Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Aqidah
📚┃Materi : رسالة إلى أهل القصيم "Risalah Ila Ahli Qaseem" [Surat Untuk Para Penduduk Qasim]
✍🏼┃Karya : Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab رحمه الله تعال
♻Insya Allah Rutin Dibahas Setiap Hari Selasa Malam Rabu "Pekan Ke-2 & Pekan Ke-4"
🎙┃Pemateri : Ustadz Adi Abdul Jabbar حفظه الله تعالى (Pengajar Ilmu Syar'i Pondok Pesantren Imam Bukhari)

Imam Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah berkata:

وأعتقد أن الإيمان قول باللسان، وعمل بالأركان، واعتقاد بالجنان، يزيد بالطاعة وينقص بالمعصية، وهو بضع وسبعون شعبة، أعلاها: شهادة أن لا إله إلا الله، وأدناها: إماطة الأذى عن الطريق.

Saya meyakini bahwa iman adalah perkataan dengan lisan, perbuatan dengan anggota badan, dan keyakinan dengan hati. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Iman memiliki sekitar tujuh puluh cabang, yang tertinggi adalah bersaksi bahwa tiada Illah yang haq yang wajib disembah selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan sesuatu yang membahayakan dari jalan.

📃 Penjelasan:

Inilah Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah yang sejalan dengan para ulama Ahlussunnah, sehingga terbantahkan bahwa beliau membawa keyakinan yang berbeda atau madzhab baru dalam agama.

Inilah awal pembahasan tentang keimanan, yang banyak sekali disebutkan di dalam Al-Qur’an, bahkan Allah memuji para ahlinya dan menjanjikan surga serta pahala yang besar.

Iman merupakan salah satu tingkatan agama, karena agama memiliki tiga tingkatan, sebagaimana dalam hadits Jibril: Islam, iman, dan ihsan.

Islam terdiri dari lima rukun: bersaksi bahwa tiada Illah yang haq yang wajib disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan, dan menunaikan haji ke Baitullah. Semua ini merupakan amalan-amalan dzahir yang nampak.

Iman terdiri dari enam rukun, sebagaimana sabda Nabi ﷺ : “Iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari akhir, dan iman kepada takdir, baik dan buruk.” Dan keimanan merupakan amalan-amalan bathiniyah yang tersembunyi.

Kedua pilar ini (dzahir dan bathin) harus dipadukan dalam diri seseorang, artinya iman dan Islam harus dipadukan dalam diri seseorang, sehingga ia menjadi seorang Muslim yang beriman, seorang Muslim lahir yang memenuhi rukun Islam, dan seorang mukmin batin yang percaya pada enam rukun ini. Ia tidak bisa menjadi seorang Muslim saja tanpa iman, karena demikianlah halnya dengan orang-orang munafik yang secara lahir menunjukkan Islam, shalat, berpuasa, mengatakan: Laa ilaaha illallah, dan melakukan haji, tetapi mereka tidak memiliki iman dalam hati mereka.

Allah ﷻ berfirman:

يَقُولُونَ بِأَفْوَٰهِهِم مَّا لَيْسَ فِى قُلُوبِهِمْ ۗ

Mereka mengatakan dengan mulut mereka apa yang tidak ada dalam hati mereka. [Ali Imran: 167].

Orang-orang ini berada di tingkat neraka yang paling rendah.

Dan sebaliknya. Ia tidak bisa menjadi seorang mukmin tanpa Islam, meyakini dan mengimani rukun-rukun ini di dalam hatinya, tetapi karena tidak memiliki Islam, ia tidak shalat, membayar zakat, berpuasa, atau berhaji. Ini bukan seorang mukmin.

Dia harus memenuhi rukun Islam yang tampak maupun tersembunyi agar menjadi seorang Muslim. Hal ini penting, karena iman adalah terkumpul di dalamnya keyakinan hati, amalan anggota badan, dan ucapan lisan.

Karena itulah, para imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengatakan —sebagaimana yang disebutkan Syekh di sini— bahwa iman adalah ucapan lisan, keyakinan hati, dan amal anggota badan. Tiga hal ini wajib: ucapan lisan, keyakinan hati, dan amal anggota badan. Iman bertambah seiring ketaatan dan berkurang seiring kemaksiatan.

Inilah definisi iman menurut para Ahlussunnah wal Jama'ah, yang mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mereka adalah golongan yang diselamatkan dari golongan sesat yang diancam Allah dengan neraka. Iman ini, menurut mereka, terdiri dari tiga hal ini.

Adapun kaum Murji'ah, mereka berkata: Iman adalah keyakinan dalam hati saja, dan amal tidak termasuk di dalamnya. Sebagian mereka berkata: Iman adalah syarat kesempurnaan. Sebagian mereka berkata: Iman adalah syarat pengabulan, tetapi tidak termasuk hakikat iman.

Maka jika ia beriman dalam hatinya, maka ia beriman meskipun ia tidak beramal. Ini adalah ajaran yang sesat, karena orang-orang musyrik mengetahui dalam hati mereka kebenaran apa yang dibawa Rasulullah ﷺ , tetapi mereka enggan mengucapkan, "laa ilaaha illallah" Mereka enggan mengatakan, "laa ilaaha illallah." Dan mereka enggan shalat, puasa, membayar zakat, dan haji.

Allah ﷻ berfirman,

قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُۥ لَيَحْزُنُكَ ٱلَّذِى يَقُولُونَ ۖ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَٰكِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ يَجْحَدُونَ

Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. - [Al-An`am: 33],

Makna فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ (Mereka tidak mengingkari kamu), maksudnya adalah bahwa mereka telah beriman kepada Rasulullah ﷺ akan tetapi kesombongan, dengki, dan ta'ashub terhadap agama mereka telah menghalangi mereka dari pengakuan laa ilaaha illallah, dan dari shalat, puasa, membayar zakat, dan menunaikan haji.

Mereka melakukan umrah, yang merupakan salah satu peninggalan agama Ibrahim, tetapi mereka tidak memiliki apa pun. Mereka mengakui kemusyrikan, dengan mengatakan:

لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ إِلَّا شَرِيكًا هُوَ لَكَ، تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ

Aku penuhi panggilan-Mu dan tiada sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu. Sekutu yang Kamu miliki dan dia tidak memiliki.

Mereka menanggapi dengan kemusyrikan, dan karena alasan ini Nabi ﷺ membalas dengan tauhid, dengan mengatakan:

«لبيك لا شريك لك، إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك»

"Aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan bagi-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu."

Dan mereka berkata: Allah memiliki sekutu. Mereka adalah orang-orang yang menyembah selain Allah, dan mereka berkata: Mereka adalah perantara kami di sisi Allah, perantara antara kami dan Allah. Ini termasuk dalam haji.

Adapun shalat, mereka tidak shalat, tidak membayar zakat, tidak berpuasa, dan tidak mengatakan: laa ilaaha illallah, sementara dalam hati mereka percaya bahwa dia adalah Rasulullah, mereka mempercayainya فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ "Tetapi sesungguhnya, mereka tidak mengingkari kamu."

Orang Yahudi dan Nasrani juga percaya bahwa dia adalah Rasulullah, sebagaimana Allah ﷻ berfirman:

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ. [البقرة: ١٤٦]

Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri.

وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ. [البقرة: ٨٩]

padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.

Mereka mengakui bahwa beliau adalah Utusan Allah di dalam hati mereka, tetapi mereka enggan berbicara dengan lisan mereka dan enggan mengikutinya. Oleh karena itu, iman dalam hati saja tidak cukup, sebagaimana dikatakan kaum Murji'ah.

Para fuqaha Murji'ah mengatakan: Iman adalah ucapan lisan dan keyakinan hati, meskipun tidak beramal. Karena itu, mereka meniadakan amal dan tidak memasukkannya ke dalam iman. Mereka mengemukakan dua hal dan mengabaikan yang ketiga. Mereka mengatakan: Amal tidak wajib selama seseorang berbicara dan beriman, maka itu sudah cukup. Ini juga ajaran yang keliru. Amal itu wajib, dan Allah senantiasa mengaitkan iman dengan amal: آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ (Beriman dan beramal saleh).

Allah ﷻ tidak mengatakan, "Beriman saja," melainkan, "Berimanlah dan beramal saleh." Iman tidak dapat diraih tanpa amal, sehingga Irja' adalah doktrin yang salah dalam segala aspeknya.

Kaum Asy'ari mengemukakan satu poin dan meninggalkan dua poin lainnya. Mereka berkata, "Iman adalah keyakinan di dalam hati, meskipun tidak diucapkan dengan lidah. Barangsiapa yang meyakini hatinya, maka ia beriman, meskipun tidak diucapkan."

Dan yang benar adalah madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, bahwa iman adalah ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amal dengan anggota badan.

Maka, “Iman bertambah seiring dengan ketaatan,” Allah ﷻ berfirman:

وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ} [التوبة: ١٢٤]

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.

Ayat ini adalah dalil bahwa iman itu bertambah. Sedangkan Orang-orang yang sesat berkata: "Sesungguhnya (kebaikan) itu tidak bertambah, melainkan hanya satu di dalam hati."

Dan Allah ﷻ berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا} [الأنفال: ٢ - ٤]

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.

Maka Allah ﷻ menyebutkan amal dan iman hanya kepada mereka: إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ - Sesungguhnya orang-orang yang beriman. Dia menyebutkan ucapan dan amal: mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan bertakwa. Inilah iman. Allah ﷻ menunjukkan bahwa iman bertambah dengan ketaatan. Iman bertambah dengan shalat, bertambah dengan zakat, dan bertambah dengan membaca Al-Qur'an. Maka iman bisa bertambah.

Dan Allah ﷻ berfirman:

وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا

Dan orang-orang yang beriman akan bertambah imannya. [Al-Muddatstsir: 31].

Hal ini menunjukkan bahwa iman bertambah dan juga berkurang, sebagaimana dibuktikan oleh sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ، أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh, dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan.Dan malu itu termasuk bagian dari iman. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hal ini menunjukkan bahwa iman memiliki tingkatan yang semakin tinggi.

Nabi ﷺ bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 49]

Hal ini menunjukkan bahwa iman itu melemah dan berkurang.

Hadits lain menyatakan:

انطلق، فمن كان في قلبه أدنى أدنى من مثقال حبة من خردل من إيمان فأخرجه من النار

"Pergilah, dan barangsiapa yang di dalam hatinya terdapat iman sekecil apa pun, meskipun sebesar biji sawi, keluarkanlah dia dari api neraka." [HR. Muslim no. 193].

Hal ini menunjukkan bahwa iman itu berkurang hingga setara dengan biji sawi. Manusia tidak sama imannya, sebagian lebih kuat imannya daripada yang lain.

Kaum Murji'ah berkata: "Pada dasarnya iman semuanya sama. Mereka berkata: Tidak ada perbedaan antara iman Abu Bakar dan iman orang-orang fasik; mereka semua beriman!"

Adapun Ahlussunnah berkata: "Iman orang ini sebesar gunung, dan iman orang ini sebesar atom atau biji sawi. Keduanya tidak sama." Inilah makna: "Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan." Semakin seorang Muslim menaati Tuhannya, semakin bertambah imannya, dan semakin ia menaati Tuhannya, semakin berkurang imannya. Inilah ajaran yang benar, dan inilah definisi iman yang sejati.

Referensi: https://shamela.ws/book/8605/124#p1

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم