Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah
Adalah seperti yang disebutkan oleh penulis kitab Syarah Al Aqidah Al Waasithiyyah (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) dengan perkataan Beliau :
وَفِي عَرَصَات الْقِيَامَةِ الْحَوْضُ الْمَوْرُودُ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
Dan dalam ‘Arshaatil qiyamah (padang mahsyar hari kiamat) terdapat Al Haudh (telaga) milik Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang akan didatangi manusia.
Al ‘Urshaatu adalah jamak dari ‘urshah, secara bahasa artinya tempat yang luas di antara bangunan. Yang dimaksud di sini adalah padang mahsyar hari kiamat.
Al Haudhu makna asalnya adalah kumpulan air, dan yang dimaksud di sini adalah telaga Nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Pembicaraan tentang telaga Nabi shallallahu’alaihi wasallam ini ada beberapa perkara:
Al Haudh telah ada wujudnya sekarang ini.
Karena telah tsabit dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam, Beliau pernah berkhutbah kepada para shahabatnya pada suatu hari:
“Dan sesungguhnya aku demi Allah Ta’ala telah melihat kepada telagaku sekarang ini”. (HR. Al Bukhari Muslim)1
Dan juga telah tsabit dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam, Beliau berkata :
“Dan mimbarku di atas telagaku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)2
Dan kemungkinan telaga tersebut ada di tempat tersebut (di bawah mimbar Beliau -pent). Akan tetapi kita tidak menyaksikannya karena ini adalah perkara ghaib. Atau kemungkinan lain bahwasanya mimbar Beliau akan diletakkan di atas telaga pada hari kiamat nanti.
Telaga tersebut dialiri oleh dua saluran air dari Al Kautsar.
Kautsar yaitu sungai yang amat besar yang diberikan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam di surga. Yang keduanya turun ke dalam telaga tersebut.3
Zaman Al Haudh ini adalah sebelum melintas Ash Shirat,
Karena keadaan yang menuntut demikian. Yaitu sesungguhnya manusia itu sangat membutuhkan kepada minuman ketika di padang mahsyar hari kiamat sebelum melintas di Ash Shirat.4
Yang akan mendatangi telaga tersebut adalah orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, yang mengikuti syariat Beliau shallallahu’alaihi wasallam. Adapun orang yang enggan dan sombong, tidak mau mengikuti syariat Beliau shallallahu’alaihi wasallam akan ditolak dari telaga tersebut.5
Tentang sifat air telaga tersebut.
Berkata Penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):
مَاؤُهُ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ, وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ
Airnya itu lebih putih dari susu, lebih manis dari madu
Lebih putih dari susu, Ini dari segi warnanya. Adapun dari segi rasanya lebih manis dari madu. Dan dari segi aroma lebih wangi dari harum misik, sebagaimana yang tsabit hadits dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam.6
Tentang gelas-gelasnya.
Berkata Penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):
آنِيَتُهُ عَدَدُ نُجُومِ السَّمَاءِ
Jumlah gelas-gelasnya adalah sejumlah bilangan bintang di langit.
Sebagaimana diriwayatkan dalam sebagian lafazh hadits, di antaranya:
“Gelas-gelasnya seperti bintang-bintang di langit.” (HR. Al Bukhari Muslim).
Dan lafazh yang ini lebih sempurna, karena (gelas-gelas tersebut -pent) seperti bintang-bintang di langit dari segi jumlah dan dari segi sifat yang bercahaya dan berkilau, maka gelas-gelasnya seperti bintang di langit yang sangat berkilau lagi terang.
Ukuran Al Haudh.
Berkata Penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):
طُولُهُ شَهْرٌ, وَعَرْضُهُ شَهْرٌ
Panjangnya perjalanan sebulan, dan lebarnya perjalanan sebulan.
Yang demikian itu berarti bentuk telaga tersebut adalah bujur sangkar, karena tidak mungkin berjarak demikian dari segala sisi kecuali kalau bentuknya adalah bujur sangkar. Jarak tersebut berdasarkan yang telah maklum di zaman Nabi shallallahu’alaihi wasallam berupa perjalanan dengan unta umumnya.
Pengaruh bagi orang yang meminumnya.
Berkata Penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):
مَنْ يَشْرَبُ مِنْهُ شَرْبَةً; لَا يَظْمَأُ بَعْدَهَا أَبَدًا
Barang siapa yang meminumnya satu tegukkan, maka dia tidak akan haus selama-lamanya.
Hingga dia berada di Ash Shirat sesudahnya. Ini adalah hikmah Allah Ta’ala karena demikianlah, sesungguhnya orang yang telah ‘meminum’ syariat Beliau shallallahu’alaihi wasallam di dunia, dia tidak akan merugi selamanya.
Akan tercurah ke telaga tersebut dua buah saluran dari sungai Al Kautsar yang Allah Ta’ala berikan kepada Muhammad shallallahu’alaihi wasallam.
Apakah para nabi juga memiliki telaga?
Maka jawabnya adalah : Ya, karena telah datang dari hadits riwayat At Tirmidzi, walaupun hadits ini diperbincangkan keshahihannya :
“Sesungguhnya setiap nabi memiliki haudh.7
Akan tetapi hadits ini yang menguatkannya adalah maknanya, yaitu bahwasanya Allah Ta’ala dengan hikmah dan keadilan-Nya telah menjadikan telaga untuk Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, di mana kaum mukminin dari kalangan umatnya akan mendatanginya, maka Allah Ta’ala juga menjadikan telaga bagi setiap nabi sehingga kaum mukminin terdahulu akan mengambil manfaat dengannya. Akan tetapi telaga yang terbesar adalah telaga Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.
[Dinukil dari kitab Syarh Al ‘Aqiidah Al Waasithiyyah bab Al Iimaan bil Yaumil Aakhir, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Edisi Indonesia Ada Apa Setelah Kematian? Menelusuri Kejadian-Kejadian di Hari Kiamat, Penerjemah Abu Hafsh ‘Umar Al Atsary, Penerbit Pustaka Al Isnaad Tangerang, hal. 74-77] [sunniy.wordpress.com]
__________
Footnote:
Telaga Nabi yang Dijanjikan
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah menerangkan, “Ahlus Sunnah berbeda pendapat dalam hal urutan al-Haudh (telaga), syafaat, dan ash-shirath: manakah yang lebih awal?
Al-Imam al-Bukhari Rahimahullah—sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah —mengisyaratkan tentang urutannya, bahwa al-Haudh itu setelah shirath dan hisab, serta setelah itu semuanya.
Namun, banyak ulama yang menyelisihinya. (Mereka berpendapat) al-Haudh-lah yang pertama, sebelum peristiwa ash-shirath, hisab, mizan, bahkan sebelum itu semua, karena manusia keluar (dari kuburan mereka) dalam keadaan haus, sebagaimana berita di dalam hadits yang sahih.” (Syarh Aqidatus Salaf, hlm. 153)
Makna al-Haudh
Secara etimologi, al-Haudh adalah tempat terkumpulnya air dalam jumlah yang banyak, yakni telaga. Adapun makna al-Haudh secara syar’i adalah sebuah telaga di Mahsyar, yang airnya bersumber dari sungai al-Kautsar (yang dikaruniakan) kepada Nabi Shallallahu’alaihi wasallam. (Syarh Lum’atul I’tiqad li Ibnu ‘Utsaimin hlm. 123)
Dalil-Dalil Adanya al-Haudh
Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami Rahimahullah berkata, “Sungguh, terdapat dalil tentang penyebutan al-Haudh, yaitu tafsiran al-Kautsar dengan makna al-Haudh, keberadaan dan sifat-sifatnya, dari sanad-sanad para sahabat radhiyallohu'anhum dari Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, yaitu hadits-hadits yang masyhur dengan sanad-sanad yang banyak bahkan sampai derajat mutawatir. Hadits-hadits tersebut termuat dalam kitab-kitab hadits, seperti kitab-kitab Shahih, Hasan, Musnad, dan Sunan.” (Ma’arijul Qabul 2/871)
Al-Imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi Rahimahullah berkata, “Hadits-hadits yang menyebutkan al-Haudh mencapai derajat mutawatir. Ada lebih dari tiga puluh sahabat yang meriwayatkannya. Guru kami, ‘Imaduddin Ibnu Katsir, benar-benar telah membahas sanad-sanadnya di bagian akhir kitab sejarah yang besar yang berjudul al-Bidayah wan Nihayah.” (Syarh Aqidah ath-Thahawiyah hlm. 309)
Di antara dalil as-Sunnah yang menunjukkan adanya telaga milik Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam adalah:
إِنِّي فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ، مَنْ مَرَّ عَلَيَّ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا، وَلَيَرِدَنَّ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ، فَأَقُولُ: إِنَّهُمْ مِنِّي. فَيُقَالُ: إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ. فَأَقُولُ: سُحْقًا، سُحْقًا لِمَنْ غَيَّرَ بَعْدِي
“Sesungguhnya aku akan mendahului kalian di telaga itu. Barang siapa yang melewatiku, dia akan minum di telaga itu, dan barang siapa yang berhasil minum darinya, niscaya dia tidak akan merasa haus selamanya. Sungguh, beberapa kaum akan berusaha melewatiku. Aku mengenal mereka dan mereka mengenaliku. Kemudian dipisahkan antara aku dengan mereka.” NabiShallallaahu ‘alaihi Wasallamberkata, “Aku katakan, ‘Sesungguhnya mereka dari golonganku!’ Dikatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu!’ Aku katakan, ‘Amat jauh (telagaku) bagi orang yang mengubah (agamaku) sepeninggalku’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallohu'anhu, Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّ حَوْضِي أَبْعَدُ مِنْ أَيْلَةَ مِنْ عَدَنٍ لَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ الثَّلْجِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ بِاللَّبَنِ وَلَآنِيَتُهُ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ النُّجُومِ، وَإِنِّي لَأَصُدُّ النَّاسَ عَنْهُ كَمَا يَصُدُّ الرَّجُلُ إِبِلَ النَّاسِ عَنْ حَوْضِهِ. قَالُوا: يَا ر َسُولَ اللهِ، أَتَعْرِفُنَا يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، لَكُمْ سِيمَا لَيْسَتْ لِأَحَدٍ مِنَ الْأُمَمِ، تَرِدُونَ عَلَيَّ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ
“Sesungguhnya telagaku lebarnya lebih jauh daripada jarak Ailah1 ke Aden. Sungguh warna airnya lebih putih daripada salju, lebih manis daripada madu dicampur susu, dan bejana-bejana untuk meminumnya jumlahnya lebih banyak daripada jumlah bintang-bintang di langit. Sungguh aku akan menghalangi orang-orang darinya (orang yang tidak berhak meminumnya), sebagaimana seorang penggembala unta menghalangi unta orang lain dari telaganya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau akan mengenali kami pada saat itu?” BeliauShallallaahu ‘alaihi Wasallammenjawab, “Tentu, kalian memiliki tanda-tanda yang tidak dimiliki oleh seorang pun dari umat-umat terdahulu. Kalian akan mendatangiku dalam keadaan wajah, tangan, dan kaki kalian putih bersinar karena wudhu.” (HR. Muslim)
Telaga Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam Sudah Ada
RasulullahShallallaahu ‘alaihi Wasallammengabarkan kepada kita,
إِنِّي فَرَطٌ لَكُمْ وَأَنَا شَهِيدٌ عَلَيْكُمْ، وَإِنِّي وَاللهِ لَأَنْظُرُ إِلَى حَوْضِي الْآنَ
“Sesungguhnya aku akan mendahului kalian di telaga. Aku sebagai saksi atas kalian dan sesungguhnya aku—demi Allah—sedang memandang telagaku sekarang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Uqbah bin Amir Radhiyallohu'anhu)
Apakah Nabi Selain Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam Juga Memiliki Telaga?
RasulullahShallallaahu ‘alaihi Wasallambersabda,
إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوْضًا وَإِنَّهُمْ يَتَبَاهَوْنَ أَيُّهُمْ أَكْثَرُ وَارِدَةً، وَإِنِّي أَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ وَارِدَةً
“Sesungguhnya setiap nabi r memiliki telaga di akhirat dan sungguh mereka saling berbangga-bangga, siapakah di antara mereka yang paling banyak peminum/pengunjungnya. Sungguh, aku berharap kepada Allah bahwa telagakulah yang paling banyak pengunjungnya.” (HR. al-Bukhari dalam at-Tarikh, ath-Thabarani, dan lainnya. Al-Albani mengatakan dalam ash-Shahihah no. 1589, “Kesimpulannya, hadits ini dengan segenap jalan-jalannya adalah hasan atau sahih. Wallahu a’lam.”)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin Rahimahullah berkata, “Sebagaimana Allah ta'aala telah mengaruniai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam sebuah telaga— dengan hikmah dan keadilan-Nya —yang akan didatangi dan diminum oleh orang-orang yang beriman dari umatnya, Dia subhanahuwata'aala juga mengaruniai setiap nabi sebuah telaga. Dengan demikian, orang-orang yang beriman akan mendapatkan manfaat dari para nabi yang diutus kepada mereka (sebelum umat ini). Akan tetapi, telaga yang paling agung adalah telaga Nabi kita, Muhammad Shallallaahu ‘alaihi Wasallam.” (Syarh Aqidah Washitiyah 2/159—160)
Sifat-Sifat Telaga Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam
Al-Imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi Rahimahullah berkata, “Kesimpulan yang dapat diambil dari hadits-hadits sahih yang menyebutkan sifat-sifat telaga Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam adalah sebagai berikut.
- Telaga Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam adalah sebuah telaga yang agung
- Tempat yang mulia
- Dialiri dari air minum yang berada di surga dari sungai al-Kautsar
- Warnanya lebih putih daripada susu
- Suhunya lebih dingin daripada salju/es
- Lebih manis daripada madu
- Lebih wangi daripada misik
- Telaga yang sangat luas, panjang dan lebarnya sama.
- Panjang setiap sisinya sejarak perjalanan satu bulan.” (Syarh Aqidah ath-Thahawiyah hlm. 311)
Adapun di antara dalil yang menunjukkan sifat-sifat telaga Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam yang disimpulkan oleh al-Imam Ibnu Abil ‘Izzi Rahimahullah adalah:
a. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda,
أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، يَغُتُّ فِيهِ مِيزَابَانِ يَمُدَّانِهِ مِنَ الْجَنَّةِ أَحَدُهُمَا مِنْ ذَهَبٍ وَالْآخَرُ مِنْ وَرِقٍ
“Warna airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis daripada madu. Dua pancuran yang bersumber dari sungai surga (al-Kautsar) yang mengalirinya: satu pancuran dari emas dan pancuran lainnya dari perak.” (HR. Muslim dari Tsauban radhiyallohu'anhu)
b. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam juga bersabda,
حَوْضِي مَسِيرَةُ شَهْرٍ مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ، وَرِيحُهُ أَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ، وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ السَّمَاءِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهَا فَلَا يَظْمَأُ أَبَدًا
“Telagaku (lebar dan panjangnya) sejauh perjalanan satu bulan. Airnya lebih putih daripada perak, baunya lebih harum daripada misik, dan bejana-bejananya sejumlah bintang-bintang di langit. Barang siapa yang meminumnya, niscaya dia tidak akan merasa haus selamanya.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr)
Kaum yang Dihalangi dari Telaga Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin Rahimahullah berkata, “Yang akan datang dan minum dari telaga Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam adalah orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallaahu ‘alaihi Wasallam, yaitu orang yang mengikuti syariat beliau Shallallaahu ‘alaihi Wasallam. Adapun orang yang enggan dan sombong untuk mengikuti syariatnya, niscaya akan diusir dari telaga Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam.” (Syarh Aqidah al-Wasithiyah 2/158)
Dari Asma’ bintu Abu Bakr Radhiyallohu'anha, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda,
إِنِّي عَلَى الْحَوْضِ حَتَّى أَنْظُرَ مَنْ يَرِدُ عَلَيَّ مِنْكُمْ، وَسَيُؤْخَذُ نَاسٌ دُونِي فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، مِنِّي وَمِنْ أُمَّتِي. فَيُقَالُ: هَلْ شَعَرْتَ مَا عَمِلُوا بَعْدَكَ، وَاللهِ مَا بَرِحُوا يَرْجِعُونَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ
“Sungguh, aku (akan menunggu) di telaga hingga aku bisa melihat orang yang datang kepadaku dari kalian (kaum muslimin). Beberapa orang akan diambil sebelum sampai kepadaku. Aku lantas mengatakan, ‘Wahai Rabbku, mereka dari golonganku dan dari umatku.’ Lalu dikatakan kepadaku, ‘Apakah engkau mengerti apa yang mereka lakukan sepeninggalmu? Demi Allah, mereka telah murtad dari agamanya’.” (HR. Muslim)
يَرِدُ عَلَيَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَهْطٌ مِنْ أَصْحَابِي فَيُحَلَّئُونَ عَنِ الْحَوْضِ فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، أَصْحَابِي. فَيَقُولُ: إِنَّكَ لَا عِلْمَ لَكَ بِمَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Satu rombongan dari sahabatku akan melewatiku nanti pada hari kiamat. Namun, mereka diusir dari telaga itu. Aku katakan, ‘Wahai Rabbku, mereka adalah para sahabatku.’ Allah l menjawab, ‘Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’.” (HR. Muslim)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullah menerangkan, “Yang dimaksud oleh hadits ini adalah satu kaum yang murtad dari agamanya. Mereka bukan para sahabat radhiyallohu'anhum. Oleh karena itu, dikatakan kepada beliau Shallallahu’alaihi wasallam, ‘Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.’ Adapun para sahabat radhiyallohu'anhum tidak mengadakan sedikit pun perkara yang baru (dalam agama) setelah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam wafat. Bahkan, mereka menyebarkan agama (ke seluruh dunia) dan menyampaikan risalah beliau sebagaimana mestinya.” (Syarh Aqidatus Salaf hlm. 152)
Al-Imam al-Qurthubi Rahimahullah berkata, “Para ulama kita hafizhahumullah mengatakan, ‘Setiap orang yang murtad dari agamanya atau mengada-adakan suatu perkara baru dalam agama (bid’ah) yang tidak diizinkan dan diridhai oleh Allah ta'aala, maka dia termasuk golongan orang-orang yang diusir atau dihalangi dari telaga Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam. Adapun yang paling keras diusir adalah setiap orang yang menyelisihi jamaah kaum muslimin dan memisahkan diri (menyempal) dari mereka, seperti Khawarij beserta sekte-sektenya, Syiah Rafidhah beserta sempalan-sempalannya, dan Mu’tazilah beserta pecahan-pecahannya. Merekalah orang-orang yang mengganti agamanya.” (at-Tadzkirah hlm. 352)
Sebagai penutup, kita panjatkan doa,
اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu!”
Catatan Kaki:
1. Sebuah kota pelabuhan di wilayah Jordania. Jaraknya dengan Aden lebih dari 2.000 km. (-red.) [asysyariah.com melalui kaahil.wordpress.com]