بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
📚┃Materi : Musibah Dunia lebih Ringan dari pada Musibah Agama
🎙┃ Pemateri : Ustadz Abu Abdillah Hafidzahullah
🗓┃ Hari /Tanggal : Ahad , 28 September 2025 M / 6 Rabi’ul Akhir 1447 H
🕌┃ Tempat : Masjid Al-Ikhlas - Safira Residence Kartasura
Setelah memuji Allâh dan bershalawat atas Nabi-Nya, Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan hingga masih dipertemukan dalam majelis ilmu, semoga Allah ﷻ memberikan keberkahan dalam pertemuan ini.
Ukuran kebaikan dan kebahagiaan seseorang adalah ketakwaan, bukan bekal ukuran dunia.
Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata Allah ﷻ memberikan rezeki bagi yang Dia kehendaki, perlu kita pahami Allah ﷻ memberikan rezeki sesuai dengan HikmahNya, tidak disamakan satu dengan lainnya. Terkadang diuji dengan kekurangan (baik harta maupun kebahagian) demikian juga kurang ilmu, agar dia berusaha memohon kepadaNya, di situ Allah ﷻ menguji hambaNya dengan ujian. Maka, hendaknya dia memilih bersabar atau kalau tidak, maka dia akan berputus asa.
Maka, jalan kesabaran adalah jalan terbaik, hingga dia memiliki pahala yang besar. Karena amalan-amalan berlipat ada yang dilipat 10 kali atau bahkan 700 kali, bahkan tidak terhitung.
Maka, kesabaran atas ujian hidup adalah pilihan utama, pilihlah jalan kesabaran.
Terkadang, Allah ﷻ uji dengan jalan kebahagian, semuanya cukup dan keluarga bahagia. Agar dia bersyukur atau ingkar.
Kita lihat sejarah ada Fir'aun, Qarun dan Haman. Tiga jenis ini berasal dari Al-Quran dan menyiratkan tiga tokoh yang dianggap sombong, zalim, dan mengesampingkan keimanan pada Allah ﷻ. Ketiganya mempunyai peran vital untuk menggerakan roda masyarakat, ada harta dan tahta.
> وَقَـٰرُونَ وَفِرۡعَوۡنَ وَهَـٰمَـٰنَۖ وَلَقَدۡ جَاۤءَهُم مُّوسَىٰ بِٱلۡبَیِّنَـٰتِ فَٱسۡتَكۡبَرُوا۟ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَمَا كَانُوا۟ سَـٰبِقِینَ
“dan (juga) Qarun, Fir’aun dan Haman. Sungguh, telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata. Tetapi mereka berlaku sombong di bumi, dan mereka orang-orang yang tidak luput (dari azab Allah).” (Surat Al-Ankabut: 39)
Kita lihat Imam Malik dan Imam Syafi'i rahimahallah, seorang guru dan murid. Imam Syafi'i berkata, bahwa rezeki harus diusahakan, tetapi gurunya imam malik berkata, bahwa rezeki Allah ﷻ sudah tentukan, kalau sudah rezekinya maka ia akan datang. Hingga imam Syafi'i meninggalkan majelis.
Keluar majelis, beliau menuju suatu tempat dan bertemu petani yang sedang panen. Dan memerlukan tenaga hingga imam Syafi'i bekerja hingga mendapatkan uang dan sekarung kurma.
Kemudian imam Syafi'i kembali ke rumah imam Malik dan memberikan kurma tersebut sambil mengungkapkan bahwa rezeki harus diusahakan, tetapi Imam Malik berkata, bahwa Allah ﷻ juga memberikan rezeki kepadaku walaupun di rumah, lewat perantara engkau dengan memberikan sekarung kurma.
Maka, keduanya benar, betapa banyak orang yang banting tulang, bekerja tetapi rezeki tetap sama dengan orang lain yang mungkin kelihatannya santai, sesuai dengan takaran yang Allah ﷻ kehendaki.
Maka, janganlah kecil hati dengan kurangnya rezeki, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, seluruh musibah dunia adalah ringan, jika dibandingkan musibah akhirat.
Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan pandangan yang mendalam mengenai hakikat musibah. Beliau menegaskan bahwa musibah yang sejati adalah yang menimpa agama seseorang, bukan musibah duniawi. Dalam kitabnya Madarijus Salikin (2/322), beliau berkata,
كل ﻣـﺼيبة ﺩﻭﻥ ﻣـﺼيبة ﺍلدين فهيِّنه ﻭ ﺇنها ﻓـﻲ ﺍلحقيقة نعمة ﻭ ﺍلمصيبة ﺍﻟﺤﻘﻴﻘُﻴﺔ ﻣﺼﻴﺒﺔ ﺍﻟﺪﻳﻦ
“Setiap musibah selain musibah yang menimpa agama, maka anggaplah ringan musibah tersebut. Karena pada hakikatnya itu merupakan sebuah nikmat dan sebenar-benar musibah adalah musibah yang menimpa agama seseorang.”
Apa yang beliau sampaikan ini mengajak kita untuk merenungkan kembali apa yang sebenarnya penting dalam kehidupan kita. Dalam pandangan Ibnul Qayyim rahimahullah, segala bentuk musibah yang menimpa urusan duniawi, seperti kehilangan harta, sakit, atau bahkan kehilangan orang yang dicintai, masih ringan jika dibandingkan dengan musibah yang menimpa agama.
Sebagai Muslim, kita harus selalu waspada terhadap musibah yang dapat menimpa agama kita. Oleh karenanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam doanya memohon agar musibah tidak menimpa agama beliau. Beliau memohon dalam doanya
اللَّهُمَّ لاَ تجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا
“Ya Allah janganlah Engkau jadikan musibah kami menimpa agama kami.”
Malik bin Dinar rahimahullah berkata,
إن الله جعل الدنيا دار مفر والآخرة دار مقر، فخذوا لمقركم من مفركم، وأخرجوا الدنيا من قلوبكم قبل أن تخرج منها أبدانكم
“Sesungguhnya, Allah menjadikan dunia sebagai tempat persinggahan dan akhirat sebagai kampung halaman. Oleh karena itu, persiapkanlah bekal di tempat persinggahan untuk menuju kampung halaman. Keluarkanlah dunia dari hati kalian sebelum badan kalian keluar dari dunia.
ولا تهتكوا أستاركم عند من يعلم أسراركم، ففي الدنيا حييتم ولغيرها خلقتم، إنما مثل الدنيا كالسم أكله من لا يعرفه، واجتنبه من عرفه، ومثل الدنيا مثل الحية مسها لين، وفي جوفها السم القاتل يحذرها ذو العقول، ويهوي إليها الصبيان بأيديهم
Jangan kalian buka tabir aib kalian di hadapan Dzat yang mengetahui segala rahasia kalian. Di dunia kalian diberi kehidupan, untuk tempat lain (akhirat) kalian diciptakan.
Dunia ibarat racun, dimakan oleh orang yang tidak mengetahui (hakikatnya), dijauhi oleh orang yang mengetahui (hakikatnya).
Dunia juga ibarat ular, licin ketika disentuh, tetapi di mulutnya ada racun yang membunuh.
Dunia diwaspadai oleh orang yang berakal, tetapi disenangi oleh anak-anak kecil.” (Shifatu Shafwah, 3/200)
Maka, apapun yang terjadi segera kembali kepada agama, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menasehati, pandai-pandailah menghibur diri dengan sabar, ingat pahala dan janji-janji Allah ﷻ. Selamatkan mulut dan hati kita dari menolak takdir Allah ﷻ.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahw Allâh Azza wa Jalla menjadikan sikap sabar itu ibarat kuda pacu yang tak pernah terperosok, bagaikan pedang tajam yang tak pernah tumpul, seperti bala tentara yang selalu menorehkan kemenangan lagi tak terkalahkan. Ia tak ubahnya seperti benteng kokoh yang tidak bisa dihancurkan ataupun retak. Sabar dan kemenangan adalah dua saudara kembar (yang selalu bersanding tak terpisahkan).
Dan hati yang dekat dengan Allah ﷻ akan menjauhkan dari penyakit. Maka dia akan hidup biasa, tidak banyak terbebani.
Syaikh Abdurrahman as-Sa'di rahimahullah menyatakan: Hati yang selamat artinya adalah selamat dari kesyirikan, keraguan, kecintaan terhadap keburukan, terus menerus dalam kebid'ahan dan dosa. Justru sebaliknya hati itu berisi ikhlas, ilmu, keyakinan, cinta pada kebaikan, menghiasinya dalam hatinya. Kehendak dan cintanya mengikuti kecintaan Allah. Hawa nafsunya (ditundukkan) untuk mengikuti (ajaran) yang datang dari Allah. Taisiir Kariimir Rahmaan fii Tafsiirri Kalaamil Mannaan (1/593)).
Pada akhirnya, banyaklah bertaubat, karena kalau nyawa sudah ditenggorokan, maka penyesalan tidak ada gunanya. Sebaik apapun ibadahmu, tetaplah bertaubat, karena hidup tidak ada yang tahu akhirnya.
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk istiqomah dalam mengamalkan ilmu yang bermanfaat. Aamiin.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم