Tidaklah Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia dan seluruh makhluk-Nya dengan sia-sia dan tanpa ada tujuan. Dan tujuan Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia adalah untuk beribadah dengan mentauhidkan-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya (artinya): “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)
Tidaklah kehidupan ini akan berhenti pada apa yang kita lihat di dunia. Kehidupan dunia ini hanya sekedar batu loncatan dan sebagai perantara menuju kehidupan abadi. Masing-masing kita pasti akan kembali kepada-Nya dan mempertanggungjawabkan amalan di hari akhir nanti. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya kepada Kamilah mereka kembali. Dan sungguh Kamilah yang akan menghisab mereka.” (Al Ghasyiyah: 25-26)
Para pembaca, Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam sebuah ayat-Nya (artinya): “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja mengatakan: ‘Kami telah beriman’ sedang mereka tidak diuji?” (Al Ankabut: 1-2)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wata’ala mengabarkan bahwa manusia pasti dan pasti akan diuji setelah dia menyatakan keimanannya. Mengapa Allah subhanahu wata’ala menguji kita? Apa hikmah di balik ujian Allah subhanahu wata’ala tersebut? Jawabannya adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah subhanahu wata’ala (artinya):
“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui mana orang-orang yang jujur dan mana orang-orang yang berdusta.” (Al Ankabut: 3)
Semua ini akan kita saksikan di hari pembalasan, di mana akan ditampakkan oleh Allah subhanahu wata’ala segala bentuk rahasia yang tidak ada seorangpun dapat mengelak pada hari itu. Di saat itu Allah subhanahu wata’ala berkata kepada sekalian manusia (artinya): “Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu secara main-main saja, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mu’minun: 115)
Tidaklah kehidupan ini akan berhenti pada apa yang kita lihat di dunia. Kehidupan dunia ini hanya sekedar batu loncatan dan sebagai perantara menuju kehidupan abadi. Masing-masing kita pasti akan kembali kepada-Nya dan mempertanggungjawabkan amalan di hari akhir nanti. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya kepada Kamilah mereka kembali. Dan sungguh Kamilah yang akan menghisab mereka.” (Al Ghasyiyah: 25-26)
Para pembaca, Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam sebuah ayat-Nya (artinya): “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja mengatakan: ‘Kami telah beriman’ sedang mereka tidak diuji?” (Al Ankabut: 1-2)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wata’ala mengabarkan bahwa manusia pasti dan pasti akan diuji setelah dia menyatakan keimanannya. Mengapa Allah subhanahu wata’ala menguji kita? Apa hikmah di balik ujian Allah subhanahu wata’ala tersebut? Jawabannya adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah subhanahu wata’ala (artinya):
“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui mana orang-orang yang jujur dan mana orang-orang yang berdusta.” (Al Ankabut: 3)
Semua ini akan kita saksikan di hari pembalasan, di mana akan ditampakkan oleh Allah subhanahu wata’ala segala bentuk rahasia yang tidak ada seorangpun dapat mengelak pada hari itu. Di saat itu Allah subhanahu wata’ala berkata kepada sekalian manusia (artinya): “Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu secara main-main saja, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mu’minun: 115)
Di hari yang dahsyat itu, semua akan lepas dan pergi meninggalkan kita. Tidaklah seseorang akan memikirkan sesuatu kecuali hanya dirinya sendiri. Seorang ayah dan ibu akan lari meninggalkan sanak keluarganya, bahkan anaknya sekalipun tidak lagi mempedulikan orang tuanya. Mungkin ketika di dunia jika ada yang mengganggu mereka dengan kekuatan sebesar apapun, akan dibela dan dipertahankan kehormatannya sampai titik darah penghabisan. Tetapi di akhirat, mereka akan lupa semua itu. Allah subhanahu wata’ala menggambarkan semua itu dalam ayat-Nya yang suci (artinya):
“Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua). Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang pada hari itu mempunyai urusan yang sangat menyibukkan.” (‘Abasa: 33-37)
Lalu di hari yang mengerikan itu, masing-masing akan ditanya oleh Allah subhanahu wata’ala tentang segala sesuatu yang telah diperbuat. Umurnya, untuk apa dihabiskan. Masa mudanya, untuk apa dipergunakan. Hartanya, dari mana diperoleh dan untuk apa digunakan. Serta ilmunya, untuk apa diamalkan.
Wahai saudaraku ini adalah suatu kepastian yang mesti akan terjadi. Supaya kita mengintrospeksi diri dan mulai mengevaluasi segala sesuatu yang telah dijalani selama ini. Sehingga ke depan, kita memiliki rambu-rambu dan isyarat yang dengannya dapat melangkah dengan tepat menuju ridha Allah subhanahu wata’ala.
Saudaraku yang semoga selalu dilindungi Allah subhanahu wata’ala. Dengan penuh hikmah, Allah subhanahu wata’ala menciptakan bagi manusia dua musuh besar, yang mengharuskan kita untuk mengenali dan mempelajari siapa kedua musuh tersebut. Bagaimana kekuatannya dan bagaimana pula makar jahatnya. Kalau tidak, maka kita akan hancur dipecundangi mereka. Salah satu musuh bebuyutan tersebut adalah hawa nafsu yang bercokol dalam tubuh kita. Allah subhanahu wata’ala menyatakan dalam Al Qur’an (artinya): “Sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyuruh kepada kejelekan, kecuali hawa nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (Yusuf: 53)
Itulah hawa nafsu yang selalu, selalu, dan selalu memerintah dan mengajak kepada yang jelek. Dan musuh yang pertama ini sangat berbahaya bagi makhluk yang bernama manusia. Tidaklah dia dapat dikalahkan kecuali dari sekarang kita berniat dan berbuat untuk melawannya tanpa menunda-nunda.
Saudaraku seiman, musuh bebuyutan kedua yang tidak kalah dahsyatnya adalah Syaithan. Allah subhanahu wata’ala gambarkan tentangnya di dalam Al Qur’an (artinya):
“Sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh. Karena sesungguhnya syaithan-syaithan itu hanya mengajak golongannya agar meraka menjadi penghuni neraka yang menyala-menyala.” (Faathir: 6)
Coba perhatikan, dalam ayat ini, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan untuk memposisikan dia sebagai musuh terdepan, sehingga kita dapat mempelajari bagaimana gerak-gerik, kekuatan, serta makar-makarnya, yang dengan itu kita bisa mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapinya. Lalu, dari mana kita mendapatkan ilmu menghadapi musuh yang satu ini? Maka tidak lain hanya Al Qur’an dan As Sunnah saja senjata terkuat untuk menghadapinya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Kitab Al Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (Al Baqarah: 2)
Dan musuh yang satu ini tidak main-main, bahkan ia telah berhasil mengeluarkan ayah kita Adam beserta istrinya dari al jannah (surga). Seorang Nabi saja telah berhasil terkena bujukan dan rayuannya, apalagi orang yang bukan nabi. Dan ia pun telah bersumpah setelah Allah melaknatnya: (artinya) “…Dan syaithan telah menyatakan: ’Sungguh benar-benar aku akan mengambil dari hamba Engkau bagian yang telah ditentukan (untukku). Dan benar-benar aku akan menyesatkan mereka, dan membangkitkan angan-angan kosong kepada mereka.” (An Nisaa’: 118-119)
Kalau ada seseorang memiliki rumah yang bagus, maka ia akan mempelajari bagaimana teknis. Sehingga rumahnya dipagari dengan rapi dan kuat. Melindungi diri dan keluarganya kemudian hartanya dari para pencuri. Padahal, kalaupun hartanya dicuri, mungkin yang hilang hanya beberapa rupiah saja, yang semua itu tidaklah sebanding jika iman yang hilang darinya.
Allah subhanahu wata’ala mengenalkan kepada kita tentang siapa sebenarnya makhluk terlaknat yang kita diperintahkan untuk menjadikannya sebagai musuh utama. Dalam ayat lain Allah subhanahu wata’ala mengkhabarkan lagi tentang iblis ketika ia meminta kepada Allah: (artinya) “Ya Allah, tundalah kematianku sampai hari kebangkitan.” (Al A’raf: 14)
Untuk apa iblis meminta kepada Allah subhanahu wata’ala untuk ditunda kematiannya? Tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memimpin pasukan dan bala tentaranya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Subhanallah, kepada siapakah iblis memohon permintaannya? Apakah ia meminta kepada Jibril? Tidak!!! Ia meminta kepada Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Pemberi, karena ia tahu bahwa Jibril bahkan seluruh malaikat dan makhluk yang lainnya tidak mampu menunda kematiannya.
Iblis bukanlah makhluq yang tidak mengenal Allah subhanahu wata’ala, atau tidak yakin akan keberadaan Allah subhanahu wata’ala, bahkan ia meminta dan memohon langsung kepada Allah subhanahu wata’ala. Tetapi mengapa iblis menjadi kafir dan dilaknat oleh Allah Yang Maha Pengampun? Yang menyebabkan ia menjadi makhluk terlaknat dan dinyatakan kafir bahkan pimpinan orang-orang kafir adalah karena sifat sombong dan takabbur yang ada padanya, sehingga karenanya ia tidak taat kepada perintah Allah dan cenderung mengikuti hawa nafsunya.
Lalu, bagaimana cara iblis menghalangi Bani Adam masuk ke rel Shirotol Mustaqim (jalan yang lurus)? Apakah dengan dibunuh satu persatu? Atau …. Bagaimana??? Tidak! Kalau caranya seperti itu iblis merasa rugi, karena ia akan kehilangan teman, sebelum berhasil membujuk mereka untuk tinggal bersamanya di Jahannam. Tetapi iblis menyatakan:
“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari arah depan dan belakang mereka, dan dari arah kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Al A’raf: 16)
Iblis akan selalu menggambarkan di benak manusia seolah-olah ada layar yang selalu ditampakkan oleh iblis berupa kegagalan, kehancuran, dan kemiskinan ketika ia akan menjalankan perintah Allah subhanahu wata’ala di dunia.
Dan di antara manuver jahatnya, dia menebarkan syubhat (kerancuan) dalam perkara agama di mata bani adam, sehingga seseorang akan menganggap yang haq adalah batil dan yang batil adalah haq, yang halal adalah haram dan sebaliknya yang haram adalah halal, yang salah adalah sesuatu yang baik dan benar, dan sebaliknya yang benar akan digambarkan adalah sebuah perkara yang batil. Inilah sifat yang Allah subhanahu wata’ala gambarkan dalam Al Qur’an (artinya):
“Katakanlah: ‘apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Al Kahfi: 103-104)
Masing-masing syaithan memiliki data tentang keadaan dan kelemahan seseorang, sehingga ia akan mengkhabarkan dan memberikan informasi kepada yang lainnya tentang kelemahannya, agar mereka dapat dengan mudah mendatanginya dari arah tersebut. Jika kelemahannya tersebut ada pada keluarganya, maka mereka akan menggoda dan mengganggu melalui keluarganya. Oleh karena itu, masing-masing harus mengetahui kondisi dirinya dan kelemahan yang ada padanya agar dapat mempersiapkan diri dari serangan-serangan syaithan yang akan menjerumuskan kita kearah kebinasaan dengan mempelajari ilmu agama sejak dini.
Saudaraku yang mulia, kalau kita ingin bertempur, maka kita harus tahu dimana letak kekuatan lawan, apakah pada kekuatan darat, laut ataukah udaranya. Kalau kekuatannya tersebut ada pada pasukan udara, maka kita harus bersiap-siap mengahadapinya dari arah udara. Seandainya kita tidak tahu bagaimana kekuatan musuh, maka kita akan habis dilalap oleh pasukan musuh tersebut. Allah subhanahu wata’ala telah menyebutkan bagaimana kekuatan dan makar-makar syaithan. Tinggal, maukah kita mempelajari dan mengenal kekuatan lawan kita ini?
Dan diantara manuvernya, ia akan mendatangi manusia dari pintu syahwat dengan mengajak agar dia cenderung melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wasallam. Jika datang seseorang menasihatinya dari perbuatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan menjawab: “Wah sulit, yang haram saja sulit apalagi yang halal”. “Yang Jujur hancur.” Lihat saudaraku, syaithan telah berhasil masuk ke pintu syahwatnya. Dia telah memenuhi permintaan kekasihnya untuk melakukan ini dan itu dengan jalan yang tidak Allah subhanahu wata’ala halalkan.
Terkadang pula kita membiarkan bahkan mengajarkan anak dan keluarga kita untuk meniru gaya dan cara hidup orang-orang kafir. Jangan coba-coba menyalahkan anak dan keluarga kita kalau akhlak mereka menjadi tidak baik, karena didikan yang diberikan tanpa sedikitpun tersentuh dengan nilai-nilai Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Mereka hanya tahu dengan nama-nama bintang film, tetapi ketika mereka ditanya siapa Umar Bin Khathab, mereka hanya tercengang dan bengong karena tidak tahu siapa beliau. Sejak kecil mereka dicekoki dengan nyanyian dan tari-tarian. Sehingga jangan salahkan, jika setelah besar mereka kosong dari akhlak yang mulia. Seorang penyair berkata:
“Jika bergaul dengan suatu kaum pilihlah yang terbaik
Hindarilah yang hina karena kehinaannya membuatmu hina”
Wahai saudaraku….masih ada waktu untuk mulai berbenah diri dan kembali kepada Allah subhanahu wata’ala. Karena sesungguhnya Dia adalah Rabb Yang Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya, jauh melebihi sayangnya seorang ibu terhadap anaknya.
Tidak ada ungkapan yang lebih pantas diberikan kecuali dengan mengingatkan sebuah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam:
“Hendaklah kalian saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling menyayangi.” (HR. Malik dalam Al Muwaththa’, no. 1731)
Sebaik-baik hadiah yang diberikan seseorang kepada saudara seagamanya adalah nasihat yang menjadi bekal baginya di dunia dan simpanan di akhirat kelak. Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu memberi taufiq-Nya kepada kita agar selalu di atas kebaikan dan dihindarkan dari segala kejahatan. Amin.
“Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua). Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang pada hari itu mempunyai urusan yang sangat menyibukkan.” (‘Abasa: 33-37)
Lalu di hari yang mengerikan itu, masing-masing akan ditanya oleh Allah subhanahu wata’ala tentang segala sesuatu yang telah diperbuat. Umurnya, untuk apa dihabiskan. Masa mudanya, untuk apa dipergunakan. Hartanya, dari mana diperoleh dan untuk apa digunakan. Serta ilmunya, untuk apa diamalkan.
Wahai saudaraku ini adalah suatu kepastian yang mesti akan terjadi. Supaya kita mengintrospeksi diri dan mulai mengevaluasi segala sesuatu yang telah dijalani selama ini. Sehingga ke depan, kita memiliki rambu-rambu dan isyarat yang dengannya dapat melangkah dengan tepat menuju ridha Allah subhanahu wata’ala.
Saudaraku yang semoga selalu dilindungi Allah subhanahu wata’ala. Dengan penuh hikmah, Allah subhanahu wata’ala menciptakan bagi manusia dua musuh besar, yang mengharuskan kita untuk mengenali dan mempelajari siapa kedua musuh tersebut. Bagaimana kekuatannya dan bagaimana pula makar jahatnya. Kalau tidak, maka kita akan hancur dipecundangi mereka. Salah satu musuh bebuyutan tersebut adalah hawa nafsu yang bercokol dalam tubuh kita. Allah subhanahu wata’ala menyatakan dalam Al Qur’an (artinya): “Sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyuruh kepada kejelekan, kecuali hawa nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (Yusuf: 53)
Itulah hawa nafsu yang selalu, selalu, dan selalu memerintah dan mengajak kepada yang jelek. Dan musuh yang pertama ini sangat berbahaya bagi makhluk yang bernama manusia. Tidaklah dia dapat dikalahkan kecuali dari sekarang kita berniat dan berbuat untuk melawannya tanpa menunda-nunda.
Saudaraku seiman, musuh bebuyutan kedua yang tidak kalah dahsyatnya adalah Syaithan. Allah subhanahu wata’ala gambarkan tentangnya di dalam Al Qur’an (artinya):
“Sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh. Karena sesungguhnya syaithan-syaithan itu hanya mengajak golongannya agar meraka menjadi penghuni neraka yang menyala-menyala.” (Faathir: 6)
Coba perhatikan, dalam ayat ini, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan untuk memposisikan dia sebagai musuh terdepan, sehingga kita dapat mempelajari bagaimana gerak-gerik, kekuatan, serta makar-makarnya, yang dengan itu kita bisa mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapinya. Lalu, dari mana kita mendapatkan ilmu menghadapi musuh yang satu ini? Maka tidak lain hanya Al Qur’an dan As Sunnah saja senjata terkuat untuk menghadapinya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Kitab Al Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (Al Baqarah: 2)
Dan musuh yang satu ini tidak main-main, bahkan ia telah berhasil mengeluarkan ayah kita Adam beserta istrinya dari al jannah (surga). Seorang Nabi saja telah berhasil terkena bujukan dan rayuannya, apalagi orang yang bukan nabi. Dan ia pun telah bersumpah setelah Allah melaknatnya: (artinya) “…Dan syaithan telah menyatakan: ’Sungguh benar-benar aku akan mengambil dari hamba Engkau bagian yang telah ditentukan (untukku). Dan benar-benar aku akan menyesatkan mereka, dan membangkitkan angan-angan kosong kepada mereka.” (An Nisaa’: 118-119)
Kalau ada seseorang memiliki rumah yang bagus, maka ia akan mempelajari bagaimana teknis. Sehingga rumahnya dipagari dengan rapi dan kuat. Melindungi diri dan keluarganya kemudian hartanya dari para pencuri. Padahal, kalaupun hartanya dicuri, mungkin yang hilang hanya beberapa rupiah saja, yang semua itu tidaklah sebanding jika iman yang hilang darinya.
Allah subhanahu wata’ala mengenalkan kepada kita tentang siapa sebenarnya makhluk terlaknat yang kita diperintahkan untuk menjadikannya sebagai musuh utama. Dalam ayat lain Allah subhanahu wata’ala mengkhabarkan lagi tentang iblis ketika ia meminta kepada Allah: (artinya) “Ya Allah, tundalah kematianku sampai hari kebangkitan.” (Al A’raf: 14)
Untuk apa iblis meminta kepada Allah subhanahu wata’ala untuk ditunda kematiannya? Tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memimpin pasukan dan bala tentaranya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Subhanallah, kepada siapakah iblis memohon permintaannya? Apakah ia meminta kepada Jibril? Tidak!!! Ia meminta kepada Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Pemberi, karena ia tahu bahwa Jibril bahkan seluruh malaikat dan makhluk yang lainnya tidak mampu menunda kematiannya.
Iblis bukanlah makhluq yang tidak mengenal Allah subhanahu wata’ala, atau tidak yakin akan keberadaan Allah subhanahu wata’ala, bahkan ia meminta dan memohon langsung kepada Allah subhanahu wata’ala. Tetapi mengapa iblis menjadi kafir dan dilaknat oleh Allah Yang Maha Pengampun? Yang menyebabkan ia menjadi makhluk terlaknat dan dinyatakan kafir bahkan pimpinan orang-orang kafir adalah karena sifat sombong dan takabbur yang ada padanya, sehingga karenanya ia tidak taat kepada perintah Allah dan cenderung mengikuti hawa nafsunya.
Lalu, bagaimana cara iblis menghalangi Bani Adam masuk ke rel Shirotol Mustaqim (jalan yang lurus)? Apakah dengan dibunuh satu persatu? Atau …. Bagaimana??? Tidak! Kalau caranya seperti itu iblis merasa rugi, karena ia akan kehilangan teman, sebelum berhasil membujuk mereka untuk tinggal bersamanya di Jahannam. Tetapi iblis menyatakan:
“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari arah depan dan belakang mereka, dan dari arah kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Al A’raf: 16)
Iblis akan selalu menggambarkan di benak manusia seolah-olah ada layar yang selalu ditampakkan oleh iblis berupa kegagalan, kehancuran, dan kemiskinan ketika ia akan menjalankan perintah Allah subhanahu wata’ala di dunia.
Dan di antara manuver jahatnya, dia menebarkan syubhat (kerancuan) dalam perkara agama di mata bani adam, sehingga seseorang akan menganggap yang haq adalah batil dan yang batil adalah haq, yang halal adalah haram dan sebaliknya yang haram adalah halal, yang salah adalah sesuatu yang baik dan benar, dan sebaliknya yang benar akan digambarkan adalah sebuah perkara yang batil. Inilah sifat yang Allah subhanahu wata’ala gambarkan dalam Al Qur’an (artinya):
“Katakanlah: ‘apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Al Kahfi: 103-104)
Masing-masing syaithan memiliki data tentang keadaan dan kelemahan seseorang, sehingga ia akan mengkhabarkan dan memberikan informasi kepada yang lainnya tentang kelemahannya, agar mereka dapat dengan mudah mendatanginya dari arah tersebut. Jika kelemahannya tersebut ada pada keluarganya, maka mereka akan menggoda dan mengganggu melalui keluarganya. Oleh karena itu, masing-masing harus mengetahui kondisi dirinya dan kelemahan yang ada padanya agar dapat mempersiapkan diri dari serangan-serangan syaithan yang akan menjerumuskan kita kearah kebinasaan dengan mempelajari ilmu agama sejak dini.
Saudaraku yang mulia, kalau kita ingin bertempur, maka kita harus tahu dimana letak kekuatan lawan, apakah pada kekuatan darat, laut ataukah udaranya. Kalau kekuatannya tersebut ada pada pasukan udara, maka kita harus bersiap-siap mengahadapinya dari arah udara. Seandainya kita tidak tahu bagaimana kekuatan musuh, maka kita akan habis dilalap oleh pasukan musuh tersebut. Allah subhanahu wata’ala telah menyebutkan bagaimana kekuatan dan makar-makar syaithan. Tinggal, maukah kita mempelajari dan mengenal kekuatan lawan kita ini?
Dan diantara manuvernya, ia akan mendatangi manusia dari pintu syahwat dengan mengajak agar dia cenderung melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wasallam. Jika datang seseorang menasihatinya dari perbuatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan menjawab: “Wah sulit, yang haram saja sulit apalagi yang halal”. “Yang Jujur hancur.” Lihat saudaraku, syaithan telah berhasil masuk ke pintu syahwatnya. Dia telah memenuhi permintaan kekasihnya untuk melakukan ini dan itu dengan jalan yang tidak Allah subhanahu wata’ala halalkan.
Terkadang pula kita membiarkan bahkan mengajarkan anak dan keluarga kita untuk meniru gaya dan cara hidup orang-orang kafir. Jangan coba-coba menyalahkan anak dan keluarga kita kalau akhlak mereka menjadi tidak baik, karena didikan yang diberikan tanpa sedikitpun tersentuh dengan nilai-nilai Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Mereka hanya tahu dengan nama-nama bintang film, tetapi ketika mereka ditanya siapa Umar Bin Khathab, mereka hanya tercengang dan bengong karena tidak tahu siapa beliau. Sejak kecil mereka dicekoki dengan nyanyian dan tari-tarian. Sehingga jangan salahkan, jika setelah besar mereka kosong dari akhlak yang mulia. Seorang penyair berkata:
“Jika bergaul dengan suatu kaum pilihlah yang terbaik
Hindarilah yang hina karena kehinaannya membuatmu hina”
Wahai saudaraku….masih ada waktu untuk mulai berbenah diri dan kembali kepada Allah subhanahu wata’ala. Karena sesungguhnya Dia adalah Rabb Yang Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya, jauh melebihi sayangnya seorang ibu terhadap anaknya.
Tidak ada ungkapan yang lebih pantas diberikan kecuali dengan mengingatkan sebuah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam:
“Hendaklah kalian saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling menyayangi.” (HR. Malik dalam Al Muwaththa’, no. 1731)
Sebaik-baik hadiah yang diberikan seseorang kepada saudara seagamanya adalah nasihat yang menjadi bekal baginya di dunia dan simpanan di akhirat kelak. Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu memberi taufiq-Nya kepada kita agar selalu di atas kebaikan dan dihindarkan dari segala kejahatan. Amin.