pernah naik harga (barang-barang) di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang berkata “Ya Rasulullah, telah naik harga, karena itu tetapkanlah harga bagi kami” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah, Dia-lah al-Musa’ir (yang menetapkan harga), al-Qaabidh (yang menyempitkan rezeki), al-Baasith (yang melapangkan rezeki),ar-Rozzaaq (yang maha memberi rejeki) dan sesungguhnya aku harap bertemu Allah di dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntut aku lantaran menzalimi dalam darah dan harta”.
Kedzaliman adalah Kegelapan di hari kiamat
Allah Ta’ala berfirman,
ِأَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS. Hud: 18).
Dan ayat-ayat yang semisal sangatlah banyak. Adapun dalil-dalil dari hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِيَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim, no. 2577).
Beliau juga bersabda,
ِاتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ
“Jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, no. 2447, Muslim, no. 2578).
Riba adalah salah satu bentuk kedzaliman
Memakan harta riba adalah perkara yang diharamkan oleh syari’at Islam dengan berbagai macam jenis dan caranya. Dan transaksi riba termasuk kedzaliman yang besar terhadap orang lain, memakan harta mereka dengan cara yang batil.
Allah ta’ala secara tegas menyatakan terhadap mafia riba ini dalam firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ – فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡب مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَإِن تُبۡتُمۡ فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ ﴾ [ البقرة: 278-279]
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul -Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [al-Baqarah/2: 278-279].
Berbagai Bentuk Kedzaliman
Ada bentuk kedzaliman yang terkadang kita tidak sadari:
1. Orang yang mampu membayar hutang tapi tidak dibayar (Debitur).
Menunda pembayaran hutang adalah kezaliman. Sebagian orang menganggap, tidak perlu membayar sebelum ditagih.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢٌ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃُﺗْﺒِﻊَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻠِﻰٍّ ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊْ
“Penundaan pelunasan hutang oleh orang yang mampu adalah sebuah kezaliman, maka jika hutang kalian ditanggung oleh orang lain yang mampu maka setujuilah.” (HR. Bukhari no. 2287)
Beberapa hal yang berkaitan dengan hutang:
- Boleh membayarkan hutang orang lain tanpa diketahui yang berhutang. Dan ini dianjurkan.
- Tidak boleh menagih hutang orang lain tanpa diketahui yang mengutangi karena bisa jadi sudah diikhlaskan.
- Jika sudah jatuh tempo dan tidak mau membayar, maka bisa dilaporkan ke pengadilan dan dicemarkan nama baiknya.
Dari ‘Amr bin asy-Syarid dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوْبَتَهُ.
“Layyu al-Wajid (orang kaya yang menunda-nunda dalam membayar hutang) halal kehormatannya dan hukumannya.”
[Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 4373)], Sunan an-Nasa-i (VII/317), Sunan Ibni Majah (II/811, no. 2427), Sunan Abi Dawud (X/56, no. 3611), Shahiih al-Bukhari secara ta’liq (V/62).
2. Tidak mau menunda orang yang tidak mampu membayar hutang (kreditur)
Yaitu bagi orang yang tidak memiliki harta yang dapat digunakan untuk membayarnya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” [Al-Baqarah/2: 280]
- Demikian juga ketika si pemberi hutang menagih ke anak yang berhutang.
- Kalau orang tua mempunyai harta maka hartanya wajib untuk membayar hutang sebelum dibagi kepada ahli waris.
- Kalau menuntut ahli waris untuk melunasi hutang orang tuanya, maka ini bentuk kedzaliman.
3. Perkara di pengadilan yang dimenangkan oleh sesuatu yang bukan haknya.
عن عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ، أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ: أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهَا، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَنَّهُ سَمِعَ خُصُومَةً بِبَابِ حُجْرَتِهِ، فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ: إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، وَإِنَّهُ يَأْتِينِي الْخَصْمُ، فَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَبْلَغَ مِنْ بَعْضٍ، فَأَحْسِبَ أَنَّهُ صَادِقٌ فَأَقْضِي لَهُ بِذَلِكَ، فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ مُسْلِمٍ، فَإِنَّمَا هِيَ قِطْعَةٌ مِنَ النَّارِ، فَلْيَأْخُذْهَا أَوْ لِيَتْرُكْهَا
Dari ‘Urwah bin Zubair, bahwa Zainab binti Abi Salamah menceritakan, Ummu Salamah, istri Nabi memberitahukannya tentang sebuah peristiwa yang diceritakan Nabi ﷺ bahwa ia -Nabi ﷺ - pernah mendengar percekcokan di dekat pintu kamarnya. Karena itu, Ia keluar menemui pihak yang bertengkar itu. -setelah itu Nabi ﷺ mendengar kesaksian dari dua pihak tersebut, lalu Nabi memutuskan perkara, lalu bersabda: “Sesungguhnya, tidaklah aku ini melainkan manusia, dan orang yang saling bersengketa datang menemuiku untuk memberikan keputusan. Bisa jadi di antara mereka ada yang lebih fasih berbicara dibanding yang lain, dalam pertimbanganku, ia adalah orang yang jujur sehingga aku memutuskan persengkataan tersebut berdasarkan pertimbangan itu. Maka, keputusan apa saja yang telah ku ambil yang berkaitan dengan hak seorang muslim, maka keputusan itu ibarat sepotong bagian dari neraka. Hendaknya itu dijalankan (kalau memang itu adalah kebenarannya), dan hendaknya ditinggalkan (kalau diketahui bahwa itu tidak tepat).
Maka, jika hakim salah, itu adalah serpihan api neraka. Keputusan qadhi tidak menghalalkan yang halal dan menghalalkan yang haram.
⛔ Putusan hakim di dunia bukanlah akhir dari segalamya, di akhirat kelak akan dipertanggungjawabkan.
Wahai orang-orang yang bersengketa masalah hak orang lain, padahal itu bukan haknya, atau merebut kembali wakaf bapaknya karena sertifikat belum balik nama, maka sesungguhnya itu kepingan api neraka.
4. Tidak menafkahi anak yang mengikuti isteri
Allah Ta’ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِم
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’: 34)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
خُذِي مَا يَكْفِيْكِ وَ وَلَدَكِ بِالْمَعْرُوْفِ
“Ambillah (dari harta suamimu) apa yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang baik“ [HR. Bukhari Muslim]
Tidak ada istilah mantan anak, semua anak-anak tanggung jawab bapaknya meskipun perawatan bersama ibunya.
Dan kasus ini banyak terjadi meskipun di kalangan asatidzah. Meskipun anaknya masih dalam berbentuk janin (hamil), tetap berhak untuk diberi nafkah.
5. Mengambil tanah orang lain.
Dari Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ ظَلَمَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ.
“Barangsiapa mengambil sedikit tanah dengan cara yang zhalim, maka (Allah) akan mengalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi.’” [Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (V/103, no. 2452), Shahiih Muslim (III/ 1230, no. 1610)].
Ada ulama yang menafsirkan orang yang membooking masjid pakai sajadah (Dibawakan oleh Imam Nawawi dalam Fiqh Madzhab Syafi’i), seperti halnya sajadah besar di masjid dan melarang orang menginjak sajadahnya.
Demikian juga hak duduk didalam bus yang seharusnya milik orang lain atau menguasai tempat duduk di ruang publik.
6. Menjual barang gadai.
Karena jika dijual, ada hak dari kreditur yang terdzalimi. Yang menggadaikan tidak boleh menjual barang yang digadaikan kecuali setelah mendapat ijin penerima gadai. Maka jika ia telah menjualnya dan penerima gadai membolehkannya, jual beli itu sah, dan jika ia tidak membolehkannya, maka transaksi itu rusak (tidak sah).
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم