بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
🎙| Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
📌| Masjid An-Naafi Dago Pakar Bandung
🗓 | Bandung, 20 Jumadil Awal 1447 H / 11 November 2025 M
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Telah berlalu pembahasan Sebab-sebab Syaitan Menguasai Manusia:
1. Kekufuran dan Syirik.
2. Melupakan Dzikir kepada Allah ﷻ.
3. Meminta Perlindungan kepada Setan dan Keturunannya
4. Menjadikannya Sebagai Wali (Penolong dan Pembantu)
5. Taat Kepadanya dan Mengikuti Langkah-langkahnya
Poin Selanjutnya:
Sebab-sebab Syaitan Menguasai Manusia: #6 | Keras dan Sakitnya Hati
Hati adalah inti manusia. Ia yang menguasai semua anggota tubuh dan mengontrolnya. Sementara anggota tubuh adalah pengikutnya. Jika hati itu baik, maka semua tubuh akan baik pula. Demikian pula sebaliknya, dengan rusaknya hati, rusak pula seluruh tubuh. Hati terbagi tiga: sehat, sakit dan mati.
Terdapat dua jenis penyakit dalam diri seorang manusia. Pertama adalah penyakit hati dan kedua adalah penyakit badan. Keduanya disebutkan dalam Al-Qur’an. Adapun penyakit hati, terbagi lagi dua jenis, yaitu (1) penyakit syubhat (pemahaman dan pemikiran yang menyimpang) dan keragu-raguan; serta (2) penyakit syahwat (keinginan-keinginan yang terlarang).
Adapun hati yang sehat, yaitu al-Qalbun Salim (hati yang sejahtera) yang selamat dari setiap keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah ﷻ dan larangan-Nya, dan dari setiap syubhat yang bertentangan dengan berita-Nya. Karena itu ia selamat dari pengabdian kepada selain-Nya, selamat dari bertahkim (berhukum) kepada selain Rasulullah ﷺ, ikhlas hanya kepada Allah ﷻ dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya.
Hati yang mati, lawan yang di atas, yaitu hati yang tidak memiliki kehidupan, tidak mengenal Rabb-nya dan tidak mengabdi kepada-Nya, sesuai dengan perintah dan apa yang dicintai dan dirdhai-Nya. Sebaliknya, ia hidup bersama syahwat dan kenikmatan nya. Sekalipun pada keduanya terdapat kemurkaan Rabb-nya. Ia tidak menerima nasehat orang lain, tetapi ia mengikuti keinginan setiap syaithan yang jahat. Berkumpul bersamanya merupakan penyakit, bergaul bersamanya adalah racun dan duduk bersamanya adalah kebinasaan.
Hati yang sakit, yaitu hati yang memiliki kehidupan, tetap terjangkit penyakit. Dia memiliki dua sisi yang menariknya, terkadang ini dan terkadang itu, tergantung mana yang berhasil menguasainya pada saat itu. Di hati itu ada cinta, iman, ikhlas dan tawakkal kepada Allah ﷻ, ini adalah sumber kehidupannya. Namun di hati itu juga ada cinta kepada syahwat, mengutamakannya dan keinginan untuk mendapatkannya. Hal itu merupakan sumber kehancuran dan kebiasaannya. [Lihat Ighatsatul Lahfan 1/15 dengan Ringkas].
Hati yang keras dan sakit adalah dua sebab yang menjadikan syaithan bisa menguasai manusia dan menaburkan segala yang syubhat kepadanya. Firman Allah ﷻ:
لِّيَجْعَلَ مَا يُلْقِى ٱلشَّيْطَٰنُ فِتْنَةً لِّلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَٱلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ ۗ
“Agar Dia menjadikan apa yang dimaksudkan oleh syaithan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan yang keras hatinya ....” (QS. Al-Hajj: 53)
Sakit berada di bawah mati. Hati akan mati dengan sebab kejahilan yang mutlak, sementara hati sakit karena ada suatu kebodohan. Hati bisa mati, sakit, hidup dan sembuh. Dan hidup, mati, sakit serta sembuhnya hati lebih penting dari hidup, mati, sakit dan sembuhnya badan atau jasmani seseorang. Karena itulah hati yang sakit jika dimasuki oleh syubhat akan memperparah penyakitnya. Maka apa pun yang dimasukkan oleh syaithan menyebabkan syubhat bagi mereka karena lemahnya hati mereka, demikian pula yang hatinya keras, (Lihat Majmu' Fatawa Syaikhul Islam 10/94-95) syaithan mengacaukan mereka disebabkan penyakit yang ada di hati mereka.
Sedangkan orang-orang yang beriman adalah pemilik hati yang sehat. Tidak ada di antara mereka dan siapa yang menerima serta mengamalkan al-haq (kebenaran) melainkan ilmu dan pengetahuan tentang hal itu. Maka apa yang dilontarkan syaithan justru menjadi kekuatan bagi hati mereka, karena ia menolak dan membencinya serta mengetahui bahwa yang haq adalah sebaliknya. Karenanya ia merendahkan diri, patuh dan tunduk terhadap kebeharan, serta mengetahui kebathilan yang diinginkan syaithan. Dengan demikian, imannya serta kecintaannya kepada yang haq semakin bertambah, dan kufurnya serta kebenciannya terhadap kebathilan juga semakin bertambah. (Lihat Ighatsatul Lahfan 1/16).
Kenapa kita Harus memperbaiki hati
1. Allah ﷻ melihat Hati Kalian!
Hati seharusnya menjadi perhatian utama daripada lahiriyah. Karena baiknya hati, baik pula amalan lainnya. Karena hati yang bersih, amalan yang lain bisa diterima. Beda halnya jika memiliki hati yang rusak, terutama hati yang tercampur noda syirik. Karena itu perhatikanlah hatimu!
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).
2. Baiknya Hati Merupakan Baiknya Badan
Jika hati baik, maka baiklah anggota badan yang lain. Jika hati rusak, maka rusak pula yang lainnya. Baiknya hati dengan memiliki rasa takut, rasa cinta pada Allah dan ikhlas dalam niat. Rusaknya hati adalah karena terjerumus dalam maksiat, keharaman dan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya).
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
3. Asal dari Ketakwaan dan Kedurhakaan Makhluk adalah Hati
Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau meriwayatkan dari Allah ‘azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman:
يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا
Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga. (HR. Muslim no. 6737)
Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Jami’ul Ulum walhikam berkata, di dalam hadits ini terkandung dalil bahwa asal dari ketakwaan dan kedurhakaan makhluk adalah hati, jika hatinya baik dan bertakwa maka baik pula anggota badan dan jika hatinya buruk, maka buruk pula amalan anggota badan.
Ini menunjukkan hati adalah bagian terpenting dari manusia, maka memperbaikinya akan berpengaruh terhadap badan.
4. Amalan Hati Berpahala Besar
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam I'lamul muwaqi'iin bahwa besarnya pahala ditentukan oleh kondisi hati. Bisa jadi amalan kecil menjadi berpahala besar jika kondisi hatinya baik. Sebaliknya, meskipun yang dilakukan adalah amalan yang utama seperti shalat, jika kondisi hatinya buruk maka bisa jadi malah menghasilkan dosa. Disebabkan karena riya karena hati yang buruk.
Kita bisa renungkan hadits, tiga golongan yang pertama kali masuk neraka adalah (1) orang yang berilmu dan ahli Al-Qur'an yang melakukan amal karena riya, (2) orang yang mati syahid yang melakukan amal karena riya, dan (3) orang kaya yang dermawan yang melakukan amal karena riya. Mereka diadzab karena niat mereka untuk dipuji orang lain, bukan karena ikhlas kepada Allah ﷻ. Artinya kondisi hatinya buruk.
Sebaliknya, jika hati baik, amalan ringan bisa berpahala besar. Contoh yang bisa diamalkan adalah shalat sunnah wudhu, yang dilakukan setiap kali ba'da wudhu, dengan catatan hatinya ikhlas dan khusyuk.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkatabahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ يُقْبِل بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ عَلَيْهِمَا إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
“Tidaklah seseorang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu shalat dua rakaat dengan sepenuh hati dan jiwa melainkan wajib baginya (mendapatkan) surga.” (HR. Muslim, no. 234)
Dari Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian berdiri melaksanakan dua rakaat dengan tidak mengucapkan pada dirinya (konsentrasi ketika shalat), maka dia akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari, no. 160 dan Muslim, no. 22)
Semoga hal ini juga menghapus dosa besar karena keikhlasan dan kekhusyukan dalam shalatnya.
5. Mengabaikan Amalan Hati bisa Menjurus ke dalam Kebinasaan
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, mengabaikan amalan hati bisa menjurus ke dalam kebinasaan. Seperti : Khusyuk itu cepat sekali hilang, lebih-lebih lagi zaman ini. Dalam hadits Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أوَّلُ شَيءٍ يُرفعُ مِن هذِهِ الأمَّةِ الخُشوعُ حتَّى لا تَرى فيها خاشِعًا
“Perkara yang pertama kali diangkat dari umat ini adalah khusyuk sampai tak terlihat orang yang khusyuk di dalam shalatnya.” (HR. Ath-Thabrani, dengan sanad hasan. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1:288).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, asal kekhusyukan adalah dari lunaknya hati, dari ketidakkhusyukan lahir dua keburukan:
- Bidang sosial: akhlaknya buruk.
- Di akhirat: terancam neraka wail. Karena shalat yang tidak khusyuk.
6. Mengabaikan kondisi hati dapat Menghapus Amalan
Dalam hadits dalam salah satu kitab sunan disebutkan,
عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : « لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ». قَالَ ثَوْبَانُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا »
Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 4245. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Ibnu Majah membawakan hadits di atas dalam Bab “Mengingat Dosa”.
Para ulama menjelaskan bahwa yang melakukan amalan-amalan dzahir ini dengan giat, tetapi mengabaikan amalan hati (muraqabah) ketika bersendirian. Yaitu merasa diawasi oleh malaikat raqib dan atid serta malaikat penjaga depan dan belakang.
Maka, melalaikan hati akan mudah dipermainkan oleh syaithan. Hanya diiming-iming kesenangan sesaat akan mudah dijerumuskan syaitan.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم