ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
BEDAH BUKU - HADITS IFTIRAQUL UMMAH (Perpecahan Umat)
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه. أَمَّا بَعْدُ:
وَ إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
Ikhwan dan Akhwat, kita patut bersyukur atas nikmat Allah ﷻ yang tak terhingga dan tak terhitung dari nikmat Allah ﷻ , diantaranya yang terbesar adalah nikmat Iman, Islam dan Sunnah.
Dahulu kaum salaf, diantaranya imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah saat didoakan orang: semoga Allah ﷻ menghidupkanmu di atas Islam, kemudian beliau menambahkan dan di atas sunnah.
Maka, segala puji bagi Allah ﷻ yang telah menghidupkan kita hidup di atas sunnah. Hidayah besar di atas sunnah, nuurussunnah, maka siapa yang sudah berada di atasnya hendaknya terus menjaganya. Karena lawan dari Sunnah adalah bid'ah. Umat-umat terdahulu binasa karena mereka telah mengadakan hal-hal bid'ah dari tingkat kecil hingga kesyirikan besar.
Jika Allah ﷻ tidak menjaga agama ini, melalui kaum salaf yang menjaganya, mereka tidak membuka sedikitpun celah atau pintu dalam bid'ah ini, sebagaimana dulu Ahlu Kitab bermuda-mudah dalam bid'ah, niscaya agama ini akan berubah dari wajah aslinya saking banyaknya bid'ah yang masuk dalam agama ini.
Rasulullah ﷺ mewanti-wanti agar tidak terjerumus ke dalamnya sebagaimana umat-umat terdahulu, maka kaum salaf menjaganya dengan penjagaan yang ketat sekali. Sampai-sampai ada orang yang bersin mengucapkan shalawat kepada Nabi ﷺ dan langsung ditegur oleh Abdullah Ibnu Umar Radhiyallahu’anhuma.
Shahabat yang mulia Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, menceritakan, Bahwasannya ada seorang laki-laki yang bersin kemudian dia berkata, “Alhamdulillah wassalaamu ‘alaa Rasuulillaah” (segala puji bagi Allah dan kesejahteraan bagi Rasulullah). Maka Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata : Aku juga mengatakan, “Alhamdulillah was-salaamu ‘alaa Rasuulillah” (maksudnya juga bershalawat). Akan tetapi tidak demikian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami untuk mengucapkan (ketika bersin) : “Alhamdulillah ‘alaa kulli haal.” (Diriwayatkan olehAt-Tirmidzi, no. 2738).
Begitulah para Sahabat selalu berhati-hati terhadap perkara yang tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jangan sampai dicampur adukkan hal-hal agama hingga tidak pada tempatnya.
Rasulullah ﷺ pernah menegur sahabat Al-Bara bin 'Azib saat membaca Hadits tentang bacaan ketika tidur, beliau mengganti lafadz Nabi dengan Rasul kemudian ditegur dan dikoreksi Nabi ﷺ, meskipun kedudukan Rasul lebih tinggi dari pada Nabi. Subhanallah! Ini menunjukkan ketatnya perkataan Nabi ﷺ. (Lihat di shahih Bukhari bagian akhir bab Wudhu).
Dan banyak kisah lain yang menunjukkan ketatnya para salaf dalam menjaga agama ini. Inilah kenapa Ustadz akan membahas pentingnya sunnah dan bahayanya bid'ah dalam bedah buku kali ini.
Bid'ah adalah bahasa syar'iyah karena diucapkan oleh Nabi ﷺ dan beliau menjelaskan apa artinya. Yaitu secara bahasa adalah sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya (muhdats).
Sedangkan menurut istilah, bid'ah itu sesuatu yang baru yang diadakan dan dibuat manusia dalam agama islam dan mengatasnamakan agama islam. Maka Rasulullah bersabda : seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru.
وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا
Maka, sesuatu dikatakan bid'ah jika memenuhi poin-poin berikut:
- Sesuatu yang baru dalam masalah agama, yang berkembang sesuai dengan tingkat berpikir manusia. Karena Allah ﷻ telah mengilhami manusia untuk berkembang, tetapi bukan dalam masalah dunia.
- Bid'ah itu menyerupai agama, yang ada kaitannya dengan diin, agama, seperti keyakinan.
- Tujuan dari pelakunya adalah untuk taabud dan taqarrub illallâh. Beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.
- Harapannya mendapatkan pahala.
Penyebab-penyebab Bid'ah
- Inilah bid'ah yang dibuat oleh orang-orang yang menyelisihi sunnah.
- Namun, ada bid'ah yang dipakai oleh kaum munafikun yang bertujuan untuk merusak agama, mereka tidak menghendaki pahala, seperti dibuatnya hadits-hadits palsu dari kaum zindiq. Hingga muncul hadits-hadits palsu yang diyakini sepanjang zaman oleh kaum muslimin untuk merusak agama.
- Jalan lainya, adalah menganggap baik (ihtikhsan) perkara yang baru dalam agama.
- Selain itu ijtihad-ijtihad yang salah, yang sebagiannya dapat melahirkan bid'ah.
- Jalan lainya adalah adat istiadat dari kaum musyrikin yang dimasukkan kedalam agama islam, padahal dari adat kebiasaan kaum musyrikin yang telah dibatalkan oleh islam.
Segala perkara jahiliyah dikubur di bawah telapak kaki Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagai bentuk peringatan kepada umat Islam agar tidak menggali kembali perkara-perkara jahiliyah tersebut, apalagi melestarikannya.
Sebagaimana dinyatakan dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
أَلاَ كُلًّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوْعٌ (رواه مسلم)
Katahuilah segala sesuatu dari urusan jahiliah di bawah telapak kakiku terkubur. [HR Muslim]
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Asakir dari Ibnu Aliyah, ia berkata, “Harun al-Rasyid menangkap seorang zindiq (yang rusak akidahnya). Ia memerintah agar si zindiq ini dipenggal. Si zindiq ini berkata kepada Harun, “Engkau tidak akan memenggal kepalaku.” “Aku akan membuat orang-orang terhenti dari ulah burukmu”, jawab Harun.
Si Zindiq ini berkata lagi:
فأين أنت من ألف حديث وضعتها على رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كلها ما فيها حرف نطق ب
“Apa yang bisa kau lakukan terhadap 1000 hadits yang telah kupalsukan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam. Semua hurufnya telah terucapkan.” Ia menakuti Harun, kalau dia mati siapa yang bakal menunjukkan hadits-hadits palsu yang telah beredar itu. Karena dia yang membuat, dia pulalah yang tahu mana ucapan-ucapannya.
Tapi Harun al-Rasyid dtidak menggubris tawarannya. Dengan percaya diri ia menjawab,
فأين أنت يا عدو الله من أبى إسحاق الفزارى وعبد الله بن المبارك ينخلانها فيخرجانها حرفا حرف
“Apakah kau tidak tahu wahai musuh Allah tentang keahlian Abu Ishaq al-Fazari dan Abdullah bin al-Mubarak? Mereka akan menelitinya dan menilainya huruf per huruf.”
Abu Ishaq al-Fazari Rahimahullah Selain ahli Hadits, beliau juga seorang ahli astronomi yang terkenal kitabnya.
Maka, benarlah apa yang dikatakan Rasulullah
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitâbullâh, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seburuk-buruk perkara ialah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Dan setiap bid’ah adalah kesesatan. [HR. Muslim no. 767].
Dalam riwayat lainnya :
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Dan jauhilah perkara-perkara baru. Sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan. - [HR. Abu Dawud no.4607 dan at-Tirmidzi hlm.2676]
Melalui dua hadits mulia ini, menjadi sangat jelas urgensi sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kewajiban mengikutinya serta keselamatan orang-orang yang menapaki jalannya dan larangan menyelisihinya.
Seperti yang dicontohkan di awal, Ibnu Umar menyangkal menambah shalawat setelah bersin, mengganti ucapan hamdalah yang ini merupakan urusan agama.
Contoh lain, Kita lihat di masyarakat, banyak sekali masalah shalawat penambahan-penambahan yang tidak ada dasarnya dalam hadits-hadits Nabi ﷺ, seperti penambahan sayyidina.
Di antara bentuk shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ (فِي رِوَايَةٍ: وَ بَارِكْ) عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Ya, Allah. Berilah (yakni, tambahkanlah) shalawat (sanjungan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya, Allah. Berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.
[HR Bukhari, Muslim, dan lainnya. Lihat Shifat Shalat Nabi, hlm. 165-166, karya Al Albani, Maktabah Al Ma’arif].
Kita tidak menafikan pengagungan bahwa Nabi ﷺ adalah sayyid, tetapi do'a berbeda, perlu aturan khusus dalam lafadznya karena tujuannya beribadah dan ingin mendapatkan pahala.
Beberapa hadits yang berkaitan dengan kewajiban mengikuti sunnah dan menjauhi bid'ah:
Hadits ke-1:
Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” - (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718).
Barangkali orang mengelak, kan aku bukan yang mengadakan, aku cuma mengikuti. Ingatlah, dalam riwayat lain disebutkan,
Hadits ke-2:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).
Dua hadits ini, dikatakan ulama, patut dihafal untuk menghancurkan bid'ah. Maka, jangan sekalipun mengamalkan suatu amal tanpa syariát karena tertolak.
Maka, jika ingin amalnya diterima maka ikuti aturan Allah ﷻ melalui Nabi ﷺ dan Allah ﷻ tidak diibadahi dengan sesuatu yang haram, makruh atau bid'ah.
Dan Allah ﷻ memberi pilihan untuk ibadah yang mustahab (disukai), tetapi kehilangan keutamaan, inilah sunnah secara fikih yang ada bagiannya sunnah muakkadah (yang ditekankan), dan dengan syariat inilah Allah ﷻ perintahkan melalui Nabi-Nya ﷺ.
Kelompok Syi’ah banyak membuat hadits-hadits palsu bahkan dalam hal yang diharamkan seperti nikah mut'ah, yang diklaim sebagai bagian dari agama. Subhanallah!
Maka, para salaf menjaga diri dari bid'ah, karena umur yang singkat. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ghasyiyah ayat 3-4:
عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً
Bekerja keras lagi kepayahan, Memasuki api yang sangat panas (neraka),
Mereka beribadah dengan lelah dan capek tetapi sia-sia dan dimasukkan kedalam neraka.
Ada atshar daif Kisah Umar melihat rahib Ahli Ibadah menceritakan bagaimana Khalifah Umar bin Khattab merasa iba dan menangis melihat seorang rahib Nasrani yang kurus dan lemah karena kerja keras ibadah mereka yang tidak mengarahkan pada keselamatan. Kejadian ini mengingatkan Umar pada ayat Al-Qur'an tentang "bekerja keras lagi kepayahan" (ayat di atas) yang berujung pada api neraka.
Maka, para salaf sangat membedakan perkataan manusia dengan perkataan Nabi ﷺ, merinci dengan detail sebelum beramal. Dan jika wahyu, maka mereka amalkan, tetapi jika perkataan manusia meskipun perkataan sahabat (ijtihad) yang belum tentu bisa dijadikan hujjah, mereka akan tinggalkan.
Hadits ke-3:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An Nasa’i,
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. An-Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)
Hadits ini menjelaskan ashlu dalil (dasar dalil) adalah Kitâbullâh dan sunnah Nabi ﷺ. Dari ashlu dalil ini bercabang menjadi ijmak dan qiyas.
Yang menjadi lawan ashlu dalil ini adalah segala sesuatu yang muhdats, dan sesuatu yang baru adalah bid'ah dan setiap bidah adalah sesat.
Hadits ke-4:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” - (HR. At-Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadis ini hasan shahih”)
Dalam hadits disebut sunnah yaitu seluruh perjalanan kehidupan Nabi ﷺ sepanjang hayat beliau dalam mengamalkan dan mendakwahkan islam. Dan sunnah khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).
Hadits ke-5:
Hadits Abdullah ibnu Mas'ud radhiyallahu’anhu. Suatu saat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkisah,
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هذه سبل و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya’” ([Al An’am: 153] Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya)
Inilah tafsir yang shahih dari Nabi ﷺ Surat Al-an'am ayat 153, yang memberi pelajaran besar kepada umatnya :
- Kebenaran hanya satu.
- Jalan kesesatan sangat banyak seperti bid'ah dalam agama.
- Kewajiban mengikuti jalan yang hak.
- Larangan mengikuti jalan-jalan kesesatan.
- Syaitan menempati shaf pertama dalam setiap jalan kesesatan tersebut.
- Hadits ini membatalkan adanya bid'ah hasanah.
Karena jalan kesesatan itulah jalan bid'ah, maka tidak ada bid'ah dalam kebaikan.
Hadits ke-6:
Dalam hadis dari Abdullah bin Tsabit Radhiyallahu anhu:
أن عمر بن الخطاب جاء إلى الرسول صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله إني مررت بأخ لي من بني قريظة، فكتب لي جوامع من التوراة ألا أعرضها عليك؟ قال: فتغير وجه رسول الله صلى الله عليه وسلم. فقال عمر: رضينا بالله رباً، وبالإسلام ديناً، وبمحمد صلى الله عليه وسلم رسولاً. قال: فسري عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: والذي نفس محمد بيده. لو أصبح فيكم موسى ثم اتبعتموه وتركتموني لضللتم، أنتم حظي من الأمم، وأنا حظكم من النبيين
“Umar bin Khatab pernah datang pada Nabi ia berkata: “Wahai Rasulullah aku bertemu dengan saudaraku dari kabilah Bani Quraizhah lalu ia menulis beberapa ayat dari kitab Taurat, apakah aku tunjukkan padamu?” Abdullah bin Tsabit berkata,
“Maka berubahlah wajah Nabi.” Umar berkata, “Aku ridha Allah sebagai Tuhan, dan Islam sebagai agamaku, Muhammad sebagai Rasulku.” Abdullah bin Tsabit berkata, “Nabi gembira mendengar itu.”
Nabi berkata, “Demi Allah, kalau kalian bertemu Musa lalu kalian mengikutinya niscaya kalian tersesat. Kalian adalah bagian umatku. Dan aku adalah Nabi kalian.”
- (HR. Ahmad 15864 dan Abdurrazaq 10164).
Hadits ini juga menunjukkan:
- Kebesaran atau keagungan ittibâ kepada Rasul-Nya dalam beragama Islam.
- Bid'ah dan ahli bid'ah menjadi lawan dari Sunnah dan Ahlussunnah.
- Ahli bid'ah dan bid'ahnya seperti seseorang yang sudah menikah dan selalu bersama, kecuali mereka bercerai dengan jalan Ahlu bid'ah bertaubat kepada Allah ﷻ.
- Ahli bid'ah telah taklid kepada selain Rasûlullâh.
Maka mereka berhak mendapatkan bagian dari apa yang dikatakan Rasulullah ﷺ : pasti kalian akan tersesat. Seperti perkataan beliau : Demi Allah, kalau kalian bertemu Musa lalu kalian mengikutinya niscaya kalian tersesat.
Tidak semua yang mengamalkan bid'ah dikatakan sebagai ahli bid'ah: Ahli bid'ah adalah orang yang telah ditegakkan hujjah padanya tetapi dia tetap berada dalam bid'ahnya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم