Belum lama berlalu, kaum muslimin berada di bulan yang penuh barakah. Bulan yang kaum muslimin berpuasa di siang harinya dan shalat tarawih di malam harinya. Bulan yang kaum muslimin mengisinya dengan berbagai amal ketaatan. Kini, bulan itu telah berlalu. Dan akan menjadi saksi di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang di bulan tersebut. Baik yang berupa amalan ketaatan maupun perbuatan maksiat. Maka sekarang tidak ada lagi yang tersisa dari bulan tersebut kecuali apa yang telah disimpan pada catatan amalan yang akan diperlihatkan pada hari akhir nanti.
Oleh karena itu, orang yang mau berpikir tentu akan melihat pada dirinya. Apa yang telah dilakukan selama bulan Ramadhan? Sudahkah dia memanfaatkannya untuk bertaubat dengan sebenar-benarnya? Ataukah kemaksiatan yang dilakukan sebelum Ramadhan masih berlanjut meskipun bertemu dengan bulan yang penuh ampunan tersebut? Jika demikian halnya, dia terancam dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Dan rugilah orang yang bertemu dengan bulan Ramadhan namun belum mendapatkan ampunan ketika berpisah dengannya.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, beliau mengatakan hadits hasan gharib).
Amalan Setelah Ramadhan
Ketahuilah, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kita ibadahi di bulan Ramadhan adalah yang kita ibadahi pula di luar bulan tersebut. Begitu pula rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah terputus dan berhenti dengan berlalunya bulan Ramadhan.
Di antara tanda yang menunjukkan diterimanya amalan kita adalah berlanjutnya amalan tersebut pada waktu berikutnya. Karena amalan yang baik akan menarik amalan baik berikutnya. Maka marilah kita senantiasa menjaga amalan-amalan kita dan janganlah kita kembali kepada perbuatan maksiat setelah kita bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu, di antara amalan yang dapat kita laksanakan untuk menjaga keistiqomahan setelah ramadhan berlalu :
1. Menjaga shalat fardhu berjamaah.
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً. وَفِى رِوَايَةٍ : بِخَمْسٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً
"Shalat berjamaah lebih baik dari shalat sendirian dua puluh derajat." Dan dalam satu riwayat: "Dua puluh lima derajat." (Muttafaqun 'alaih).
Dan dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيْضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ, كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيْئَةً وَاْلأُخْرىَ تَرْفَعُ دَرَجَةً
"Barangsiapa yang berwudhu di rumahnya, kemudian berjalan menuju salah satu rumah Allah (masjid), untuk menunaikan salah satu kewajiban Allah , niscaya salah satu langkahnya menggugurkan dosa dan yang lain meninggikan derajat." (HR. Muslim).
Abu Hurairah radhiallahu anhuma juga meriwayatkan dalam hadits yang lain, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ أَوْ رَاحَ, أَعَدَّ اللهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ
"Barangsiapa yang pergi ke masjid, di pagi hari atau di sore hari, niscaya Allah menyiapkan sorga sebagai tempat tinggalnya, setiap ia berangkat di pagi hari atau di sore hari." (Muttafaqun 'alaih).
2. Menjaga shalat sunnah rawatib dan shalat-shalat sunnah lainnya.
- Sunnah rawatib: yaitu shalat yang dilaksanakan sebelum atau sesudah shalat fardhu.
Dari Ummu Habibah radhiyallahu 'anha, beliau berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَا مِنْ عَبْدٍ يُصَلِّى ِللهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيْضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ, أَوْ إِلاَّ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
'Tidak ada seorang hamba yang melaksanakan shalat karena Allah setiap hari sebanyak dua belas rekaat selain yang fardhu, kecuali Allah membangun untuknya satu rumah di surga, atau melainkan dibangun untuknya satu rumah di surga." (HR. Muslim).
Sunnah-sunnah tersebut adalah 4 rakaat sebelum zuhur dan 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat setelah magrib, 2 rakaat setelah isya, dan 2 rakaat sebelum subuh, semuanya berjumlah 12 rakaat. Sunnah rawatib yang paling utama adalah dua rakaat sebelum shalat Subuh, dan sunnah rawatib ini boleh dilaksanakan di masjid dan boleh pula di rumah, dan yang lebih utama adalah di rumah, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
... فَصَلُّوْا أَيُّهَا النَّاسُ فِى بُيُوْتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوْبَةَ
"Laksanakanlah shalat di rumahmu, wahai manusia, maka sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat fardhu." (Muttafaqun 'alaih).
- Shalat Tahajjud/Lail : yaitu ibadah shalat yang dilaksanakan di malam hari.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
يَآأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ . قُمِ الَّيْلَ إِلاَّ قَلِيلاً . نِّصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلاً . أَوْزِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلاً
Hai orang yang berselimut (Muhammad), * bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), * (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, * atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. (QS. Al-Muzammil :1-4)
Dan firman-Nya :
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
”Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. Al-Israa`:79)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang shalat yang paling utama setelah shalat fardhu, beliau menjawab :
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ
"Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat di tengah malam." (HR. Muslim).
Orang yang melakukan shalat malam dijamin masuk surga dan selamat dari adzab neraka. Dari Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا اَلنَّاسُ! أَفْشُوا اَلسَّلَام, وَصِلُوا اَلْأَرْحَامَ, وَأَطْعِمُوا اَلطَّعَامَ, وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ, تَدْخُلُوا اَلْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Wahai manusia! Sebarkanlah salam, jalinlah tali silturahmi (dengan kerabat), berilah makan (kepada istri dan kepada orang miskin), shalatlah di waktu malam sedangkan manusia yang lain sedang tidur, tentu kalian akan masuk ke dalam surga dengan penuh keselamatan.” (HR. Tirmidzi no. 2485 dan Ibnu Majah no. 1334. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 569 mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Orang yang melakukan shalat malam akan dicatat sebagai orang yang berdzikir kepada Allah. Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ
“Apabila seseorang bangun di waktu malam, lalu dia membangunkan istrinya, kemudian keduanya mengerjakan shalat dua raka’at, maka keduanya akan dicatat sebagai pria dan wanita yang banyak berdzikir pada Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 1335. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Shohih wa Dho’if Sunan Ibnu Majah bahwa hadits ini shohih). Hadits ini menunjukkan bahwa suami istri dianjurkan untuk shalat malam berjama’ah.
- Shalat Witir : yaitu shalat yang dilaksanakan setelah shalat Isya hingga terbit fajar yang kedua. Sekurang-kurangnya satu rokaat dan sebanyak-banyaknya sebelas atau tiga belas rekaat.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhuma, ia berkata, 'Kekasihku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) berpesan kepadaku dengan tiga perkara, aku tidak akan meninggalkannya hingga mati: puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha dan tidur setelah shalat witir." (Muttafaqun 'alaih).
Ini adalah sebagian dari keutamaan shalat sunnah rawatib dan shalat sunnah yang lainnya. Di samping itu masih banyak shalat-shalat sunnah lainnya yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan, seperti shalat Dhuha, shalat Istikharah, shalat gerhana dan yang lainnya.
3. Membaca al-Qur`an.
Salah satu tarbiyah selama madrasah Ramadhan yang telah kita jalani adalah membaca al-Qur`an. Setelah berlalunya bulan yang mulia ini, muncul satu pertanyaan singkat, bagaimana setelah Ramadhan? Akankah energi membaca al-Qur`an yang sudah kita dapatkan selama bulan Ramadhan akan kita biarkan lepas dari kita setelah berlalunya bulan Ramadhan?
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (QS. Al-Israa`:9)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
"Sebaik-baik kamu adalah yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari).
Dan dalam hadits lain, dari Abu Umamah al-Bahili radhiallahu anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
اِقْرَءُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ.
"Bacalah al-Qur`an, maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberikan syafaat kepada ahlinya." HR. Muslim.(HR. Muslim).
4. Melaksanakan puasa-puasa sunnah.
Kita telah melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan yang baru saja berlalu. Dan setelah bulan penuh berkah itu meninggalkan kita seiring perjalan waktu, hendaklah kita tidak meninggalkan ibadah puasa sunnah yang dianjurkan kepada kita di luar bulan Ramadhan. Di antara puasa-puasa sunnah dan keutamaannya adalah sebagai berikut:
- Puasa enam hari bulan Syawal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian meneruskannya berpuasa enam hari bulan Syawal, nilainya sama seperti berpuasa setahun penuh." (HR. Muslim).
- Puasa hari Arafah, yaitu hari ke sembilan di bulan Dzulhijjah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa hari 'Arafah, beliau bersabda:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَاْلبَاقِيَةَ
"Ia menebus (dosa-dosa) tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya." (HR. Muslim).
- Puasa hari 'Asyura, yaitu berpuasa pada tanggal sepuluh bulan Muharram.
Dan dianjurkan pula berpuasa di hari ke sembilannya, agar berbeda dengan kaum Yahudi: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa hari 'Asyura`, beliau menjawab :
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
"Ia menebus (dosa-dosa) satu tahun sebelumnya." (HR.Muslim).
- Puasa hari Senin dan Kamis.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa di hari Senin, beliau menjawab :
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَبُعِثْتُ فِيْهِ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيْهِ
"Itulah hari kelahiranku, dan aku dibangkitkan atau diturunkan (al-Qur`an) kepadaku." (HR. Muslim).
- Puasa tiga hari setiap bulan pada tanggal 13, 14, 15 yang disebut puasa hari-hari putih, karena selama tiga hari itulah bulan purnama bersinar terang. Dari Abu Dzarr radhiallahu anhuma, beliau berkata : "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami berpuasa tiga hari setiap bulan: hari ke 13, 14, dan 15." (Hasan/ HR. an-Nasa`i 4/222, at_Tirmidzi no. 761, dan Ibnu Hibban no. 3647 dan 3648. at-Tirmidzi berkata: 'Ini adalah hadits hasan’).
5. Taubat dan Istighfar kepada Allah .
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
”Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-Nuur:31)
Dan firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, …". (QS. At-Tahrim:8)
Saudara seiman, di anatara yang terpenting dari taubat dan istigfar adalah sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
وَمَاكَانَ اللهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَاكَانَ اللهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada diantara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun". (QS. Al-Anfaal :33)
Abu Musa al-Asy'ari radhiallahu anhuma ketika memberikan komentar terhadap ayat di atas, beliau mengatakan, 'Kami bisa merasa tenang pada masa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena kami yakin dengan pasti bahwa Allah tidak akan pernah menurunkan azab-Nya kepada kami selama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam masih berada di tengah-tengah kami. Namun, setelah beliau telah tiada, tidak ada lagi yang bisa menahan turunnya azab Allah kecuali kalau kita senantiasa meminta ampun kepada-Nya.' Wallahu A'lam.
Amalan yang Paling Dicintai, Amalan yang Kontinyu Meskipun Sedikit
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اكْلَفُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Bebanilah diri kalian dengan amal sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinyu (ajeg) walaupun sedikit.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 1228 mengatakan hadits ini shohih).
Ulama salaf pernah ditanya tentang sebagian orang yang rajin beribadah di bulan Ramadhan, namun jika bulan suci itu berlalu mereka pun meninggalkan ibadah-ibadah tersebut. Dia pun menjawab,
بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
“Alangkah buruknya tingkah mereka; mereka tidak mengenal Allah melainkan hanya di bulan Ramadhan!” (Lihat Latho’if Ma’arif, 244)
Akhirnya, kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima amalan-amalan kita dan memberikan kekuatan kepada kita agar senantiasa mampu untuk menjalankannya. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni seluruh kesalahan kita. Wallahu A’lam.